PERGAULAN MEMBENTUK KEPRIBADIAN


Sebagai manusia yang hidup dalam tataran sosial tidak terlepas dari orang lain, mempengaruhi atau dipengaruhi. Kebutuhan manusia akan orang lain menjadikan manusia tidak bisa hidup sendiri, semuanya pasti membutuhkan bantuan orang lain dalam segala lini kehidupan, tidak hanya sekedar kebutuhan ekonomi, tapi kebutuhan psikologi, sosial, agama, pendidikan, dan lain sebagainya.

Secara sadar maupun tidak, manusia sudah dipenharuhi oleh banyak hal dan membentuk kepribadiannya. Jika pada saat kecil ia masih membutuhkan bimbingan orang tua, maka saat dewasa ia tidak hanya mendapatkan pengaruh dari orang tua, tapi orang-orang disekitarnya juga membentuk kepribadiannya. Pendidikan lebih spesifik membentuk pola pikir setiap orang dan membentuk dirinya menjadi insan yang cerdasa dalam berperilaku dan bertindak. Tapi pergaulan di luar pendidikan dan orang tua tidak bisa dihindari oleh seseorang, ia bahkan sering menjadi faktor paling utama membentuk kepribadian seseorang. Taruh saja, saat orang tua menyuruh anaknya untuk belajar, tapi dalam waktu yang bersamaan, teman-temannya mengajak untuk bermain, maka si anak akan lebih baik memilih bermain dengan teman-temannya ketimbang mentaati perintah orang tuanya untuk belajar.
Karena pergaulan tidak bisa dihindari dari diri setiap orang, maka orang tua mempunyai tanggung jawab untuk mengarahkan anak-anaknya untuk bergaul dengan siapa dan di mana. Atau individu mempunyai dapat memilih pergaulannya sendiri, sebagai sebuah bentuk tanggung jawabnya sebagai pribadi. Dalam sebuah hadis Rasulullah disebutkan:
لا تُصَاحِبْ إِلا مُؤْمِنًا وَلا يَأْكُلْ طَعَامَكَ إِلا تَقِيٌّ
Artinya: Janganlah kamu berteman kecuali dengan orang mukmin. Dan janganlah memakan akan makananmu kecuali oleh orang yang takwa.
Dalam pengertian umum kita dianjurkan untuk berteman dengan orang-orang mukmin, terutama dalam skala lokal. Karena berteman dengan orang kafir tidak akan memberikan manfaat sama sekali kepada kaum muslimin. Terlebih dalam masalah keagamaan yang menyangkut akidah. Terutama anak-anak yang masih kecil, dikhawatirkan pemikiran mereka rusak dengan kebathilan yang mereka lancarkan kepada kaum muslimin. Tidak dapat dipungkiri lagi, bagaimana perilaku orang-orang di luar Islam yang tidak menginginkan anak-anak kaum muslimin menjalankan ajaran agama dan memahami agamanya dengan baik. Paling mengkhawatirkan adalah pemurtadaan anak-anak ke agama mereka. Na’uzubillah min dzalik.
Terlalu banyak bergaul dengan orang-orang di luar Islam akan menjadikan pemikiran berubah dan jauh dari syari’at Islam. Maka dalam kurun waktu beberapa tahun, Islam akan dihancurkan sendiri oleh kaum muslimin sendiri. Adapun alasan untuk memberikan mereka hidayah atau penegrtian tentang Islam, maka sangat tidak memungkinkan. Karena dalam ayat al-Qur’an sendiri sudah ditegaskan bahwa orang-orang kafir itu diberikan peringatan ataupun tidak, tidak akan pernah beriman kepada Allah subhanuh wata’ala.
Di bawah orang kafir, seseorang tidak bergaul dengan orang munafik, karena orang munafik secara sembunyi-sembunyi telah menghancurkan Islam sebagaimana yang terjadi pada masa Rasulullah. Tidak semua Islam dapat dipergauli dalam kehidupan. Yang layak dipergauli adalah mereka yan beriman dan bertaqwa.
Muanfik di sini adalah munafik yang “mukhallad fi al-nar”, mereka yang dijanjikan neraka oleh Allah dalam al-qur’an. Dan bukan munafik sebagaimana yang diisyaratkan dalam hadis, walapun mereka juga tetap harus dihidnari.
Bahkan keadaan orang munafik lebih besar ancamannya bagi kaum muslimin ketimbang orang-orang kafir. Karena orang-orang munafik berada dalam komunitas orang-orang Islam, sehingga sangat susah untuk menghindarinya dan bergaul dengan mereka. Mereka merusak tatanan Islam dari dalam secara perlahan-lahan, jika diibaratkan mereka adalah duri dalam daging, atau musuh dalam selimut. Sehingga di sini peran orang tua untuk memberikan peringatan kepada anak-anak atau saudaranya untuk tidak bergaul dengan si fulan atau ibnu fulan.
Bergaul dengan siapa saja memang akan ada dua hal yang terjadi, yaitu mempengaruhi atau dipengaruhi. Tapi paling tidak saat seseorang menonjol maka ia akan lebih dominan untuk mempengaruhi. Dalam sebuah hadis Rasulullah disebutkan;
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة

Artinya: “Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)
ini adalah gambaran kecil sebuah pergaulan, sehingga seseorang dapat menimbang dirinya dengan orang lain. Jika ia merasa akan dipengaruhi oleh orang lain kepada keburukan maka lebih baik ia untuk menghindarinya, tapi jika kepada kebaikan maka alangkah baiknya ia mengikutinya. Atau begitu juga, saat ia merasa dapat mempengaruhi orang lain, maka bergaullah sebanyak-banyaknya. Tapi saat tidak bias mempengaruhi, maka menghindari pergaulan terhadap seseorang akan lebih baik.
Segala sesuatunya tergantung setiap orang, karena selanjutnya mereka lah yang akan menjalani kehidupan sampai akhir hayat. Orang tua, guru, saudara, mempunyai batas-batas tertentu dalam memantau atau memberikan peringatan terhadap pergaulan. Maka sepatutnya kemudian setiap individu meningkatkan ketakwaan dan keimanan, karena inilah yang dapat membentengi semua hal-hal buruk yang dapat mempengaruhi dirinya dan kehidupannya akan datang. Wallahu ‘a’lam bi al-sawab.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama