NUZULUL QUR’AN



Setiap tahunnya pada bulan suci Ramadhan, umat Islam selalu memperingati hari turunnya al-Qur’an pada malam ke 17 bulan suci Ramadhan. Peringatan tersebut sering kita dengar dengan nama nuzulul qur’an atau turunnya al-Qur’an. Sebagaimana perayaan hari-hari besar Islam lainnya, peringatan diisi dengan berbagai macam acara, terpenting adalah ceramah tentang turunnya al-Qur’an kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril.

Al-Qur’an memang turun pada bulan suci Ramadhan, sebagaimana ditegaskan dalam ayat suci al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 185, “Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan al-qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan bathil)…”. Ayat ini dengan tegas menyatakan al-Qur’an turun pada pada bulan suci Ramadhan. Namun yang menjadi pertanyaan adalah, apakah al-Qur’an turun pada malam ke17 Ramadhan atau tidak?.

Kita memperingati sesuatu karena pada saat atau moment itu, mengenang kembali apa yang sudah terjadi pada hari atau tanggal kejadian tersebut, walaupun tahun terus berjalan mengikuti waktu. Seseorang memperingati miladnya, karena pada tanggal itu ia dilahirkan, atau pada tanggal itu lahir dan terbentuk, meski berbeda hari dan tahunnya. Ada juga yang tidak melihat tanggal, hanya melihat hari saja, atau bulan saja, sebagai sebuah kenangan terhadapnya. Seperti puasa hari senin, sebagai sebuah penghormatan terhadap kelahiran nabi pada hari senin.

Bulan suci Ramadhan memang sangat istimewa, karena di dalammnya ditunkan al-Qur’an dan kitab suci lainnya para Nabi. Dalam sebuah hadis diriwayatkan, “Imam Ahmad ibn Hambal berkata, “ Diceritakan kepada kami oleh Abu Sa’id Maula Bani Hashim”. Diceritakan oleh Imran Abu al Awwam dari Qatadah, dari Abi al Malih, dari Wailah yaitu Ibn al Asqa’, “bahwasaya Rasulullah Sallalhu Alahi Wasallam bersabda, “ Shuhuf Nabi Ibrahim diturunkan pada malam pertama bulan Ramadhan, Taurat diturunkan pada hari ketujuh bulan Ramadhan, Injil pada hari ke 13 Bulan Ramadhan, dan Allah menurunkan al-Qur’an hari ke 24 dari bulan Ramadhan.

Dalam riwayat lain dijelaskan dari Hadis Jabir ibn ‘Abdillah, menjelaskan bahwa Kitab Zabur diturunkan pada hari ke 22 dari bulan Ramadhan, Injil pada hari ke 26 dari Ramadhan, dan kitab lainnya turun sebagaimana dalam hadis sebelumnya.

Perbedaann turunnya al-Qur’an dan kitab lainnya, kalau kitab lainnya turun sekaligus (jumlah wahidah), sedangkan al-Qur’an juga turun sekaligus (jumlah wahidah) pada malam lailatul qadr dari langit dunia, dan selanjutnya turun secara bertahap sesuai dengan kejadian dan peristiwa yang mengiringi perjalanan dakwah Nabi Muhammad Shallahu ‘Alahi wa Sallam.

Dalam riwayat lain bahwa al-Qur’an turun pada pertengahan bulan suci Ramadhan ke langit dunia dan kemudian ditaruh di bait al izzah dan diturunkan secara bertahap untuk memberikan jawaban kepada kaum musyrikin Arab saat itu. Dalam riwayat Ikrimah dan Ibnu Abbas dinyatakan bahwa al-Qur’an turun pada malam lailatul qadrke langit dunia sekaligus, kemudian barulah secara bertahap Allah memfirmankannya kepada Nabi untuk menjawab persoalan dari kaum musyrikin Arab.

Menjawab pertanyaan di atas, lalu dari mana landasan orang-orang yang memperingati turunnya al-Qur’an pada malam ke 17 (tujuh belas) dari bulan suci Ramadhan. Padahal dalam beberapa riwayat al-Qur’an turun pada pertengahan Ramadhan dan yang paling banyak pada malam lailatul qadr. Malam lailatul qadr mulai dari malam ke 21 (dua puluh satu) sampai ke 30 (tiga puluh). Tentu, kalau pun memperngatinya, maka harus sejalan dengan petunjuk al-Qur’an dan al-Hadis.

Yang kedua, para ulama’ salaf al-sholeh tidak ada satu pun yang menganjurkan untuk memperingati turunnya al-Qur’an. Karena memang tidak ada peringatan dalam sejarah perkembangan Islam. Apalagi dengan acara-acara yang tidak syar’i dan melanggar aturan agama. Bahkan dapat jadi, ia menjadi perbuatan yang diada-adakan, kalau tidak melakukannya merasa berdosa dan tidak afdhol puasanya.

Praktek peringatan nuzulul qur’an (turunnya al-Qur’an), tidak lebih hanya sekedar ceramah dan makan. Yang dari tahun ke tahun diperingati dan diceritakan kembali tentang turunnya al-Qur’an. Padahal yang lebih penting adalah, bagaimana al-Qur’an dapat membumi dan menjadi amalan serta dzikir kaum muslimin dalam kehidupannya. Tidak hanya sekedar di bulan suci Ramadhan, tapi di hari-hari dan bulan-bulan lainnya. Sehingga al-Qur’an tidak hanya sekedar menjadi zikir dan amalan di bulan Ramadhan saja, atau hanya sebagi azimat di rumah agar syaitan dan jin takut masuk rumah seseorang. Atau lebih parah lagi adalah menjadikan al-Qur’an sebagai bahan bacaan seperti buku lainnya dan ditaruh sembarangan dan bahkan menginjak-injaklnya.

Semestinya, momentum bulan suci ramadhan ini dapat menjadikan al-Qur’an sebagai amalan, zikir, dan bacaan kita untuk menambah amal ibadah. Tidak hanya sekedar membacanya saja, karena secara otomatis telah berpahala, sebagaimana dalam hadis Rasulullah. Tapi bagaimana al-Qur’an juga dipelajari dan direnungi makna-makna yang terkandung di dalamnya. 

Ilmu yang terkandung di dalam al-Qur’an tidak akan pernah habis-habisnya, dari segala segi keilmuan, manusia tinggal menggali dan menggunakan akan pikirannya untuk menggali ilmu yang terkandung di dalammnya. Janji Allah sudah dipastikan dalam al-Qur’an, bahkan jika ilmu-ilmu yang terkandung dalam al-Qur’an ditulis dengan air laut sebagai tintanya, maka itu masih belum cukup, walaupun didatangkan lebih banyak lagi. Jadi orientasi kita dalam memaknai al-Qur’an sebagai petunjuk adalah dengan mempelajari kandungannya, sehingga menjadikan kita sebagai orang yang berilmu. Dan menjadi pembeda, berarti pembeda antara orang yang tahu dan tidak tahu, orang yang berilmu dan tidak berilmu. Wallahu A’lam bi al shawab

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama