Kedatangan Bulan Ramadhan memebrikan berkah bagi manusia, termasuk yang paling menonjol saat ini adalah mereka yang bergelut dalam bidang teknologi informasi, seperti televisi, radio, dan lain yang sejenisnya. Berbagai macam acara disuguhkan untuk memeriahkan hari-hari Ramadhan dan memberikan hiburan bagi mereka yang berpuasa. Dengan harapan Bulan ramadhan tidak diisi dengan hanya tidur saja, tapi dengan aktivitas bermanfaat seperti menonton televisi. Oleh karena itu, insan pertelevisian pun menyuguhkan acara-acara yang berkaitan dengan Ramdhan, baik ceramah, talk show, lawakan, hiburan, berita, dan lain sebagainya.
Apa yang mereka niatkan sangat baik dan bagus, di samping memberikan pengetahuan bagi masyarakat yang awwam dan tidak sempat untuk menghadiri majlis-majlis ilmu secara langsung, melalui televisi dapat disaksikan dan berinteraksi secara langsung. Namun kenyataannya tidak semua televisi memberikan tayangan ceramah-ceramah agama yang bernuansa majlis ilmu, di mana di dalamnya ilmu-ilmu diperdengarkan agar masyakat paham akan agamanya sendiri, tapi yang terlihat adalah sebaliknya, esensi dari majlis ilmu kalah dengan hal-hal lain yang tidak esensi dan cenderung pada pelanggaran syari’at.
Ceramah-ceramah keagamaan begitu sangat sedikit, seolah-olah ceramah agama adalah sebagai selingan untuk acara-acara hiburan yang tidak berguna sama sekali. Lihat saja bagaimana acara-acara ceramah Ramadhan yang dikemas mewah dan dahsyat. tidak banyak ceramah agamanya yang diperlihatkan, lebih banyak acara musik yang dianggap islami, tapi dengan esensi yang sama. Tema-tema nyanyian sedikit sekali yang bertemakan Ramadhan, semuanya tentang cinta, hanya pakaian saja yang sedikit ditutupi, sehingga menyerupai islami. Dalam keadaan seperti ini, tidak akan pernah berguna sebuah ceramah agama, karena tidak ada nuansa majlis ilmu tapi lebih bernuansa konser dan permainan saja. Padahal banyak ulama’ yang menyatakan bahwa, tidaklah nyanyian kecuali akan mengeraskan hati seseorang, sedangkan ilmu akan menjinakkan dan melembutkan hati seseorang. Jadi tidak mungkin dua hal yang berbeda akan berada pada satu waktu dan tempat yang sama. Di satu sisi ingin melembutkan hati dengan ilmu, tapi di sisi yang lain dikeraskan dengan nyanyian-nyanyian yang tidak bermanfaat.
Jika dilihat dari audiens yang meliaht dan mendengar, bagi mereka yang menonton di televisi mungkin baik-baik saja, tapi mereka yang menonton secara live (langsung) berbaur jadi satu antara laki-laki dan perempuan. Ini secara etika pergaulan dalam Islam sudah tidak dibenarkan dan melanggar syari’at Islam. Apalagi mereka yang menonton menggunakan pakaian yang tidak menutup aurat, sehingga yang terlihat adalah sebuah pergelaran musik dan bukan pergelaran acara dakwah. Tidak dapat disangkal bahwa, bagaimanapun dalam keadaan seperti ini pesan kebaikan dan dakwah tidak akan pernah sampai pada orang yang melihat dan mendengarkan. Orang akan lebih terlena dengan permainan musik dan suara hiruk pikuk penonton yang berjoget dan menikmati alunan musik.
Tapi sebagian orang ada yang beralasan bahwa dengan acara ini paling tidak orang yang hadir akan tahu sedikit tentang agama dan keutaman Bulan Ramadhan. Memang bisa saja, tapi tidak akan pernah seseorang mendapatkan hidayah di tempat yang isinya lebih banyak mengeraskan hati seseorang. Ada dua hal yang dapat merugikan dan tidak memberikan manfaat sama sekali. Pertama adalah materi agama yang diceramahkan hanya sebagai sebuah selingan, itu tanpa disadari karena kebanyakan waktu habis untuk musik, dan orang tidak mendengarkan dan meresapi isi dari ceramah agama. Kedua orang yang betul-betul ingin mendengarkan ceramah agama, karena mengidolakan pencermaah yang hadir ikut terlena dengan penonton yang hadir dan hanya menikmati musik saja. Mereka berbaur jadi satu dan ikhtilat pun terjadi, ceramah agama pun tidak akan pernah didengarkan pada saat yang demikian.
Memang aneh acara seperti ini, mungkin hanya di Indoensia bisa dilakukan acara-acara seperti ini. Lebih mengherankan adalah tidak adanya penolakan dari mereka yang melakukan ceramah agama dengan situasi seerti itu. Padahal mereka seyogyanya dapat memperbaiki perilaku dan akhlak anak bangsa. Saya kira mereka yang membuat acara mempunyai kepentingan yang sangat besar kepada penceramah untuk mengisi hari-hari ramadhan, jika mereka memberikan masukan kepada yang menyelenggarakan pasti akan diterima, tapi mereka hanya ikut-ikutan saja dengan skenario dari penyelenggara walapun acara banyak bertentangan dengan pesan moral dari Islam dalam Bulan Ramadhan. Bahkan beberapa di antara mereka kemudian ikut-ikutan menjadi penyanyi dan dakwahnya lebih banyak disisi dengan nyanyian ketimbang ayat-ayat Allah yang mulia. Karena pesan agama semuanya ada pada al-Qur’an, hanya saja tidak pernah disampaikan atau diperdengarkan dengan maksimal. Sehingga perilaku seperti ini paling tidak mencemarkan citra dari para ulama’ lain yang betul-betul ingin mensyi’arkan agama Allah.
Oleh karena itu, kita sebagai muslim yang menginginkan Agama Islam ini menjadi agama yang rahmatan lil ‘alamin harus berusaha menampakkan citra Islam sebagaimana Rasulullah telah mengajarkannya, dan tidak mencampur adukkannya dengan hal-hal yang bathil. Media untuk menyampaikan pesan Islam di Bulan Ramadhan sangat diperlukan untuk saat ini, tapi bagaimana media-media tersebut bisa dipergunakan dengan dan mungkin menjadi jalan terbaik bagi mereka yang tidak sempat atau malu untuk belajar agama. Namun perlu diperhatikan asas-asas dalam Islam, dan tidak keluar dari apa yang telah diajarkan oleh Islam. Dan akan sangat baik bila hal-hal yang termasuk dalam perbuatan sia-sai tersebut dapat digiring pada pemahaman kepada Islam yang lebih baik.
Televisi akan menjadi media sangat baik untuk dakwah Islam saat ini, ia bahkan dapat menembus batas ruang dan waktu. Jika dimanfaatkan degan baik, maka pesan Islam akan dapat disaksikan oleh berjuta-juta orang. tinggal kita sebagai orang Islam yang dapat melakukannya, sehingga kita tidak hanya sekedar ikut-ikutan saja dengan propaganda orang lain yang ingin menjatuhkan islam. Sangat benar apa yang disampaikan Rasulullah bahwa suatu saat keimanan seseorang semakin hari semakin menipis, ia ikut saja dengan apa yang dilakukan oleh orang di luar Islam, walapun mereka digiring ke lubang biawak (hujra dhabbin). atau umat ini semakin hari semakin menipis keimanannya, jumlahnya banyak tapi tidak mempunyai kekuatan sama sekali, seperti buih di lautan, kemana saja ombak menghempas, ia ikut saja.
Mudah-mudahan tentunya kita bisa mengangunggkan Islam dan memuliakannya, sehingga Islam tidak hanya sekedar nama dan prakteknya kosong. Wallhu ‘A’lam bi al-Shawab.
Posting Komentar