Masuknya filsafat Yunani (barat) ke dunia timur menjadi cikal bakal berkembangnya filsafat di dunia timur. Filsafat Yunani ini dibawa oleh Alexander Yang Agung ketika melakukan ekspansi ke Persia dengan membawa ribuan tentara dan akhirnya terjadilah akulturasi budaya antara keduanya. Kemudian ajaran filsafat baru berkembang dari Persia merembes ke daerah-daerah Arab lainnya dan baru berkembang pada abad ke 7 M yang dipelopori oleh kholifah dinasti Umayah yaitu Abdul Malik bin Marwan.
Pada abad ke-9 muncullah seorang filosof muslim yang bernama Al-Kindi. Pada masa Al-Kindi inilah yang menjadi tonggak sejarah bangkitnya filsafat Islam. Dia adalah filosof muslim pertama yang menerjemahkan filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab. Setelah Al-Kindi banyak muncul filosof-filosof muslim yang ikut mengembangkan filsafat Islam seperti Al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Rusyd dan lain sebagainya. Dengan begitu filsafat terus berkembang dan akhirnya meredup di masa Al-Ghozali karena adanya benturan antara filsafat dan syariat.
Pada makalah ini akan kami bahas tentang filosof muslim yang sangat perperan dalam pengembangan filsafat timur dan bahkan dia adalah pelopor berkembangnya filsafat di dunia timur. Ia adalah Al-Kindi. Mengenai siapakah Al-Kindi, bagaimana pemikiran filsafatnya dan apakah karya-karyanya dalam dunia filsafat akan kami jelaskan dalam pembahasan di bawah ini.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana sejarah hidup Al-Kindi?
B. Bagaimana pemikiran Al-Kindi tentang Tuhan, Jiwa dan Alam?
C. Apa saja karya-karya Al-Kindi?
III. PEMBAHASAN
A. Sejarah Hidup Al-Kindi
Al-Kindi nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya’kub ibnu Ishaq ibnu Al-Syabbah ibnu Imron ibnu Muhammad ibnu Al-Asy’ats ibnu Qo’is Al-Kindi.[1] Al-Kindi adalah nisbah pada suku yang menjadi asal cikal bakalnya, yaitu Banu Kindah.Banu Kindah adalah suku keturunan Kindah yang sejak dulu menempati daerah selatan jazirah Arab. Daerah ini tergolong memiliki apresiasi kebudayaan yang cukup tinggi dan banyak dikagumi orang.[2]
Al-Kindi dilahirkan di Kufah tahun 185 H/801 M. Ayahnya Ishaq Al-Sabbah, adalah gubernur Kufah pada masa pemerintahan Al-Mahbudi dan Harun Al-Rasyid dari bani Abbas. Ayahnya meninggal beberapa tahun setelah Al-Kindi lahir. Dengan demikian Al-Kindi dibesarkan dalam keadaan yatim. Pada masa kecilnya Al-Kindi memperoleh pendidikan di Basroh. Tentang siapa-siapa gurunya tidak ada informasi yang valid. Sejarah tidak memberikan informasi memadai mengenai hal ini. Tetapi dapat dipastikan bahwa ia mempelajari ilmu-ilmu yang sesuai dengan kurikulum pada masanya. Ia mempelajari Al-Qur’an, membaca, menulis, dan berhitung. Setelah menyelesaikan pelajaran dasarnya di Basrah, ia melanjutkan studi ke Bagdad hingga tamat.
Dalam perkembangannya ia mahir sekali dalam berbagai macam cabang ilmu yang ada pada saat itu seperti ilmu ketabibab (kedokteran), filsafat, ilmu hitung, mantik (logika), geometri, astronomi dan sebagainya. Ilmu-ilmu yang berasal dari Yunani juga ia pelajari. Ada salah satu bahasa ilmu pengetahuan ketika itu ia kuasai dengan baik, yaitu bahasa Suryani. Dari buku-buku Yunani yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Suryani inilah Al-Kindi kemudian menerjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Nama Al-Kindi menanjak setelah ia hidup di istana pada masa pemerintahan Al-Mu’tasim yang menggantikan Al-Ma’mun pada tahun 218 H/833 M. Hal ini disebabkan karena pada waktu itu Al-Kindi dipercaya pihak istana menjadi guru pribadi putranya yaitu Ahmad Ibn Mu’tasim. Pada masa inilah Al-Kindi berkesempatan menulis karya-karyanya. Setelah masa Al-Ma’mun ia menerjemahkan kitab-kitab Yunani ke dalam bahasa Arab.[3]
Perjalanan intelektual yang mengantarkan Al-Kindi menjadi ulama besar dipengaruhi oleh faktor lingkungan dua kota besar pada saat itu yaitu Kuffah dan Basrah. Kedua kota tersebut pada abad ke 2 H/8 M dan ke 3 H / 9 M, merupakan dua pusat kebudayaan Islam yang bersaing. Kuffah lebih cenderung pada studi-studi aqliyah, dimana Al-Kindi melewatkan masa kanak-kanaknya. Dia menghafal Al-Qur’an, mempelajari tata bahasa Arab, kesusastraan, dan ilmu hitung yang semua itu merupakan kurikulum bagi semua anak muslim. Ia kemudian mempelajari fiqih dan disiplin ilmu baru yang disebut kalam. Akan tetapi, tampaknya ia lebih tertarik pada ilmu pengetahuan dan filsafat, terutama setelah ia pindah ke Bagdad.
Pengetahuan lengkap tentang ilmu dan filsafat Yunani bisa diperoleh dengan menguasai dua bahasa, yaitu bahasa Yunani dan Syiria. Sebab banyak karya Yunani diterjemahkan dengan dua bahasa tersebut. Al-Kindi mempelajari bahasa Yunani tetapi ia juga menguasai bahasa Syiria dalam beberapa karya klasik. Ia juga memperbaiki beberapa terjemahan bahasa Arab.
Kisah lain tentang Al-Kindi digambarkan dalam karikatur Al-Jahiz dalam kitab Al-Bukhala. Al-Kindi hidup mewah di sebuah rumah, yang di dalam kebun rumahnya ia memelihara banyak binatang langka, ia hidup menjauh dari masyarakat, bahkan dari tetangga-tetangganya. Sebuah kisah menarik oleh Al-Qifti menjelaskan bahwa Al-Kindi bertetangga dengan seorang saudagar kaya dan ia tidak pernah tahu bahwa Al-Kindi adalah dokter ahli. Ketika anak sang saudagar tiba-tiba lumpuh dan tidak seorang tabibpun di Bagdad mampu menyembuhkannya, seseorang memberi tahu sang saudagar bahwa ia bertetangga oleh seorang filosof tercemerlang yang amat pandai mengobati penyakit seperti itu. Al-Kindi mengobati anak yang lumpuh itu dengan musik.[4]
Sebagai filosof Islam pertama, al Kindi telah berjasa dalam usahanya menjadikan filsafat sebagai salah satu khazanah pengetahuan Islam setelah disesuaikan lebih dahulu dengan agama. Dalam risalah yang dihadiahkan kepada Ahmad Ibn Al-Mu’tashim Billah tentang filsafat “pertama” (metaphisic), Al-Kindi menyatakan pendapatnya bahwa baik agama maupun filsafat kedua-duanya menghendaki kebenaran. Agama menempuh jalan syari’at, sedangkan filsafat menempuh jalan metode pembuktian. Filsafat dipandang sebagai hasil kesanggupan manusia (human skill) yang menempati kedudukan tertinggi dan mempunyai martabat termulia. Al Kindi mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan tentang hakekat segala sesuatu menurut batas kesanggupan manusia.[5]
B. Filsafat Al-Kindi.
Salah satu usaha Al-Kindi memperkenalkan filsafat ke dalam dunia Islam dengan cara mengetuk hati umat supaya menerima kebenaran walaupun darimana sumbernya. Menurutnya kita tidak pada tempatnya malu mengakui kebenaran dari mana saja sumbernya. Bagi mereka yang mengakui kebenaran tidak ada sesuatu yang lebih tinggi nilainya selain kebenaran itu sendiri dan tidak pernah meremehkan dan merendahkan martabat orang yang menerimanya.
Telah dipaparkan bahwa Al-Kindi adalah orang Islam yang pertama kali meretas jalan mengupayakan pemaduan atau keselarasan antara filsafat dan agama atau antara akal dan wahyu. Menurutnya antara keduanya tidaklah bertentangan karena masing-masing keduanya adalah ilmu tentang kebenaran. Sedangkan kebenaran itu adalah satu. Ilmu filsafat meliputi ketuhanan, keEsaan-Nya, dan keutamaan, serta ilmu-ilmu selain yang mengajarkan bagaimana jalan memperoleh apa-apa yang bermanfaat dan menjauhkan dari apa-apa yang mudarat. Hal seperti ini juga dibawa oleh para Rasul Allah dan mereka juga menetapkan keEsaan Allah dan memastikan keutamaan yang diridhoi-Nya. Atas dasar itulah menurut Al-Kindi kita wajib berterima kasih pada para pendahulu kita yang telah memberi kita ukuran kebenaran. Jika mereka tidak membekali kita dengan pikiran yang membuka jalan bagi kebenaran pastilah kita tidak akan dapat, sekalipun kita telah mengadakan penyelidikan yang lama dan tekun, menemukan prinsip utama yang benar atas dasar penarikan kesimpulan kita yang kabur, dan yang dari generasi ke generasi telah terbuka sejak dulu hingga sekarang. Tujuan ungkapan Al-Kindi di atas adalah untuk menghalalkan filsafat bagi umat Islam. Usaha yang ia lakukan cukup menarik dan bijaksana. Oleh karena itu sekalipun filsafat datang dari Yunani, menurut Al-Kindi kita wajib mempelajarinya bahkan lebih dari itu, kita wajib mencarinya.[6]
Al-Kindi merupakan pionir dalam melakukan usaha pemaduan antara filsafat dan agama atau antara akal dan wahyu. Ia melempangkan jalan bagi Al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Ruz yang datang kemudian. Dalam hal ini dapat di katakan bahwa Al-Kindi telah memainkan peranan yang besar dan penting di “pentas” filsafat Islam.[7] Al-Kindi adalah filosof Islam pertama yang mengorientasikan pemikirannya untuk menjaga dan membela Islam sambil berusaha untuk mengompromikan agama dan akal.
1. Falsafah Ketuhanan
Sebagimana dengan filosof-filosof Yunani dan filosof-filosof Islam lainnya, Al-Kindi juga ahli dalam ilmu pengetahuan. Menurutnya, pengetahuan terbagi menjadi dua bagian:
a. Pengetahuan Ilahi عِÙ„ْÙ…ُ اِلهِÙŠٌّ (Devine Sciense) sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an yaitu pengetahuan langsung yang diperoleh Nabi dari Tuhan. Dasar pengetahuan ini adalah keyakinan.
b. Pengetahuan manusiawi عِÙ„ْÙ…ُ اِÙ†ْسَانى (Human Science) atau falsafat. Dasarnya adalah pemikiran (ratio-reason).
Menurut Al-Kindi filsafat ialah pengetahuan tentang yang benar (knowledge of truth). Disinilah terdapat persamaan falsafah dan agama. Tujuan agama ialah menerangkan apa yang benar dan apa yang baik, dan falsafah itulah pula tujuannya. Agama, di samping wahyu , mempergunakan akal, dan falsafah juga mempergunakan akal. Yang benar pertama اَÙ„ْØَÙ‚ُّ الْØ£َÙˆَّÙ„ُ) = the first truth) bagi Al-Kindi adalah Tuhan.[8]
Argumen-argumen yang dibawa Qur’an lebih meyakinkan daripada argumen-argumen yang ditimbulkan falsafat. Tetapi filsafat dan Qur’an tak bertentangan, kebenaran yang diberitakan wahyu tidak bertentangan dengan kebenaran yang dibawa falsafat. Mempelajari falsafat dan berfilsafat tidak dilarang karena teology adalah bagian dari filsafat dan umat Islam diwajibkan belajar teology.
Tuhan dalam falsafat Al-Kindi tidak mempunyai hakekat dalam arti aniah atau mahiah. Tidak aniah karena Tuhan tidak termasuk dalam benda-benda yang ada di alam bahkan Ia adalah pencipta alam. Ia tidak tersusun dari materi dan bentuk, juga tidak mempunyai hakekat dalam bentuk mahiah karena Tuhan tidak merupakan genus atau spesies. Tuhan hanya satu dan tidak ada yang serupa dengan-Nya.
Sesuai dengan paham yang ada dalam Islam, Tuhan bagi Al-Kindi adalah pencipta. Alam bagi Al-Kindi bukan kekal di zaman lampau tetapi mempunyai permulaan. Karena itu Ia lebih dekat dalam hal ini pada filsafat continus yang mengatakan bahwa Yang Maha Satu adalah sumber dari alam ini dan sumber dari segala yang ada.[9]
2. Falsafah Jiwa
Jiwa dipandang intisari dari manusia dan filosof-filosof Islam banyak memperbincangkan hal ini, apalagi karena ayat-ayat al-Qur’an atau hadits Nabi tidak menjelaskan hakekat ruh itu. Bahkan menurut sugesti dalam al-Qur’an, manusia tidak akan mengetahui hakekat ruh. Ruh adalah urusan Tuhan dan bukan urusan manusia. Tetapi sungguhpun demikian filosof-filosof Islam membahas tentang ini berdasar pada falsafah tentang ruh yang mereka jumpai dalam falsafat Yunani.[10]
Menurut al-Kindi, jiwa adalah sesuatu yang sederhana, tidak tersusun (basiithah, simple, sederhana), namun mempunyai arti penting, sempurna, dan mulia.[11] Substansinya berasal dari substansi Tuhan. Hubungannya dengan Tuhan sama dengan hubungan cahaya dengan matahari.[12]
Al-Kindi membagi jiwa menjadi 3 macam seperti yang kita temukan pada plato; yaitu daya pikir, daya marah dan daya nafsu. Dia berpendapat bahwa jika daya pikir mampu mengendalikan dua daya lainnya, yaitu nafsu dan marah, maka manusia mampu menguasai nafsu dan meredam amarahnya. Manusia yang dikendalikan oleh nafsu dan amarahnya maka disamakan dengan binatang yang juga mempunyai sifat ini.[13] Daya berpikir itu disebut akal.
Manusia memperoleh pengetahuan yang sebenarnya dengan perantara ruh (jiwa). Ada dua macam pengetahuan, yaitu:
1. Pengetahuan panca indera, hanya mengenai yang lahir-lahir saja. Dalam hal ini manusia dan binatang sama.
2. Pengetahuan akal. Merupakan hakekat-hakekat dan hanya dapat diperoleh oleh manusia tetapi dengan syarat ia harus melepaskan dirinya dari sifat binatang yang ada dalam tubuhnya, dengan cara meninggalkan dunia dan berpikir serta berkontemplasi tentang wujud (bersifat zahid).
3. Falsafah Alam
Al-Kindi berpendapat bahwa alam adalah baru (makhluk). Ia diciptakan dari segala sesuatu yang tidak ada dengan suatu kemampuan mencipta. Artinya Allah SWT berkata kepadanya “Jadilah”, maka iapun menjadi ada, sesuai dengan ilmu dan kehendak-Nya dan tidak terjadi dengan cara emanasi, seperti yang dikatakan oleh Plotinus Alexandria yang diikuti oleh sebagian filsuf muslim.[14] Ia memastikan bahwa alam itu mutahanin (berakhir). Karena alam itu mutahanin, maka ia tidak azali. Ia berteori bahwa benda pasti berakhir, demikian pula benda secara keseluruhan, yakni seluruh alam wujud. Karena setiap benda mempunyai jenis dan macam, maka benda tidak mungkin azali, sebab yang azali tidak berjenis. Dengan demikian benda bukanlah sesuatu yang azali. Menurutnya, alam semesta itu terbatas pada sudut jasad (jism), waktu (zaman), dan gerak (gerak).[15]
C. Karya-karya Al-Kindi
Al-Kindi adalah filosof muslim pertama. Ia aktif terlibat dalam kegiatan penerjemahan buku-buku Yunani dan sekaligus melakukan koreksi serta perbaikan atas terjemahan orang lain. Ia juga memperoleh penghargaan dari khalifah Al-Ma’mun yang terkenal cintanya kepada filsafat dan sains. Menurut informasi, Al-Ma’mun membayar siapa saja yang sanggup menerjemahkan buku-buku ke dalam bahasa Arab dengan emas seberat buku yang diterjemahkan. Selain itu, ia juga termasuk seorang yang kreatif dan produktif dalam kegiatan tulis menulis. Tulisannya sangat banyak dalam berbagai disiplin ilmu. Akan tetapi, sangat disayangkan kebanyakan karya tulisnya telah hilang sehingga sulit menjelaskan berapa jumlah karya tulisnya. Sebuah ikhtisar yang berisi 25 risalah al-Kindi ditemukan Ritter di Istambul, sementara beberapa risalah pendeknya yang lain ditemukan di Aleppo. Menurut George Atiyeh karya-karya Al-Kindi dalam berbagai ilmu pengetahuan mencapai 270 risalah. Risalah-risalah itu dikelompokkan dalam 17 kelompok, yaitu: 1. Filsafat, 2. Logika, 3. Ilmu hitung, 4. Globular, 5. Musik, 6. Astronomi, 7. Geometri, 8. Sperikal, 9. Medis, 10. Astrologi, 11. Dialektika, 12. Psikologi, 13. Poltik, 14. meteorologi, 15. Dimensi, 16. Benda-benda pertama, 17. Spesies tertentu logam dan kimia .[16]
Gambaran karya Al-Kindi menunjukkan betapa luas pengetahuan Al-Kindi. Beberapa karya ilmiahnya telah diterjemahkan oleh Geran dari Cremona ke dalam bahasa latin, dan karya-karya itu sangat mempengaruhi pemikiran Eropa pada abad pertengahan.
Karya-karya Al-Kindi, baik yang ditulis sendiri maupun ditulis ulang oleh penulis lainnya, diantaranya:
1. Kitab Kimiya’ Al-‘Itr (Book of the Chemistry of Perfume);
2. Kitab fi Isti’mal Al-‘Adad Al-Hidi (On the Use of the Indian Numerals);
3. Risalah fil-Illa Al-Failali l-Madd wal-Fazr (Treatise on the Efficient Cause of the Flow and Ebb);
4. Kitab Ash-Shu’a’at (Book of the Rays);
5. The Medical Formulary of Aqrabadhn of Al-Kindi, by M. Levey (1966);
6. Al Kindi’s Metaphysics: a Translation of Yaqub ibn Ishaq al Kindi’s Treatise “On First Philosophy” (fi Al-Fasalah alUla), by Alfred L. Lvry (1974).[17]
[1] Sirojuddin Izar, Filsafat Islam (Filosof dan Filsafatnya), (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2009), hlm. 37
[2] Maftukhin, Filsafat Islam, (Yogyakarta: TERAS, 2012), hlm. 79
[3] Maftukhin, Filsafat Islam, …, hlm. 79-81
[4] Dedi Supriadi, Pengantar Filsafat Islam (Konsep Filsuf dan Ajarannya), (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2009), hlm. 51-52
[5] Yusuf Suyono, Bersama Ibn Rusyd Menengahi Filsafat dan Ortodoksi, (Semarang : Walisongo Press, 2008), hlm.47
[6] Sirojuddin Izar, Filsafat Islam (Filosof dan Filsafatnya), …, hlm. 43-45
[7] Sirojuddin Izar, Filsafat Islam (Filosof dan Filsafatnya), …, hlm. 50
[8] Dedi Supriadi, Pengantar Filsafat Islam (Konsep Filsuf dan Ajarannya), …, hlm.
[9] Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hlm. 15-16
[10] Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam,…, hlm. 17
[11] Fuad Farid Ismail dkk., Cara Mudah Belajar Filsafat, (Jogjakarta: IRCisoD, 2012), hlm. 198
[12] Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam,…, hlm. 17
[13] Fuad Farid Ismail dkk., Cara Mudah Belajar Filsafat, hlm. 199
[14] Fuad Farid Ismail dkk., Cara Mudah Belajar Filsafat (Barat dan Islam),..., hlm. 200
[15]Slamet Hambali, Pengantar Ilmu Falak, (Yogyakarta : Bismillah Publisher, 2012), hlm. 67
[16]Sirojuddin Izar, Filsafat Islam (Filosof dan Filsafatnya), …, hlm., 42
[17] Dedi Supriadi, Pengantar Filsafat Islam (Konsep Filsuf dan Ajarannya), …, hlm. 53-54
Posting Komentar