PENGEMIS RAMADHAN


Sudah menjadi lumrah saat ramadhan tiba, di beberapa pojok tempat banyak gerombolan pengemis yang mengais rezki dari orang-orang yang berpuasa. Ada yang di masjid, tempat pengajian, perempatan jalan, lampu merah, komplek rumah, terminal, bus, dan lain sebagainya. Keberkahan ramahdan membawa mereka mempunyai pikiran bahwa orang-orang akan banyak bersedakedah di Bulan Ramadhan. Tidak hanya sekedar mengulurkan tangan untuk mendapatkan beberapa rupiah saja, tapi beberapa bungkus makanan yang dapat dimakan untuk hari ini.
Mereka yang mengais rizki dari meminta ini tidak hanya orang tua yang sudah udzur, tapi mereka yang masih sangat muda juga ikut mengemis. Anak-anak kecil menegadahkan tangannya ke setiap orang yang lalu lalang di jalanan dengan mimik sedikit menyedihkan agar membuat orang yang melewatinya terharu dan iba. “Pak..bu…minta!”, itulah suara-suara yang sering terdengar dari mereka. Tapi memang tidak dapat dipungkiri juga akan usia mereka yang masih sangat kecil, saat sudah mendapatkan uang dari orang, mereka berlarian bersama teman-teman yang lainnya kegirangan atau secepatnya meninggalkan orang yang memberikan uang. Begitu juga dengan ibu-ibu yang turut serta membawa anak-anak kecil yang masih bayi, dengan pakaian compang camping menggendong atau menuntun anak kecil, dengan nada yang sudah teratur dan diatur meminta-minta belas kasihan dari setiap orang yang ditemui.  Ia berusaha menampakkan bahwa sangat butuh bantuan dan sangat miskin, sehingga orang yang ingin bersedekah dapat memberikan lebih banyak uang.
Mereka yang meminta-minta di jalanan ini atau di mana saja pada setiap ramadhan biasanya tidak pernah terlihat satu atau dua orang saja. Mereka selalu berada dalam kelompok-kelompok dengan berbagai model cara meminta dan bentuk kemiskinan yang mereka tampakkan. Mulai dari laki-laki tua sampai pada anak-anak yang masih kecil. Seolah-oleh mereka adalah satu keluarga atau dikoordinir oleh beberapa orang yang ingin mengambil keuntungan pada moment Bulan Ramadhan. Mereka datang ke kota-kota dengan harapan mendapatkan uang mengemis lebih banyak.
Keberadaan mereka memberikan rasa prihatin dan iba bagi sebagian orang, sehingga ada yang tidak tanggung-tanggung memberikan uang lebih banyak. Melihat keyataan yang ada, hampir setiap orang yang memberikan uang mengemis paling kurang Rp. 500 dan lebih banyak Rp. 1000. Jika jumlah tersebut dikalkulasikan dengan jumlah orang yang memberikan setiap hari, hanya 10 orang saja yang memberikan, mereka sudah mendapatkan Rp.10000, ini jumlah yang sangat fantastis bila sekian orang setiap hari dan sekian ratus pada setiap bulannya. Jika mereka dikoordinir oleh beberapa orang, berapa keuntungan yang didapatkan oleh oknum. Namun jika mereka sendiri yang beroperasi, maka dapat dibanyangkan dalam satu tahun saja, mereka sudah menjadi jutawan. Penghasilan yang cukup menggiurkan untuk dilakukan dalam paruh waktu atau sepanjang waktu sebagai pekerjaan.
Kalau ditanya siapa yang bertanggungjawab atas mereka, tentu pemerintah jawabannya. karena pemerintah sendiri yang dapat mengatur dan mengeluarkan kebijakan terhadap mereka, selanjutnya adalah keluarga mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anak mereka yang meminta-minta atau dipekerjaankan untuk meminta-minta.
keberadaan mereka yang semakin banyak di bulan puasa tidak bisa disalahkan sepenuhnya, karena mereka menginginkan rizki lebih banyak untuk didapatkan bagi keluarganya. Agar bisa berlebaran dengan lebih baik di kampung halaman. Dan mereka yang memberikan tentunya untuk mendapatkan pahala lebih banyak di bulan puasa dengan berbagi kepada sesama yang kurang mampu dan tidak mempunyai harta benda. sehingga memberikan orang yang meminta-minta adalah pahala, tanpa harus mempertanyakan mereka, apakah dikoordinir atau menjadi pekerjaan?.
Setiap individu ingin mempunyai kehidupan yang layak dan terhormat, bila setiap kaum muslimin meresapi akan perilaku Nabi dan para sahabat begitu juga para ulama’-ulama’ terdahulu, maka memberikan akan lebih baik daripada meminta. Artinya setiap orang akan berusaha untuk memberi dan bukan meminta apalagi meminta-minta, baik memberi harta atau jasa. dalam sebuah hadis disebutkan
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ عَنْ مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ فِيمَا قُرِئَ عَلَيْهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ وَهُوَ يَذْكُرُ الصَّدَقَةَ وَالتَّعَفُّفَ عَنِ الْمَسْأَلَةِ « الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى وَالْيَدُ الْعُلْيَا الْمُنْفِقَةُ وَالسُّفْلَى السَّائِلَةُ »
Artinya: Diceritakan oleh Qutaibah ibn Sa’id dari Malik ibn Anas, sebagaimana yang dibacakan dari Nafi’ dari ‘Abdullah ibn ‘Umar bahwasanya Rasulullah sallalhu ‘alaihi wa sallam bersabda, dan beliau di atas mimbar dan beliau mengingatkan akan shadaqah dan menjauhkan diri dari masalah, “ tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah dan tangan  di atas yang memberikan infaq dan tangan di bawah yang meminta”.
Memberi adalah pekerjaan mulia, dan meminta adalah pekerjaan kurang mulia, karena ia termasuk orang-orang yang tidak mempotensikan dirinya untuk bekerja dan mencari nafkah. Karena tidak ada satu pun makhluknya di dunia ini kecuali telah ditentukan rizkinya, tinggal ia menjadi dan menjemoutnya. Tapi memang manusia dengan segala keterbatasan, pada batas-batas tertentu tidak dapat mencukupi kebutuhannya, terutama untuk makan. Sehingga mereka harus terpaksa untuk meminta belas kasihan orang lain. Maka rizkinya mungkin dari rizki yang dimiliki oleh orang lain, atau hak yang seharusnya mereka dapatkan taapi tidak diberikan seperti harta zakat mal, infaq dan shadaqah. Dalam keadaan seperti ini, maka memberikan adalah mulia dan meminta bukan perbuatan hina. Yang terpenting orang yang memberikan tidak menginginkan balas jasa atau melakukan caci makian kepada orang yang diberi, dan begitu juga sebaliknya, mereka yang diberi tidak mempersoalkan pemberian orang yang memberi seberapun yang diberika. Allah sendiri memberikan penjelasan dalam al-Qur’an:
وَوَجَدَكَ عَائِلًا فَأَغْنَىٰ   فَأَمَّا الْيَتِيمَ فَلَا تَقْهَرْ  وَأَمَّا السَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْ
Artinya: Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.  Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu Berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya.
Memberi kepada orang yang tidak mampu adalah kebaikan di sisi Allah, dan bahkan ia termasuk bagian dari keimanan seseorang. Ukuran keimanan dapat diukur dari seberapa besar pemberiannya kepada orang lain dan kebermanfaataannya untuk orang lain, walapun hanya sekedar seyuman kepada orang lain atau hanya sekedar menghilangkan gangguan di jalanan agar orang yang melewatinya aman dan tidak cidera.
Kalaupun kita memberi sesuatu kepada orang yang meminta-minta maka janganlah memperlakukan mereka dengan tidak baik, seperti mengatakan kepada mereka sesuatu yang menghina dan menyakiti perasaan mereka. Atau kalau tidak memberi sesuatu apa pun, maka jangan membentak mereka atau mengatai dengan keras dengan tidak memberi sesuatu apapun. Cukuplah apa yang mereka lakukan dinilai oleh Allah, baik dan buruknya. karena semua perkara berada di sisi Allah. akrena jangan sampai kita melakukan kezoliman terhadap mereka yang tertindas, karena do’a orang yang terzolimi sangat diijabah oleh Allah subhanahu wata’ala.
Larangan menghardik orang yang meminta-minta adalah larangan yang keras, jika larangan tersebut dilanggar maka orang yang melakukannya berdosa besar. Dengan alasan apapun jangan sampai menghardik peminta-minta karena hanya itu mungkin yang dapat dilakukannya. Alangkah baiknya kalau seseorang tidak hanya memberikannya seseorang barang yang langsung habis, atau ibaratnya memberi mereka ikannya saja, karena itu akan cukup untuk makan sehari atau sekali saja. Tapi berikanlah mereka kail, dengan kail tersebut ia akan dapat memenuhi kebutuhannya sampai sepanjang hayatnya.
Kita tidak sibuk menyalahkan pemerintah yang tidak becus menangani para pengemis, tapi secara tidak langsung itu juga menjadi tanggung jawab kita sebagai anggota masyarakat dan bertanggungjawab terhadap kehidupan mereka agar kehidupan bermasyarakat dapat tentram dan tenang, tidak disibukkan dengan perilaku amoral sebagian orang yang hanya masalah perut harus mencuri dan memalak orang.
Ramadhan menjadi bulan yang baik untuk menempa hati kita semua, agar dapat dibukakan cahaya sehingga dapat melihat semuanya dengan lebih baik. Beramal dengan memberikan apa saja berupa harta di bulan suci atau berupa jasa. Karena semua amal akan dilipatgandakan oleh Allah sebagaimana janjinya.
puasa selayaknya memberikan kita sebuah pelajaran akan kehidupan mereka yang tidak beruntung secara ekonomi. Merasakan lapar selama setengah hari, sebagaimana orang-orang miskin dan peminta-minta berusaha menahan lapar karena tidak ada makanan yang harus dimakan atau minuman untuk diminum. Dengan merasakan secara langsung, maka setiap individu pun akan merasa mempunyai tanggung jawab terhadap mereka dan dapat membantu mereka menuju kehidupan yang lebih baik. Wallahu ‘a’lam bi al-sawab

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama