STUDI MASYARAKAT SEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN

I.          PENDAHULUAN
Dalam proses belajar mengajar terdapat komponen-komponen yang dibutuhkan agar pembelajaran dapat berhasil. Komponen yang dimaksud tentunya harus mudah dan sesuai dengan pembelajaran yang sedang berlangsung. Letak dan sarana prasarana lembaga pendidikannya juga dipertimbangkan untuk mencapai keberhasilan dalam pembelajaran. Karena kenyamanan, ketenangan, dan keindahan dalam lingkungan belajar akan menambah motifasi belajar peserta didik.  
Dunia pendidikan tentunya tidak dapat lepas dengan masyarakat, karena suatu lembaga pendidikan pasti bertempat dalam suatu daerah atau masyarakat tertentu. Keberadaan masyarakat tersebut sedikit banyak pasti juga mempengaruhi dalam proses pendidikan. Masyarakat juga memerlukan peranan pendidikan dalam kehidupannya, karena pendidika adalah sumber kemajuan bangsa dan negara. Bangsa atau negara yang memiliki kekayaan bumi melimpah ruah dan bermutu tinggi,  tetapi mutu  pendidikan di negara tersebut rendah akan mengakibatkan ke eksisan negara tersebut akan berkurang. Oleh karena itu, dalam pembahasan ini pemakalah mencoba menguraikan tentang studi masyarakat sebagai media pendidikan.

 II.       RUMUSAN MASALAH

A.  Partisipasi Masyarakat dalam Pendidikan
B.  Metode-Metode dalam Studi Masyarakat Sebagai Media Pendidikan
C.  Langkah-Langkah Pemakaian Studi Masyarakat Sebagai Media Pendidikan
 
III.    PEMBAHASAN
A.  Partisipasi Masyarakat dalam Pendidikan
Partisipasi mempunyai banyak arti. Secara sederhana, partisipasi berarti masyarakat menggunakan pelayanan secara mudah. Partisipasi dapat pula berarti bahwa pembuat keputusan menyarankan kelompok atau masyarakat terlibat dalam bentuk penyampaian saran dan pendapat, barang, ketrampilan, bahan, dan jasa.
Masyarakat dapat diartikan secara sederhana sebagai sebuah kelompok yang hidup dalam daerah yang khusus. Setiap kelompok memiliki beberapa ciri sebagai berikut; 1) sebuah jaringan untuk saling bernagi perhatian dan keinginan, walaupun mereka mempunyai perbedaan status sosial, peranan dan tanggung jawab, 2) simbol bersama atau tempat bersama seperti tempat pertemuan, desa, bagian kota, atau wilayah yang dilayani sekolah, 3) perluasan dari keluarga inti yang memungkinkan setiap orang berkaitan keluarga dan menggunakan peran-peran seperti dalam keluarga, misalnya kebersamaan, kekuasaan, kewenangan, dsb., 4) anggota masyarakat ditentukan terutama melalui kelahiran dan perkawinan serta rasa kepemilikan bersama, 5) sesuatu yang membedakan dirinya dari masyarakat lain.[1]
Pendidikan adalah suatu hal yang tidak dapat ditinggalkan dalam setiap masyarakat yang berbudaya. Disadari atau tidak, proses pendidikan sesungguhnya sudah diawali sejak seseorang mengawali kehidupannya di dunia. Masukan pertama yang menjadi bahan pendidikan datang dari orang-orang dan juga unsur lingkungan terdekat lainnya. Melalui pendidikan, maka nilai-nilai yang ada dalam suatu masyarakat dapat terpelihara dan berkembang dari generasi ke generasi, dan dengan sendirinya juga menjadi motor dari berkembangnya masyarakat tersebut. Pada gilirannya, semakin berkembang dan berbudayanya suatu masyarakat akan semakin menaikkan tingkat kebutuhan masyarakat akan pendidikan.
Demikian pentingnya pendidikan bagi masyarakat, sehingga kemudian muncul institusi-institusi khusus yang dipersiapkan untuk menjadi tempat pendidikan sehingga proses pendidikan dapat berlangsung dengan lebih efektif. Pendidikan sendiri sebagai suatu ilmu berkembang menjadi semakin kompleks. Berbagai metode dan sarana fisik dikembangkan seiring dengan semakin canggihnya teknologi. Semua pengembangan ini secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan biaya tertentu. Demikian juga arah perkembangan teknologi yang dilakukan, secara jelas maupun tersamar, akan membawa serta unsur ekonomisasi yang dengan itu diharapkan tercapai suatu hasil maksimal dengan pengeluaran yang minim.[2]
B.  Metode-Metode dalam Studi Masyarakat Sebagai Media Pendidikan
1.    Karyawisata
Karyawisata adalah suatu kunjungan ke suatu tempat di luar kelas yang dilaksanakan sebagaibagian integral dari seluruh kegiatan akademis dan terutama dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Karyawisata adalah kegiatan pendidikan yang realistis dan berguna untuk memperoleh pengalaman langsung.
Field-trip dapat berupa perjalanan keliling sekolah atau ke tempat yang lebih jauh. Kegiatan seperti pertandingan, atletik musik, piknik, tidak bisa disebut field-trip.
Kegiatan yang termasuk karyawisata. Kelas dapat melakukan berbagai kegiatan, seperti:
·       Mempelajari proses sosial, berpartisipasi dalam masyarakat, ikut serta dalam kehidupan, turut memelihara kesehatan, menikmati keindahan, dan sebagainya.
·       Mempelajari masalah sosial, keluarga, hubungan antara kelompok, kesejahteraan orang tua, dan sebagainya.
·       Berguna bagi lapangan akademi, kesenian, ilmu bumi sejarah, dan sebagainya.
Kegiatan karyawisata ada umumnya didorong oleh motivasi; mencari keterangan tentang hal tertentu, melatih sikap anak, membangkitkan minat, mengembangkan apresiasi, menikmati pengalaman-pengalaman baru.
Waktu lamanya berkaryawisata. Tergantung ada tujuan dan jarak tempat yang menjadi obyek karyawisata tersebut mungkin beberapa menit, misal melihat erosi di sekitar kelas setelah hujan. Mungkin satu hari, dapat juga lebih lama, yang biasanya disebut field studies/study tour atau educational field, dalam karyawisata semua anggota bekerja dan hidup bersama. Manfaat Karyawisata antara lain:
1.    Mendorong belajar dengan mengamati sendiri benda dan memperoleh pengalaman langsung.
2.    Mengadakan pemahaman (insight) terhadap lingkungan yang terdekat.
3.    Mengadakan integrasi pengajaran di kelas, mata pelajaran terlepas dari kehidupan masyarakat.
4.    Membangkitkan minat siswa untuk menyelidiki dan menemukan sesuatu yang baru.
5.    Menciptakan kepribadian yang komplit pada guru dan siswa.
6.    Mengejakan seni hidup bersama dengan yang lain, duduk, makan, tidur bersama-bersama.
Dalam perjalanan perlu disusun acara-acara khusus yang dilakukan mulai berangkat dan selama perjalanan antara lain:
1.      Merangsang siswa untuk bernyanyi.
2.      Menyeberangi jalan.
3.      Menjelaskan hal-hal  yang menarik minat mereka.
4.      Menghindarikan minat  yang menyimpang
5.      Memperlihatkan ke anak untuk mengatur istirahat dan
6.      Menghentika para siswa di luar objek.
Guru hendaknya merangsang dan mendorong anak-anak melakukan kegiatan-kegiatan belajar dengan memberi kesempatan kepada mereka untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan belajarnya, antara lain: bertanya, mencatat, mensketch, menggambar, membuat peta, dan sebagainya. Dan selain itu memelihara keteraturan kelompok serta meyakinkan anak-anak bahwa mereka dapat melihat dan mendengarkan apa-apa yang terjadi. Selanjutnya memperlihatkan waktu, tepat waktunya pergi dan pulang.
Mengakhiri karyawisata.
Selesai melakukan kunjungan, sebelum berangkat pulang, guru perlu memeriksa kembali anak-anak; keadaannya, perlengkapan dan terutama memperhatikan anak yang masih kecil. Setelah tiba kembali, anak-anak perlu berkumpul sebagai pemeriksaan terakhir dan mungkin juga guru atau panitia akan memberikan petunjuk-petunjuk atau pengumuman-pengumuman yang perlu.
Interpretasi pengalaman. Kegiatan selanjutnya tiap kelompok melakuka kegiatan berupa laporan kelompok. Dalam waktu mana kelas merumuskan hasil-hasil karyawisata bersama-sama dan biasanya juga timbul masalah-masalah yang perlu dibahas, pada pokoknya semua pengalaman ditafsirkan yang maksudnya agar pengalaman tadi dapat menjadi milik mereka.
Dalam kegiatan ini siswa menilai hasil kunjungan mereka dan guru menilai kemajuan belajar anak berkat karyawisata tersebut. Masalah yang baru muncul dengan sendirinya perlu dirumuskan untuk mencari jawaban selanjutnya dan karena itu pula kemungkinan besar masalah-masalah tadi menjadi dasar untuk merencanakan dan melakukan trip baru dan melakukan kegiatan belajar lainnya misalnya membaca buku.  Semua hasil kunjungan ini disusun dalam laporan kelas.[3]
2.    Survei Masyarakat
Survei masyarakat yakni siswa mengunjungi lingkungan seperti masyarakat setempat untuk mempelajari proses sosil, budaya, ekonomi, kependudukan, dan lain-lain. Kegiatan belajar dilakukan siswa melalui observasi, wawancara dengan beberapa pihak yang dipandang perlu, mempelajari data atau dokumen yang ada, dan lain-lain. Hasilnya dicatat dan dilaporkan di sekolahan untuk dibahas bersama dan disimpulkan oleh guru dan siswa untuk melengkapi bahan pengajaran. Pengajaran yang dapat dilakukan untuk kegiatan survei terutama bidang studi ilmu sosial dan kemasyarakatan, seperti ekonomi, sejarah, kependudukan, hukum, sosiologi, antropologi dan kesenian.[4]
Amanat Undang-Undang Dasar 1945 telah jelas menyatakan mengenai apa yang merupakan visi dari negara-bangsa Indonesia. Kejelasan visi ini perlu karena ketiadaan visi menyebabkan kesimpangsiuran dalam upaya kita untuk mewujudkan suatu masyarakat Indonesia masa depan. Semua upaya dan semua sektor pembangunan diarahkan kepada visi yang jelas itu. Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa kita menginginkan masyarakat yang sejahtera secara keseluruhan, bukan sekelompok masyarakat saja.[5]
3.    Pengabdian Masyarakat
Seiring dengan terjadinya perubahan drastis di dalam tata kehidupan bangsa Indonesia, maka masyarakat ideal yang dicita-citakan adalah masyarakat sipil, masyarakat demokratis, masyarakat yang berkualitas, dan masyarakat yang menjunjung tinggi hak asasi manusia. Perubahan tata kehidupan ini menuntut perubahan-perubahan besar di dalan tata kehidupan manusia termasuk pendidikan.
Penyelenggaraan pendidikan baik pemerintah maupun swasta harus berani mengambil sikap dan wawasan bahwa mau tidak mau setiap sekolah harus melibatkan masyarakat setempat, terutama orang tua peserta didik, dalam pengembangan pendidikanya. Sumber-sumber yang ada dalam masyarakatdiberdayakan seoptimal mungkin, baik itu sumber daya manusi maupun sumber dana untuk pendidikan. Sekolah menjadi tanggung jawab masyarakat, sekolah yang bekerja sendiri tanpa melibatkan masyarakat akan sulit untuk maju. Di samping itu, lama-kelamaan sekolah akan ditinggalkan oleh masyarakat karena dianggap tidak mau menyerap aspirasi dari masyarakat setempat.
Hal yang perlu direfleksikan oleh para pengelola lembaga pendidikan khususnya para eksekutif (kepala sekolah, guru, tenaga administrasi, dan tenaga pelaksana) adalah sekitar fokus pelayanan masyarakat. Kalau pada masa Orde Baru mereka berorientasi kepada birokrasi sebagai alat birokrasi, pada era otonomi daerah ini pelayanan mereka harus berfokus kepada stakcholders (masyarakat, orang tua peserta didik dan peserta didik).[6]
Proyek pelayanan pada masyarakat mengandung manfaat yang baik bagi para siswa maupun bagi masyarakat setempat. Bagi siswa merupakan penerapan atau mencoba melakukan kegiatan sehubungan dengan kecakapan belajarnya dalam bidang tertentu sedagkan bagi masyarakat dirasakan manfaatnya sebab secara langsung turut memperbaiki keadaan yang menjadi garapan masyarakat itu sendidri. Misalnya para siswa memberikan pelayanan posyandu, perbaikan jembatan, jalan-jalan, kebersihan lingkungan, penyuluhan KB dan lain-lain.[7]
4.    Berkemah
Kemah memerlukan waktu yang cukup lama, sebab siswa harus dapat menghayati bagaimana kehidupn alam seperti suhu, iklim, suasana, dan lain-lain. Kemah cocok untuk mempelajari ilmu pengetahuan alam, ekologi, biologi, kimia, dan fisika. Siswa dituntut merekam apa yang mereka alami, rasakan, lihat, dan kerjakan selama kemah berlangsung. Hasilnya dibawa ke sekolah untuk dibahas dan dipelajari bersama.
5.    Praktek Lapangan
Praktek lapangan dilakukan oleh para siswa untuk memperoleh ketrampilan dan kecakapan khusus. Misalnya siswa SPG diterjunkan ke sekolah dasar untuk melatih kemampuan sebagai guru disekolah. Siswa SMEA dikirimkan ke perusahaan untuk mempelajari dan mempraktekkan pembukuan, akuntansi, dan lain-lain.  Siswa STM diterjunkan ke pabrik-pabrik untuk melatih kemahirannya dalam bidang-bidang tertentu sesuai dengan keahlian yang dipelajarinya. Dengan demikian praktek lapangan berkenaan dengan ketrampilan tertentu sehingga lebih tepat untuk sekolah-sekolah kejuruan.
6.    Nara Sumber
Mengundang manusia sumber atau nara sumber berbeda dengan cara yang dijelaskan sebelumnya, penggunaan nara sumber merupakan kebalikannya. Jika pada cara sebelumnya kelas dibawa ke masyarakat, pada nara sumber mengundang tokoh masyarakat ke sekolah untuk menjelskan mengenai keahliannya di hadapan para siswa. Misalnya mengundang dokter atau menteri kesehatan untuk menjelaskan berbagai penyakit, petugas Keluarga Berencana untuk menjelaskan keluarga kecil dan lain-lain. Nara sumber yang diundang harus relevan dengan kebutuhan belajar sehingga apa yang diberikan oleh nara sumber dapat memperkaya materi yang diberikan guru di sekolah. Kriteria nara sumber dilihat dari keahliannya dalam suatu bidang tertentu yang diperlukan bukan jabatannya atau kedudukannya.
Sebelum mengundang nara sumber hendaknya dipersiapkan topik apa yang diminta untuk dibahas, siapa yang paling tepat untuk membahasnya (nara sumber), kapan waktunya, bagaimana menghubunginya, serta apa yang harus dilakuakan siswa pada waktunya (kegiatan belajar).[8]
C.  Langkah-Langkah Pemakaian Studi Masyarakat Sebagai Media Pendidikan
Ada beberapa langkah yang harus ditempuh dalam menggunakan  studi masyarakat sebagai media pendidikan, yaitu:
1)      Langkah Persiapan
a)      Dalam hubungannya dengan pembahasan bidang studi tertentu, guru dan siswa menentukan tujuan belajar yang diharapkan diperoleh para siswa berkaitan dengan penggunaan lingkungan sebagai media dan sumber belajar.
b)      Tentukan objek yang harus dipelajari dan dikunjungi.
c)      Menentukan cara belajar siswa pada saat kunjungan dilakukan.
d)     Guru dan siswa mempersiapkan perizinan jika diperlukan.
e)      Persiapan teknis yang diperlukan untuk kegiatan belajar, seperti tata tertib di perjalanan dan ditempat tujuan, perlengkapan belajar yang harus dibawa, menyusun pertanyaan yang akan diajukan dan sebagainya.
2)      Langkah Pelaksanaan
Pada langkah ini adalah melakukan kegiatan belajar di tempat tujuan sesuai dengan rencana yang telah dipersiapkan. Biasanya kegiatan belajar diawali dengan penjelasan petugas mengenai objek yang dikunjungi sesuai permintaan yang telah disampaikan sebelumnya. Setelah informasi diberikan oleh petugas, para siswa dengan bimbingan petugas melihat dan mengamati objek yang dipelajari. Berikutnya para siswa dalam kelompoknya mendiskusikan hasil-hasil belajarnya, untuk lebih melengkapi dan memahami materi yang dipelajarinya.
Akhir kunjungan dengan ucapan terima kasih kepada petugas dan pemimpin objek tersebut. Apabila objek kunjungan sifatnya bebas dan tak perlu ada petugas yang mendampinginya, seperti kemah, mempelajari lingkungan sosial, dan lain-lain, para siswa langsung mempelajari objek studi mencatat dan mengamatinya atau mengadakan wawancara dengan siapa saja yang menguasai persoalan.
3)      Langkah Tindak Lanjut
Kegiatan tindak lanjut- adalah kegiatan belajar di kelas untuk membahas dan mendiskusikan hasil belajar dari lingkungan. Setiap kelompok diminta melaporkan hasil-hasilnya untuk dibahas bersama.
Guru dapat diminta kesan-kesan yang diperoleh siswa dari kegiatan belajar tersebut, di samping menyimpulkan materi yang diperoleh dan dihubungkan dengan bahan pengajaran bidang studinya. Tugas lanjutan dari kegiatan belajar tersebut dapat diberikan sebagai pekerjaan rumah.
Memperhatikan uraian di atas dapat disimpulkan, penggunaan lingkungan sebagai lingkungan sebagai media dan sumber belajar banyak manfaatnya baik dari segi motivasi belajar, aktivitas belajar siswa, kekayaan informasi dan lain-lain. Proses pengajaran yang mengoptimalkan lingkungan sebagai media dan sumber belajar dikenal dengan pendekatan ekologis.[9]

IV.    ANALISIS
Fasil Jalal dan Dedi Supriyadi dalam buku Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah” menerangkan bahwa “masyarakat” dapat diartikan secara sederhana sebagai sebuah kelompok yang hidup dalam daerah yang khusus. Setiap kelompok memiliki beberapa ciri sebagai berikut; 1) sebuah jaringan untuk saling berbagi perhatian dan keinginan, walaupunmereka mempunyai perbedaan status sosial, peranan dan tanggung jawab, 2) simbol bersama atau tempat bersama seperti tempat pertemuan, desa, bagian kota, atau wilayah yang dilayani sekolah, 3) perluasan dari keluarga inti yang memungkinkan setiap orang berkaitan keluarga dan menggunakan peran-peran seperti dalam keluarga, misalnya kebersamaan, kekuasaan, kewenangan, dsb., 4) anggota masyarakat ditentukan terutama melalui kelahiran dan perkawinan serta rasa kepemilikan bersama, 5) sesuatu yang membedakan dirinya dari masyarakat lain.
Mengenai masyarakat, penulis sefaham dengan apa yang telah diuraikan di atas. Suatu kelompok individu yang menetap dan memiliki tujuan yang sama kemudian saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya dapat dikatakan masyarakat. Tentunya masyarakat itu memiliki ciri yang berbeda-beda, untuk menunjukkan keberadaannya suatu masyarakat tersebut.
Pendidikan adalah suatu hal yang tidak dapat ditinggalkan dalam setiap masyarakat yang berbudaya. Sedikit banyak masyarakat juga ikut serta dalam menentukan pendidikan. Untuk itu, dirasa perlu untuk mendalami keberagaman kehidupan dalam masyarakat ini dalam dunia pendidikan. Karena suatu pendidikan juga diharapkan mampu memelihara nilai-nilai yang terkandung dalam suatu masyarakat tersebut. Selain itu, pendidikan sebagai ilmu berkembang akan menjadi semakin kompleks.
Dalam pembahasan, penulis menyebutkan enam metode dalam studi masyarakat, yaitu; Karyawisata, survei masyarakat, pengabdian masyarakat, berkemah, praktek lapangan, dan narasumber. Dari ke enam kegiatan tersebut, penulis memahami bahwa tujuan akhir dari pendidikan ialah kembali ke masyarakat. Oleh karena itu, peserta didik diberi kesempatan untuk mempelajari seluk-beluk masyarakat terlebih dahulu sebelum nantinya terjun dalam masyarakat secara nyata. Agar peserta didik dapat menyiapkan, bekal yang kelak akan diberikan dalam masyarakat setelah selesai menempuh dunia pendidikan. Sehingga dapat dikatakan bahwa berhasil tidaknya suatu pendidikan itu dilihat dari hasil yang telah diberikan kepada masyarakat yang berupa peserta didik.


[1] Fasil Jalal dan Dedi Supriyadi, Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah, (Yogyakarta: PT Adicita Karya Nusa, 2001), hlm. 202
[2] Fasil Jalal dan Dedi Supriyadi, Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah, (Yogyakarta: PT Adicita Karya Nusa, 2001),  hlm. 213.
[4] Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, Media Pengajaran, (Bandung: sinar Baru Algensindo, 2005), hlm. 210.
[5] H. A. R. Tilaar, Kekuasaan dan pendidikan, (Magelang: Indonesia Tera, 2003), hlm. 318.
[6] Hasbullah, Otonomi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 56.
[7] Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, Media Pengajaran, (Bandung: sinar Baru Algensindo, 2005), hlm. 211.
[8] Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, Media Pengajaran, (Bandung: sinar Baru Algensindo, 2005), hlm. 210-211.
[9] Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, Media Pengajaran, (Bandung: sinar Baru Algensindo, 2005), hlm. 215-217.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama