BAB HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SHOLAT

(Fasal) menjelaskan hal-hal yang membatalkan sholat.

(فَصْلٌ) فِيْ عَدَدِ مُبْطِلَاتِ الصَّلَاةِ
Sesuatu yang membatalkan sholat ada sebelas perkara.

وَالَّذِيْ يُبْطِلُ الصَّلَاةَ أَحَدَ عَشَرَ شَيْأً
Yaitu berbicara secara sengaja dengan kata-kata yang layak digunakan untuk berbicara di antara anak Adam, baik berhubungan dengan kemaslahatan sholat ataupun tidak.

الْكَلَامُ عَمْدًا) الصَّالِحُ لِخِطَابِ الْآدَمِيِّيْنَ سَوَاءٌ تَعَلَّقَ بِمَصْلَحَةِ الصَّلَاةِ أَوْ لاَ
(kedua) gerakan yang banyak dan terus menerus seperti tiga jangkahan, dengan sengaja ataupun lupa.

(وَالْعَمَلُ الْكَثِيْرُ) الْمُتَوَالِيْ كَثَلَاثِ خَطَوَاتٍ عَمْدًا كَانَ ذَلِكَ أَوْ سَهْوًا
Sedangkan gerakan badan yang sedikit, maka tidak sampai membatalkan sholat.

أَمَّا الْعَمَلُ الْقَلِيْلُ فَلَا تَبْطُلُ الصَّلَاةُ بِهِ
(ketiga dan ke empat) hadats kecil dan besar, dan terkena najis yang tidak dima’fu.


(وَالْحَدَثُ) الْأَصْغَرُ وَالْأَكْبَرُ (وَحُدُوْثُ النَّجَاسَةِ) الَّتِيْ لَايُعْفَى عَنْهَا
Seandainya pakaiannya kejatuhan najis yang kering, kemudian ia langsung mengibaskan pakaiannya seketika, maka sholatnya tidak batal.

وَلَوْ وَقَعَ عَلَى ثَوْبِهِ نَجَاسَةٌ يَابِسَةٌ فَنَفَضَ ثَوْبَهُ حَالًا لَمْ تَبْطُلْ صَلَاتُهُ
(ke lima) terbukanya aurat dengan sengaja. Jika tiupan angin membuka auratnya, kemudian ia langsung menutupnya kembali seketika, maka sholatnya tidak batal.

(وَانْكِشَافُ الْعَوْرَةِ) عَمْدًا فَإِنْ كَشَفَهَا الرِّيْحُ فَسَتَرَهَا فِي الْحَالِ لَمْ تَبْطُلْ صَلَاتُهُ
(ke enam) merubah niat. Seperti niat keluar dari sholat.

(وَتَغْيِيْرُ النِّيَّةِ) كَأَنْ يَنْوِيَ الْخُرُوْجَ مِنَ الصَّلَاةِ
(ke tujuh) membelakangi / berpaling dari kiblat. Seperti memposisikan kiblat di belakang punggungnya.

(وَاسْتِدْبَارُ الْقِبْلَةِ) كَأَنْ يَجْعَلَهَا خَلْفَ ظَهْرِهِ
(delapan & sembilan) makan dan minum, baik makanan dan minuman itu banyak ataupun sedikit.

(وَالْأُكْلُ وَالشُّرْبُ) كَثِيْرًا كَانَ الْمَأْكُوْلُ وَالْمَشْرُوْبُ أَوْ قَلِيْلًا
Keculai dalam bentuk ini seorang yang melakukannya tidak tahu akan keharaman hal tersebut.

إِلَّا أَنْ يَكُوْنَ الشَّخْصُ فِيْ هَذِهِ الصُّوْرَةِ جَاهِلًا تَحْرِيْمَ ذَلِكَ
(sepuluh) tertawa. Sebagian ulama’ mengungkapkan dengan bahasa “dlahqi (tertawa terbahak-bahak)”.

(وَالْقَهْقَهَةُ) وَمِنْهُمْ مَنْ يُعَبِّرُ عَنْهَا بِالضَّحْكِ
(sebelas) murtad. Murtad adalah memutus Islam dengan ucapan atau perbuatan.
(وَالرِّدَةُ) وَهِيَ قَطْعُ الْإِسْلَامِ بِقَوْلٍ أَوْ فِعْلٍ.


Jumlah Rakaat di Dalam Sholat

(Fasal) menjelaskan jumlah rakaat sholat.

(فَصْلٌ) فِيْ عَدَدِ رَكَعَاتِ الصَّلَاةِ
Jumlah rakaat sholat fardlu, maksudnya sehari semalam dalam sholat di rumah kecuali pada hari Jum’at adalah tujuh belas rakaat.

(وَرَكَعَاتُ الْفَرَائِضِ) أَيْ فِيْ كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ فِيْ صَلَاةِ الْحَضَرِ إِلَّا يَوْمَ الْجُمُعَةِ (سَبْعَةَ عَشَرَ رَكْعَةً)
Sedangkan untuk hari Jum’at, maka jumlah rakaat sholat fardlu pada hari itu adalah lima belas rakaat.

أَمَّا يَوْمُ الْجُمُعَةِ فَعَدَدُ رَكَعَاتِ الْفَرَائِضِ فِيْ يَوْمِهَا خَمْسَةَ عَشَرَ رَكْعَةً

Adapun jumlah rakaat sholat setiap hari saat bepergian bagi orang yang melakukan sholat qashar adalah sebelas rakaat.

وَأَمَّا عَدَدُ رَكَعَاتِ صَلَاةِ السَّفَرِ فِيْ كُلِّ يَوْمٍ لِلْقَاصِرِ فَإِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً
Perkataan mushannif “di dalam jumlah rakaat tersebut terdapat tiga puluh empat sujudan, sembilan puluh empat takbir, sembilan tasyahud, sepuluh salam, dan seratus lima puluh tiga tasbih. Jumlah rukun di dalam sholat ada seratus dua puluh enam rukun, yaitu tiga puluh rukun di dalam sholat Subuh, empat puluh dua rukun di dalam sholat Maghrib, dan lima puluh empat rukun di dalam sholat empat rakaat” hingga akhir perkataan beliau adalah sudah jelas dan tidak perlu dijelaskan.
وَقَوْلُهُ (فِيْهَا أَرْبَعٌ وَثَلَاثُوْنَ سَجْدَةً وَأَرْبَعٌ وَتِسْعُوْنَ تَكْبِيْرَةً وَتِسْعُ تَشَهُّدَاتٍ وَعَشْرُ تَسْلِيْمَاتٍ وَمِائَةٌ وَثَلَاثٌ وَخَمْسُوْنَ تَسْبِيْحَةً وَجُمْلَةُ الْأَرْكَانِ فِي الصَّلَاةِ مِائَةٌ وَسِتَّةٌ وَعِشْرُوْنَ رُكْنًا فِي الصُّبْحِ ثَلَاثُوْنَ رُكْنًا وَفِي الْمَغْرِبِ اثْنَانِ وَأَرْبَعُوْنَ رُكْنًا وَفِي الرُّبَاعِيَّةِ أَرْبَعَةٌ وَخَمْسُوْنَ ركُنْاً) إِلَى آخِرِهِ ظَاهِرٌ غَنِيٌّ عَنِ الشَّرْحِ.
Sholatnya Orang yang Tidak Mampu

Dan barang siapa tidak mampu berdiri saat melaksanakan sholat fardlu karena ada hal berat yang ia alami saat berdiri, maka ia diperkenakankan sholat dengan duduk sesuai posisi yang ia kehendaki.

(وَمَنْ عَجَزَ عَنِ الْقِيَامِ فِي الْفَرِيْضَةِ) لِمَشَقَّةٍ تَلْحَقُهُ فِيْ قِيَامِهِ (صَلَّى جَالِسًا) عَلَى أَيِّ هَيْئَةٍ شَاءَ
Akan tetapi duduk iftirasy di waktu posisi berdiri lebih utama dari pada duduk tarabbu’ (bersila) menurut pendapat al Adhhar.

وَلَكِنِ افْتِرَاشُهُ فِيْ مَوْضِعِ قِيَامِهِ أَفْضَلُ مِنْ تَرَبُّعِهِ فِي الْأَظْهَرِ
Dan barang siapa tidak mampu duduk, maka diperkenankan sholat dengan tidur miring.

(وَمَنْ عَجَزَ عَنِ الْجُلُوْسِ صَلَّى مُضْطَجِعًا)
Jika tidak mampu tidur miring, maka diperkenankan sholat dengan terlentang di atas punggung dan kedua kaki menghadap kiblat.

فَإِنْ عَجَزَ عَنِ الْاِضْطِجَاعِ صَلَّى مُسْتَلْقِيًا عَلَى ظَهْرِهِ وَرِجْلَاهُ لِلْقِبْلَةِ
Jika tidak mampu melakukan semua itu, maka hendaknya ia memberi isyarah dengan mata dan niat di dalam hati.

فَإِنْ عَجَزَ عَنْ ذَلِكَ كُلِّهِ أَوْمَأَ بَطَرْفِهِ وَنَوَى بِقَلْبِهِ
Dan wajib baginya untuk menghadap kiblat dengan wajah dengan meletakkan sesuatu di bawah kepalanya dan memberi isyarah dengan kepala saat ruku’ dan sujud.

وَيَجِبُ عَلَيْهِ اسْتِقْبَالُهَا بِوَجْهِهِ بِوَضْعِ شَيْئٍ تَحْتَ رَأْسِهِ وَيُوْمِئُ بِرَأْسِهِ فِيْ رُكُوْعِهِ وَسُجُوْدِهِ
Jika tidak mampu memberi isyarah dengan kepala, maka hendaknya ia memberi isyarah dengan kedipan mata.

فَإِنْ عَجَزَ عَنِ الْإِيْمَاءِ بِرَأْسِهِ أَوْمَأَ بِأَجْفَانِهِ
Jika tidak mampu memberi isyarah dengan itu, maka ia harus menjalankan rukun-rukun sholat di dalam hati. Dan tidak diperkenankan meninggalkan sholat selama akalnya masih ada.

فَإِنْ عَجَزَ عَنِ الْإِيْمَاءِ بِهَا أَجْرَى أَرْكَانَ الصَّلَاةِ عَلَى قَلْبِهِ وَلَايَتْرُكُهَا مَا دَامَ عَقْلُهُ ثَابِتًا
Orang yang sholat dengan posisi duduk, maka ia tidak wajib mengqadala’ dan pahalanya tidak berkurang, karena sesungguhnya ia adalah orang memiliki udzur.

وَالْمُصَلِّيْ قَاعِدًا لَا قَضَاءَ عَلَيْهِ وَلَايَنْقُصُ أَجْرُهُ لِأَنَّهَ مَعْذُوْرٌ
Adapun sabda baginda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, “barang siapa melakukan sholat dengan posisi duduk, maka ia mendapatkan separuh pahala orang yang sholat dengan berdiri. Dan barang siapa melakukan sholat dengan tidur, maka ia mendapatkan separuh pahala orang yang sholat dengan duduk.” Maka di arahkan pada orang yang melakukan sholat sunnah dan ia dalam keadaan mampu.
وَأَمَّا قَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَلَّى قَاعِدًا فَلَهُ نِصْفُ أَجْرِ الْقَائِمِ وَمَنْ صَلَّى نَائِمًا فَلَهُ نِصْفُ أَجْرِ الْقَاعِدِ فَمَحْمُوْلٌ عَلَى النَّفْلِ عِنْدَ الْقُدْرَةِ .

(Sumber : Kitab Fathul Qorib)

Baca juga artikel kami lainnya :  Tugas Tugas Malaikat

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama