Allah telah menjadikan manusia di muka bumi ini sebagai khalifah yang mengatur semua apa isi dunia untuk kemakmuran dan kebahagian makhluk lainnya. Manusia sebagai makhluk yang diciptakan paling sempurna oleh Allah subahanhu wata’ala deibandingkan dengan makhluk-makhluk lainya, baik itu malaikat, syaitan, jin, dan mahkluk hidup lainnya seperti binatang. malaikat diciptakan oleh Allah untuk selalu taat kepada Allah dan tidak akan pernah mengingkarinya. Sedangkan syaitan diciptakan untuk mengingkari Allah dan menggoda manusia, tidak akan pernah taat dan tunduk kepada Allah. Binatang tidak mempunyai kehendak pada dirinya, semua bergerak sesuai dengan apa yang sudah diberikan Allah padanya. sedangkan jin Allah ciptakan untuk taat dan ingkar tapi kebanyakn mereka mengingkari perintah Allah. Dan manusia sendiri adalah mahluk yang dapat mengingakri Allah dan dapat juga menjadi sangat taat kepada Allah.
Namun di antara berbagai macam kemuliaan yang diberikan Allah kepada makhluk yang diciptakan manusia adalah mahkluk paling istimewa dan mulia. Manusia kadang-kadang dapat menjadi seorang malaikat yang sangat taat kepada Allah, tapi kadang-kadang juga bisa menjadi syaitan dengan kefujuran dan keingkaran yang dilakukannya kepada Allah.
Allah menciptakan semua bentuk dan keadaan seperti itu tidaklah berjalan begitu saja, tapi ia mempunyai makna dan tujuan penciptaan. Manusia sendiri adalah makhluk yang kompleks dalam dirinya, susah diprediksi, dan rumit untuk menilai. sebenarnya sangat mudah bagi Allah menjadikan semua makhluknya untuk tunduk kepadanya termasuk manusia. Tidak sulit untuk menjadikan manusia sebagai makhluk yang taat dan tunduk kepada Allah, tidak menentangnya dengan menyekutukannya dan lain sebagainya. Tapi Allah tidak menjadikan semua manusia menjadi taat agar menjadi ujian keimanan baginya. Karena Allah akan menyediakan syurga bagi mereka yang taat dan neraka bagi mereka yang ingkar.
Manusia telah diberikan akal dan nafsu untuk melakukan segala pertimbangan tindakan. Dengan akan yang diberikan Allah, manusia secara sederhana akan dapat membedakan antara yang baik dan buruk, perbuatan yang dilarang dan dianjurkan. Tapi kadang-kadang akal sehat untuk berpikir manusia sering dirasuki oleh hawa nafsu dan menjadikannya menjadi melenceng dari jalan yang Allah gariskan. Di sini kemudian manusia ditempa dengan keimanan agar antara akal dan nafsu dapat saling menopang dan menjadi sebuah kesatuan yang mengangungkan kalimah Allah di muka bumi. Kita tahu bahwa keimanan tidak hanya percaya saja, tapi keimanan adalah mengucapkan dengan bibir, mempercayai dengan hati, dan melakukannya dengan anggota tubuh yang ada.
Pada semua ajaran Islam, tidak ada yang bisa berlepas diri dari pengertian keimanan ini. Karena Islam adalah agama yang logis dan masuk akal, bukan agama kebatinan atau hanya praktek tanpa ada sebuah dasar dan panduan. Begitu juga dengan puasa yang dijalankan umat Islam pada Bulan Ramadhan, ia tidak hanya sekedar perbuatan jawarih(anggota badan) saja, tapi ia juga meliputi pengankuan dan pengimanan kepada puasa yang dijalankan. Orang yang berpuasa tidak berdasarkan pada keyakinan akan puasa tersebut sebagai sebuah kewajiban dari Allah dan mengharapkan keridhaannya, maka tidaklah puasa yang dilakukannya kecuali hanya ia menahan lapar dan haus saja. Begitu juga ia tidak cukup hanya menyakini puasa itu wajib dan perintah dari Allah, tapi ia juga harus menjalankannya dengan tidak makan dan minum pada siang hari Ramadhan mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Dan ia tidak cukup hanya dengan meyakini kemudian menjalankannya, tanpa disertai dengan niat untuk menjalankannya dari awal Ramdhan hingga dari hari-hari Ramadhan sebelum terbit fajar atau pada malam harinya.
Tanpa menyeimbangkan ketiga hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa puasa yang dijalankan seseorang tidak akan sempurna dan bahkan tidak ada gunanya sama sekali. Ini adalah ujian berat bagi kaum muslimin untuk menjalankannya, tapi jika mampu dengan sekuat tenaga melakukannya, maka ia akan mendapat predikat sebagai orang yang bertaqwa di sisi Allah, dan syurga sebagai balasannya. Namun sering yang menjadi ujian berat keimanan kaum muslimin adalah pada tataran praktek, padahal itu adalah perkara mudah untuk dilakukan, karena tidak seberapa dengan pekerjaan sia-sia yang kita lakukan.
Pada siang hari Ramadhan, kaum muslimin diberikan ujian keimanan untuk tidak makan dan minum. Tapi tidak banyak yang mampu menahan ujian ini, dengan berbagai alasan yang logis maupun tidak logis, mereka tetap makan pada siang hari Ramdhan. Di antara mereka ada yang beralasan bahwa saya pekerja kasar, kalau tidak makan dan minum, maka rizki atau nafkah untuk menghidupi keluarga tidak ada. Atau dengan alasan bahwa dia tidak bisa berpuasa karena sakit maag yang dideritanya. Dan banyak hal dan alasan untuk tidak berpuasa pada siang hari Ramadhan. Tentu jika alasan-alasan yang mereka buat tidak syar’ai, maka mereka telah mengingkari perintah Allah subahanahu wata’ala dan neraka adalah balasannya. Ujian juga bisa berupa tidak bisa menahan diri dari marah, mengumpat, menggunjing, mengadu domba dan berbagai macam perbuatan fawahis lainnya, walapun ia dalam keadaan berpuasa. Tapi tidaklah puasanya mendapatkan apa-apa kalau ia tidak bisa meninggalkan perbuatan tersebut kecuali hanya menahan lapar dan haus saja.
Begitu juga dengan ujian di malam hari, di mana malam-malam Ramdhan di isi dengan hal-hal yang sia-sia, tidak degan taqarrub dan ibadah kepada Allah. Alangkah baiknya jika malam-malam ramadhan dapat diisi dengan ibadah, sebagaimana yang dipraktekkan oleh ulama’-ulama’ terdahulu. Bagaimana dapat mencapai derajat taqwa kalau ibadah saja malas, shalat jama’ah tidak pernah, membaca al-Qur’an hanya dalam shalat saja, dan tarawih yang dilaksanakan setiap habis shalat isya’ diganti dengan menonton film, sinetron, talk show, konser, dan sebagainya.
Memang keimanan ada di dalam hati, tapi tidak cukup hanya percaya saja, ia harus ditampakkan dengan amal perbuatan yang nyata. Tidak cukup mempercayai shalat dengan hati saja, tapi tidak melaksanakan shalat. Tidak cukup mempercayai kewajiban puasa, tapi tidak melaksanakan puasa, dan sebagainya. Pada masalah ibadah yang wajibkan dan dianjurkan orang harus memperlihatkannya di depan khalayak ramai agar menjadi sebuah syi’ar bagi ummat Islam. Tentu dengan tetap menata hati dan ucapan agar terhindar dari riya’dan sum’ah.
Oleh karena itu, Ramadhan terus berjalan dan melewati kita, tapi jangan sampai terlewatkan dengan tanpa melakukan ibadah dan perbuatan baik lainnya. Semakin hari harus menunjukkan peningkatan ibadah, karena kita tidak tahu apakah Ramadhan yang akan datang dapat bertemu atau tidak?. Bulan Ramadhan ini adalah bulan yang sangat baik untuk menata semuanya, baik hati, akal, dan anggota badan agar kita menjadi orang yang bertaqwa. Kalau tidak memulai dari sekarang, maka tidak ada waktu paling baik lagi untuk memperbaiki diri dan keimanan kita kepada Allah subhannauhu wata’la.
Semoga kita dapat memanfaatkan Ramadhan dengan sebaik mungkin dan dapat menata keimanan kita, agar ujian-ujian keimanan dapat kita lewati dengan predikat sukses dan menjadikan kita sebagai manusia yang terbebas dari dosa dan terhindar dari api neraka.Wallahu ‘A’lam bi al-sawab
Posting Komentar