PAI DI PTU SEBUAH MASALAH, KRITIK DAN SOLUSI


Pendidikan Islam permasahannya saat ini sangat kompleks di berbagai bidang, tidak hanya pada lembaga keagamaan, di lembaga umum pun semakin parah. Tidak ada identitas yang jelas, sehingga membuat Pendidikan Islam juga semakin kabur dalam memahaminya. Pada kasus ini, Pendidikan Islam di perguruan tinggi umum saat ini masih menjadi sebuah kritikan dan sikap pesimisme untuk bisa memberikan pengetahuan yang baik bagi mahasiswa/  mahasiswi. Ini terlihat dari efek yang tidak berpengaruh besar terhadap mereka dalam menjalankan nilai-nilai Islam dalam diri mereka sendiri, apalagi secara kelembagaan.
Permasalahan yang sangat menonjol di perguruan tinggi umum adalah tidak adanya aturan yang jelas pengintegrasian nilai-nilai Islami dalam tataran kebijakan maupun kurikulum, walapun semua yang membuat kebijakan kebanyakan beragama Islam. Taruh saja, hal kecil yang mungkin menjadi tolak ukur di perguruan tinggi umum adalah masalah-masalah syari’at yang banyak diabaikan oleh mereka. Sebagai contoh adalah shalat, padahal ini menjadi ukuran seorang muslim dalam hubungannya dia dengan Allah Subhanahu wata’la dan hubungannya dengan manusia. Padahal mereka diajarkan hal-hal yang menjadi kewajiban dan beban syari’at seperti shalat, tapi itu dianggap sebagai sebuah beban, walapun hanya membutuhkan waktu sangat sedikit sekali untuk menyelesaikannya, tidak lebih dari sepuluh menit dari persiapan sampai selesai shalat. Tapi sangat susah untuk dilaksanakan, apalagi akan sampai pada shalat tepat waktu.
Atau di luar itu seperti pergaulan bebas antara para mahasiswa dan mahasiswi, walapun mereka sudah mendapatkan pengetahuan pendidikan Agama Islam di kuliah, tapi tidak memberikan hasil yang signifikan. Bahkan ada di antara mereka para dosen yang mengharuskan bagi mahasiswi untuk berbusana muslimah saat perkulihan, tapi itu kemudian dianggap sebagai bagian kewajiban perkuliahan saja, dan tidak menjadi sebuah perilaku dalam keseharian. Atau paling tidak, berpakaian sopan dan dapat menjaga perilaku dan tidak melanggar syari’at.
Kemudian, mereka  orang tua mahasiswa/mahasiswi yang sangat khawatir dengan pergaulan anak-anak mereka,  sebagai sebuah tindakan preventif, mereka lebih baik menyekolahkan anak-anak mereka di perguruan tinggi Agama Islam, yang walapun secara kualitas lebih rendah dari perguruan tinggi umum.
Atau permasalahannya adalah, tidak hanya sekedar tidak mendapatkan pendidikan Agama Islam yang baik, tapi mereka mendapatkan pendidikan agama yang lumayan dan bahkan sangat baik. Tapi mereka mendapatkannya bukan dari dosen mata kuliah pendidikan Agama Islam, tapi dari organisasi keagamaan mahasiswa dalam bentuk halaqah-halaqah pengajian. Dalam beberapa kasus kemudian mereka yang mendapatkan Pendidikan Islam melalui halaqah-halaqah, menjadikan mereka sebagai penganut Islam yang sedikit agak “keras” atau radikal. Dan dalam beberapa deretan target orang yang melakukan bom bunuh diri, kebayakan dari mereka di perguruan tinggi umum yang mengikuti halaqah-halaqah tertentu.
Oleh karena itu, banyak hal yang menjadi permasalahan pendidikan Agama Islam di perguruan tinggi umum, tapi itulah yang sangat menonjol, terutama berkaitan dengan masalah pergaulan bebas di antara mahasiswa/mahaiswi yang seolah-oleh pendidikan agama Islam tidak mempunyai arti sama sekali. Padahal pemerintah mempunyai kepentingan yang sangat besar akan perbaikan perilaku pemuda dan pemudi saat ini, yang sudah diambang menghawatirkan.
Atau seperti yang dilaporkan bahwa Indonesia saat ini menjadi negara paling tertinggi mengunduh video-video porno yang mereka lakukan sendiri dengan kamera handphone, menyalip India yang sebelumnya menjadi pengunduh tertinggi. Perilaku itu semua dilakukan oleh anak-anak muda dan kebayakan dari mereka adalah anak-anak mahasiswa.
Maka ini menjadi permasalahan besar yang orang tua mahasiwa/mahasiswi, terutama di perguruan tinggi umum. Jika pendidikan Agama Islam dapat diperbaiki dan dikelola dengan baik, maka akan memberikan pengaruh yang baik bagi mahasiswa/mahasiswi dan meminimalkan perilaku-perilaku amoral tersebut.

Pendidkan Islam memilki peran penting dalam pembentukan karakter seseorang, terutama mahasiswa/mahasiwi di perguruan tinggi umum. Pendidikan Islam di perguruan tinggi umum diharapkan mampu mengimbangi ketidaktahuan dan ketidakpahaman mahasiswa/mahasiswi akan Islam sendiri. Terutama dalam tataran praktis seperti syar’at dan bukan pada tataran aplikatif yang membutuhkan daya nalar dan dalil yang baik sebagaimana pada perguruan tinggi Agama Islam lainnya. Kalaupun sampai pada tataran aplikatif, itu dapat dilakukan di luar perkuliahan, ini melihat latar belakang mahasiswa dan mahasiswi yang beragam pengetahuan mereka tentang Islam sendiri.
Paling sederhana adalah pendidikan Islam ke depan pada perguruan tinggi umum mampu menjadi penyeimbang pemahaman yang dapat diperlihatkan dalam perilaku sehari-hari dalam konteks syari’at, seperti shalat dan puasa atau membaca al-Qur’an. Dan dapat memberikan pemahaman yang menyeluruh kepada mahasiswa/mahasiswi perguruan tinggi agama akan Islam secara utuh, tidak setengah-tengah yang membuat mereka menjadi terlalu meremehkan Islam atau terlalu berlebihan akan Islam itu sendiri.
Atau Pendidikan Islam di perguruan tinggi umum dapat sebagai pemenuhan atas kekurangan pendidikan agama yang mereka dapatkan sebelumnya. Sehingga pendidikan akan menjadi sebagai bagian penting dalam perguruan tinggi umum dan tidak hanya sekedar pemenuhan kurikulum saja. Di mana mahasiswa/ mahasiswi belajar pendidikan agama Islam hanya sebagai pengetahuan saja dan bukan menjadi sebuah keahlian, seperti mata kuliah lainnya. Dan sistem penilaiannya pun mungkin dapat dibedakan dengan mata kuliah lainnya, di mana etika dan akhlak bisa menjadi bagain terpenting penilaian dan berkelanjutan.

Sebenarnya pendidikan Islam di perguruan tinggi umum saat ini masih belum maksimal, di samping karena kehetrogenan mahasiswa /mahasiswinya dan dengan tingkat pengetahuan agama yang berbeda-beda. Maka pada dasarnya harus juga dilakukan pendekatan yang berbeda kepada mereka. Kecuali beberapa formulasi yang dianggap bisa digeneralisasi, seperti shalat dan puasa pada tataran praktek. Tapi seperti membaca al-Qur’an tidak dapat digeneralisasi, karena kemampuan mahasiswa dan mahasiswi berbeda-beda, maka pendekatan yang dilakukan pun berbeda-beda.
Pendidikan Islam sendiri permasahan shalat dan puasa bukan menjadi permasahan satu-satunya. Tapi di sini paling tidak menjadi sebuah indikator paling rendah adalah shalat itu sendiri. Namun dalam memberikan gambaran tentang shalat maupun yang lainnya bagi mereka yang masih awwam akan agama, tidak dengan melakukan pendekatan halal dan haram. Karena secara praktis, mereka belum tahu akan halal haram dalam agama. Diperlukan pemahaman tentang kenapa orang harus berIslam dan mempraktekkan ajaran-ajaran Agama Islam. Sambil memperkenalkan kepada mereka tentang praktek ajaran-ajaran Islam. Tapi terlebih dahulu adalah memperkenalkan danmenyadarkan diri mereka akan Islam, sehingga ada nilai dalam diri mereka yang dapat diinternalisasikan. Jika mereka sudah memahami, maka akan sangat mudah untuk mengajak mereka ke arah yang lebih kompleks.
Di sini diperlukan perubahan mindset terlebih dahulu oleh seorang dosen agar mahasiswa/mahasiswi mempunyai arah pemahaman yang sama akan apa yang dipelajari dalam Pendidikan Agama Islam, sehingga paling tidak membuat mereka sadar akan apa yang dipelajari, sehingga mahasiswa/mahasiswi dapat memperkirakan tingkat kemampuan mereka akan Pendidikan Agama Islam yang dipelajari.
Selanjutnyaadalah Perbaikan pola pengajaran Pendidikan Islam. Di sini seorang dosen Pendidikan Agama Islam di perguruan tinggi agama harus mampu menampilkan berbagai varian model pengajaran Pendidikan Agama Islam kepada mahasiswa/mahasiswi, karena melihat keheterogenan pengetahuan mereka akan Agama Islam.
Dengan itu, mereka tidak akan ada yang merasa terlalu tertinggal dengan materi Pendidikan Agama Islam, atau mereka merasa bosan dengan materi yang terlalu dasar dari apa yang dijelaskan oleh dosen. Karena kita tahu sendiri, dari kalangan santri juga banyak yang menuntut ilmu di perguruan tinggi agama, sehingga kemampuan mereka akan agama juga telah memumpuni. Jika yang diajarkan adalah hal-hal dasar yang sudah mereka sangat pahami, tentu akan bosan dan atau mungkin menganggap diri lebih bisa dari dosen itu sendiri.
Oleh karena itu, diperlukan dosen yang mempunyai kompeten yang baik. Tidak hanya sekedar tahu sedikit tentang agama atau hanya mampu membaca al-Qur’an. Sehingga beban dosen Pendidikan Agama Islam di perguruan tinggi agama sebenarnya lebih berat ketimbang mereka yang mengajar di perguruan tinggi Agama Islam sendiri.
Sehingga pengajaran agama tidak hanya sekedar pengetahuan tentang shalat, puasa, zakat, haji dan lain-lain. Tapi pendidikan agama lebih komplek dari permasahan tersebut. Ini tentu dengan melihat dan memandang kemampuna dari mahasiswa/mahasiswi sendiri dan kebutuhan akan nilai-nilai pendidikan Agama Islam yang ingin dikembangkan untuk saat ini.
Yang tidak kalah penting adalah Perubahan kebijakan pendidikan agama Islam, baik dari departemen yang membuat kebijakan terttinggi, sampai pada tataran kebijakan di tingkat rektorat perguruan tinggi umum.
Kebijakan dapat berupa mata kuliah Pendidikan Islam sendiri atau berkaitan dengan alpkasi waktu dan dana untuk pengembangan Pendidikan Agama Islam. karena untuk memenuhi kebutuhan internalisasi agama mahasiswa/mahasiswi diperlukan pendekatan yang berbeda dan tidak hanya sekedar di dalam ruang kuliah. Mungkin diperlukan kuliah tamu dari pakar tertentu, atau melakukan studi banding atau kegiatan-kegiatan keagamaan yang dapat merangsang mreka untuk memahami Islam lebih baik. Tingkat lembaga lah yang memerlukan mereka pada tahap awal, sehingga diperlukan anggaran untuk mendukung kegiatan.
Tapi berkaitan dengan masalah yang menjadi pokok permasalahan, maka di sini tentu dibutuhkan dosen-dosen yang tidak hanya sekedar mempunyai pengetahuan pada tataran teoritis saja, atau mempunyai pengetahuan yang tidak konferehensif.

Memang seperti ini tidak hanya pada perguruan tinggi umum saja, di beberapa perguruan tinggi Islam ada beberapa yang masih belum bisa melakukannya. Tapi tidak sebannyak dan semerata perguruan tinggi umum.
Untuk bisa keluar dari masalah-masalah yang dihadapi oleh perguruan tinggi umum ini, maka ada beberapa aspek yang harus diperbaiki agar pendidikan Islam dapat berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan. Antara lain; pertama, mengganti dosen-dosen PAI dengan yang lebih kompeten. Dosen yang kompeten menjadi bagian yang sangat penting dalam pengajaran Pendidikan Islam di perguruan tinggi umum. Dosen Pendidikan Agama Islam di perguruan tinggi harus mampu memberikan materi Agama Islam sesuai dengan porsi dan pengetahuan mahasiswa/mahasiswi akan Islam sendiri. oleh karena itu, materi diberikan dengan tidak mengenarilisasi mahasiswa, mereka harus dipisahkan sesuai dengan pengetahuan mereka, mulai dari yang elementer sampai pada tingkat pengetahuan yang lebih baik. karena dalam agama sendiri diberikan aturan akan hal itu “ khatibu al-Nas ‘ala Qadri Uqulihim” (sampaikan sesuatu sesuai dengan kadar akal manusia itu sendiri).
Kedua; sebagai sebuah upaya pembinaan melalui pembiasan maka dosen Pendidikan Agama Islam perlu Mewajibkan mahasiswa/mahasiswi  menggunkan busana muslim saat mata kuliah Pendidikan Agama Islam. hal ini perlu dilakukan karena sebagai sebuah upaya perubahan sikap dari mahasiswa/mahasiswi, sehingga tidak hanya sekedar belajar saja. ini juga sebagai sebuah aplikasi proses pembelajaran dengan praktik karena dikatakan, “apa yang saya dengar maka saya lupa, dan apa yang saya lihat maka saya paham, dan apa yang saya lakukan maka saya mengerti”. Ini mengisyaraktkan bahwa untuk melakukan sebuah internalisasi nilai Pendidikan Agama Islam itu sendiri dengan langsung mempraktekkan secara langsung, walapun itu hanya sebatas pada mata kuliah Pendidikan Agama Islam. akan lebih lebih baik melakukannya walapun sedikit ketimbang tidak melakukan sama sekali. Pada tahap ini tidak perlu pengetahuan Islam dengan sangat kompleks sampai pada dalilnya, cukup mereka mengikuti dan nyaman dengan apa yang mereka pelajari dan lakukan. Sedangkan dalil bisa dibelakangkan, cukup bagi mereka walapun hanya sebatas taklid.
Ketiga; untuk lebih meratanya pemahaman mahasiswa/mahasiswi pada mata kuliah Pendidikan Agama Islam maka perlu dilakukan pemilahan mahasiswa sesuai dengan tingkat pengetahuan mereka. Memang pekerjaan ini sangat sulit, apalagi dengan jumlah mahasiswa yang sangat besar, tapi agar pemahaman mahasiswa tidak tumpang tindih, maka harus dilakukan. Karena mahasiswa di perguruan tinggi umum tidak semuanya mempunyai latar belakang agama yang baik, dan bahkan mungkin ada di antara mereka yang tidak tahu agama sama sekali. Sehingga tidak mungkin mereka disatukan dengan mahasiswa yang sudah mempunyai dasar. Karena bisa ada dua kemungkinan yang terjadi, yaitu tidak dapat dicerna oleh mereka yang tidak mempunyai dasar atau tidak menarik bagi mereka yang sudah mempunyai dasar keagamaan yang baik dan ini akan memberikan citra yang tidak baik bagi dosen pendidikan agama Islam, karena dianggap pengetahuannya hanya sampai di situ saja.
Pemilahan ini tentu dilakukan ditingkat prodi, karena mereka yang tahu jumlah mahasiswa saat penjaringan masuk. Setelah itu dapat ditangani oleh lembaga tertentu yang dapat mengatur dan menjadwalkannya dengan baik sesuai dengan kebutuhan mahasiswa akan Pendidikan Agama Islam. Dan akan lebih baik lagi jika mereka yang sudah mempunyai pengetahuan agama yang baik diberdayakan, dan ini akan dapat mengurangi beban dosen yang dibutuhkan untuk mengajar. Porsinya dapat disesuaikan dan dibatasi pada materi-materi tertentu, seperti membaca al-qur’an atau belajar gerakan shalat.
Keempat; Membuat materi sendiri oleh dosen sesuai dengan tingkat pemahaman mahasiswa akan Pendidikan Agama Islam sendiri. ini adalah rentetan langkah yang harus dilakukan di atas, karena mahasiswa sudah dibagi sesuai dengan pengetahuan mereka, maka dosen harus menyesuaikan materi dengan pengetahuan mereka, sehingga tidak mungkin melakukan generalisasi materi pada tingkat perguruan tinggi umum untuk mata kulian Pendidikan Agama Islam, karena melihat perbedaan pengetahuan mereka tersebut.
Mahasiswa pada tingkat dasar, maka cukup diberikan materi-materi yang ringan saja. yang tepenting adalah memberikan pemahaman kepada mereka bahwa beragama bukan menjadi sebuah beban dan Islam tidak datang dengan ajaran yang memberatkan ummatnya. Dan memberikan keyakinan akan ajaran agama Islam sendiri, tidak apa-apa yang sebatas tahu dan ikut-ikutan saja, asal yakin terlebih dahulu.
Atau pada tingkat perguruan tinggi yang belum melakukan pemilahan mahasiswa juga tidak bisa dilakukan generalisasi, karena harus menyesuaikan materi dengan pemahaman mahasiswa yang sudah tahu dan mereka yang tidak tahu sama sekali. Dan ini dituntut kemampuan dosen untuk membuat dan merancang materi sendiri, dan tidak hanya sekedar mencontek dari perguruan tinggi lain.
Kelima; yang tidak kalah penting adalah bagi perguruan tinggi yang mempunyai sumber daya dosen yang tidak memadai perlu melakukan pembinaan kepada mahasiswa/mahasiswi yang mempunyai pengetahuan agama yang baik. tujuan dilakukannya pembinaan, agar mereka yang mempunyai pengetahuan yang baik sebelum masuk perguruan tinggi dapat terus terjaga pengetahuan dan amal Islaminya. Sehingga tidak terpengaruh oleh kehidupan kampus yang tidak baik, karena pengetahuan yang mereka punya dihargai dan dimanfatkan dengan baik. di samping itu juga dapat menyuplai tenaga yang kurang dengan kompleksitas pengetahuan mahasiswa/mahasiswi itu sendiri.

Perubahan pola pembelajaran pendidikan agama Islam di perguruan tinggi umum perlu dilakukan untuk lebih bermutu dan kebermanfaatan pendidikan agama Islam bagi mahasiswa/mahasiswi. Ada beberapa kebijakan yang perlu dilakukan, baik pada tingkat regulator kebijakan atau pada tingkat aplikasi di perguruan tinggi sendiri dan dosen. Antara lain:

Regulasi tenaga dosen Pendidikan Agama Islam diperbanyak
Mata kuliah Pendidikan Agama Islam adalah mata kuliah yang lintas jurusan, ia harus dipelajari pada semua jurusan dan prodi, maka dibutuhkan dosen Pendidikan Agama Islam yang banyak. Apalagi untuk perguruan tinggi umum, dengan jumlah mahasiswa sampai ribuan orang, maka tidak mungkin hanya mengandalkan dosen Pendidikan Agama Islam beberapa orang saja. padahal pada mata kuliah lain, satu mata kuliah bisa dipegang oleh dua orang dosen, sedangkan untuk Pendidikan Agama Islam sendiri hanya oleh satu orang dan dengan jumlah kelas yang sangat besar. Ini tidak mungkin dapat tercapai mutu yang baik pada mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Oleh karena itu, perlu sebuah regulasi dan aturan dari pemerintah dan pada tingkat perguruan tinggi untuk pengampu dosen Pendidikan Agama Islam. membuat regulasi batasan minimal mahasiswa dengan ketersediaan dosen Pendidikan Agama Islam agar dapat tercapai mutu yang baik, tidak hanya sekedar pemenuhan mata kuliah saja, seperti yang terlihat selama ini. Regulasi tidak hanya berlaku pada perguruan tinggi umum negeri saja, tapi swasta juga diberlakukan.

Regulasi jam kuliah pendidikan agama Islam diperbaiki
Pada tingkat perguruan tinggi perlu dilakukan perbaikan waktu untuk mata kuliah Pendidikan Agama Islam. karena selama ini banyak berlangsung mata kuliah Pendidikan Agama Islam dengan model seminar dan pengajian umum dengan jumlah mahasiswa yang sangat banyak sekali dalam satu ruangan. Dengan keadaan seperti ini sangat tidak memungkinkan Pendidikan Agama Islam dapat bermutu baik dan memberikan pengaruh pada mahasiswa, baik secara pengetahuan apalagi pada tingkat aplikasi.
Mata kuliah Pendidikan Agama Islam harus diposisikan juga seperti mata kuliah lainnya. Tidak dijadikan sebagai pelengkap saja, sehingga waktu perkuliahan juga harus sama, tidak pada waktu-waktu tertentu di luar mata kuliah yang lain, sehingga terkesan tidak penting.

Kurikulum Pendidikan Islam perlu perubahan dan tidak terikat oleh satu bahan ajar saja.
Karena perguruan tinggi adalah lembaga yang tidak terikat oleh regulasi pemerintah pada aspek-aspek tertentu, maka perguruan tinggi umum harus mampu membuat kurikulum sendiri dan dosen sendiri yang mengembangkannya dalam proses perkuliahan.
Mungkin selama ini dosen Agama Islam pada perguruan tinggi umum masih terikat dan tergantung oleh bahan ajar dari pemerintah atau standar perguruan tinggi umum lainnya, padahal keheterogenan mahasiswa/ mahasiswi tidak mungkin akan dilakukan penyamaan pengetahuan kepada mereka. Sehingga perguruan tinggi perlu melakukan aturan dan membaut sendiri jenjang-jenjang pengetahuan untuk bahan mata kuliah sesuai dengan pemetaan pengatahuan mahasiswa. Tapi tentu harus dilakukan terlebih dahulu pemilahan akan pengetahuan mahasiswa itu sendiri.

Kebijakan pemerintah berkaitan Pendidikan Agama Islam di perguruan tinggi umum.
Yang tidak kalah penting adalah kebijakan pemerintah akan mata kuliah Pendidikan Agama Islam sendiri. karena kalau berlandaskan item-item pancasila, maka memberikan prioritas pada mata kuliah pendidikan agama Islam akan memberikan keuntungan bagi pemerintah sendiri. permasalahan dekadensi moral anak muda menjadi permasahann besar negara ini. Maka dengan mengoptimalkan Pendidikan Agama Islam, akan dapat menimalisir penyelewengan-penyelewengan di kalangan anak muda. Seperti, minuman keras, berjudi, konsumsi narkoba, pergaulan bebas, dan yang tidak kalah penting adalah korupsi.
Pemerintah sudah memberikan ruang yang sangat besar pada pendidikan karakter, tapi itu hanya sebatas wacana. Karena pendidikan karakter tidak mempunyai landasan yang kuat bagi individu-individu. Sehingga akan sangat sedikit kemungkinan bisa dapat mencegah tindakan-tindakan amoral yang selama ini menjadi isu.
Akan sangat baik jika pemerintah memaksimalkan Pendidikan Agama Islam di perguruan tinggi. Karena agama sendiri mempunyai landasan yang kuat untuk membentuk keyakinan dan kepribadian individu. Apalagi materi pendidikan karakter sudah tercakup semua pada Pendidikan Agama Islam, pada konteks akhlak dan etika. Oleh karena itu, tinggal melakukan penekanan pada aspek tertentu saja pada tingkatan pengetahuan mahsiswa sendiri, sebagaimana yang harus dilakukan pada tahap awal.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama