Keutamaan ramadhan yang diberikan Allah kepada hamba-hambanya pada hari-hari ramadhan tidak pernah hentinya. Mulai dari awal ramadhan hingga hari-hari terakhir ramadhan semakin banyak keutamaan yang diberikan Allah. Bahkan Rasulullah, untuk bisa meraih apa yang dijanjikan Allah di Bulan Ramadhan, pada sepuluh terakhir meningkatkan amal ibadahnya, termasuk shalat malam (qiyam al-Lail). Oleh karena itu pada hari sepuluh terakhir kebiasaan Rasulullah dan para sahabat untuk mengingatkan keluarga dan sanak saudara untuk meningkatkan ibadah, tidak hanya untuk sekedar mengejar lailatul qadar saja, tapi keridhaan Allah dan dimasukkannya ke dalam syurganya.
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
Artinya: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bila memasuki sepuluh akhir (dari bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarung, menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya “.
Nabi seorang rasul yang telah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan akan datang begitu banyak amalan-amalan ibadah yang dilakukannya. Padahal beliau sendiri sudah dijamin masuk syurga oleh Allah Subhanahu wata’ala, tapi manusia biasa yang berlumur dosa dan tingkat keiamanan yang tidak ada apa-apanya dibanding Rasulullah dan mungkin para ulama’ terdahulu, lalu di mana posisi kita di hadapan Allah di Bulan Ramadhan ini?.
Rasulullah adalah manusia biasa seperti manusia lainnya, ia mempunyai kekuatan dan kelemahan seperti manusia biasa. Tapi keimanan bukalanlah perkara fisik, ia adalah perkara hari yang diperlihatkan dengan perbuatan fisik. Jadi apa yang dilakukan oleh Rasulullah akan sangat bisa dilakukan oleh orang, jika keimanannya kuat dan keyakinannya tinggi akan apa yang diperintahkan oleh Allah. Tidak ada alasan untuk tidak bisa melakukan ibadah dan menghabiskan malam ramadhan dengan ibadah kepada Allah, karena seperti itulah yang diprakyekkan oleh Nabi, Sahabat, tabi’in, tabi’ tabi’in dan para ulama’ terdahulu.
Hadis di atas memberikan sebuah isyarat bagaimana dan apa yang harus dilakukan oleh seorang muslim saat memasuki sepuluh terakhir dari bulan ramadhan. Di mana pada sepuluh pertama dan pertengahan Allah secara bertahap memberikan ujian bagi kaum muslimin dan memberikan ganjaran setahap demi setahap. Karena pada sepuluh terakhir ini Allah menjanjikan kaum muslimin dengan janji yang sangat diingin-inginkan oleh hamba yaitu ‘itqu min al-naar (terbebas dari apai neraka). Maka sepatutnya seorang hamba pada hari-hari sepuluh terakhir ramadhan ini bisa memperbanyak ibadah. Sebagaimana dalam isyarat hadis diperintahkan untuk mengencangkan sarung yang artinya memeprsiapkan diri untuk memperkuat diri agar dapat melakukan amalan-amalan ibadah terutama qiyamul lail. Mempersiapkan tenaga, pikiran, energi, hati, dan lain sebagainya agar dapat menghidupkan sepanjang malam Bulan Ramadhan, sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah. Tidak hanya mempersipakan diri sendiri saja, akan tetapi diperintahkan juga untuk membangunkan keluarga untuk ikut menghidupkan sepuluh terakhir Bulan Ramadhan. Mengajak mereka melakukan ibadah dan yang dapat bernllai ibadah. Rasulullah sangat menyanjung orang yang dapat membangunkan keluarganya, istri, suami dan anak-anaknya untuk beribadah pada sepuluh malam terakhir. Dalam sebuah hadis disebutkan
رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا قَامَ مِنْ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ رَحِمَ اللَّهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنْ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ الْمَاءَ
Artinya: “Allah merahmati seseorang yang bangun malam kemudian shalat lalu membangunkan isterinya, apabila isterinya menolak, dia akan memercikkan air ke mukanya. Dan Allah merahmati seorang isteri yang bangun malam lalu shalat, kemudian dia membangunkan suaminya, apabila suaminya enggan, maka isterinya akan memercikkan air ke muka suaminya.”
Menghabiskan malam untuk ibadah pada sepuluh terakhir ramadhan tentu sesuai dengan kemampuan seseorang untuk melakukan ibadah. Karena perbuatan baik seperti ibadah, tidak dituntut sampai memudaratkan seseorang, tapi sejauh mana dan semampunya melakukannya. Jika tidak memungkinkan qiyamul lail dengan 20 raka’at, maka cukup dengan beberapa raka’at. Atau kalau tidak bisa menghidupkan ramadhan sepanjang malam, maka cukup dengan pertengahan malam, saat-saat do’a mustajab dipanjatkan, sedangkan orang lain masih terlelap dalam tidurnya. Memang untuk keimanan manusia saat ini, sangat tidak mungkin untuk menandingi ibadah yang dilakukan oleh para sahabat dan bahkan para ulama’-ulama’ terdahulu. Namun usaha terus dilakukan agar kualitasnya lebih baik dan menjadikan pelakunya menjadi orang yang bertaqwa setelah ramadhan.
Ibadah yang sangat ditekankan pada sepuluh malam terakhir adalah ibadah berupa shalat dan tilawatil qur’an. Karena orang yang sedang dalam keadaan beribadah kepadanya yang akan mendapatkan lailatul qadar, tidak bagi mereka yang masih dalam keadaan terlelap dan mendengkur, walaupun tidur bagi seorang yang berpuasa dapat bernilai ibadah. Tapi yang dimasksudkan di sini adalah ibadah-ibadah yang langsung bertaqarrub kepadanya dengan shalat, tilawatil qur’an dan berdo’a. Tidak hanya berdiam diri di masjid tapi tidak melakukan ibadah yang dianjurkan, bukan diisi dengan ngobrol masalah dunia atau permainan yang melalaikan lainnya. karena dijelaskan dalam sebuah hadis:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْتَهِدُ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مَا لَا يَجْتَهِدُ فِي غَيْرِهِ
Artinya: “Pada sepuluh terakhir bulan Ramadlan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lebih giat beribadah melebihi hari-hari selainnya.”
Mereka yang dapat menghidupkan sepuluh terakhir ramadhan adalah mereka yang betul-betul berpuasa karena “imanan wa ihtisaban”, tidak hanya sekedar menunaikan kewajiban semata atau hanya sekedar menahan haus dan lapar. Mereka yang tahu keutaman dari sepuluh terakhir bulan ramadhan, maka ia akan mempersiapkan diri dari hari-hari sebelumnya pada sepuluh pertama dan pertengan ramadhan dan puncaknya adalah sepuluh terakhir. Mereka yang tidak tahu keutamaannya, maka semakin berakhir Bulan Ramadhan, kualitas ibadah dan keimananya semakin menurun. Tingkat berzikir kepada Allah berkurang, shalat fardhu pun terabaikan, jangankan untuk qiyamul lail pada pertengahan malam, hanya melaksanakan shalat tarawih yang 20 raka’at saja tidak lagi dilakukan. Bagaimana akan mendapatkan keutamaan sepuluh terakhir Bulan Ramadhan, terutama lailatul qadar yang nilainya lebih baik baik dari seribu bulan.
Oleh karena itu, seharusnya kita yang masih belajar merangkak untuk meningkatkan kualitas ibadah tidak dimulai dengan hal-hal yang berat. Artinya semangat besarnya hanya ada pada permulaan ramadhaan saja, tapi setelah itu kualitasnya semakin buruk. Padahal Allah sendiri memberikan tahap untuk bisa mencapai satu tahap ke tahap lainnya. Tahap rahmah, magfirah, dan ‘itqun min al-naar adalah prestasi tertinggi seorang hamba dalam upaya beribadah kepada Allah. Kita mulai belajar dari sepuluh pertama ramadhan dengan hal-hal kecil untuk mempersiapkan diri melakukan hal besar pada sepuluh terakhir ramadhan.
Akan sangat bertolak belakang dengan perayaan hari raya yang akan dilakukan setelah berpuasa, di mana setiap manusia dijanjikan seperti bayi yang baru lahir, tanpa dosa yang melekat pada dirinya. Semua kesalahan dimaafkan, baik kepada Allah maupun kepada sesama manusi. tapi bagaimana bisa menjadi kembali fitrah di hari raya, sedangkan pencucian terakhir dosa pada sepuluh terakhir ramadhan tidak dapat dilakukan, yaitu terbebas dari api neraka, ini artinya sudah tidak ada dosa karena telah diampuni oleh Allah.
Mungkin pada ramadhan kali ini kita belum bisa melakukannya, tapi azzam dan niat yang kuat harus ditanamkan untuk bisa melakukannya pada tahun-tahaun berikutnya. Tapi tidak hanya sekedar cita-cita saja, harus dilakukan, karena tidak ada yang tahu apakah pada ramadhan berikutnya dapat dipertemukan lagi. Harapan semua orang tentu bisa melakukan ibadah sebaik mungkin di Bulan Ramadhan, maka segala sesuatunya harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum memasuki ramadhan. Agar pada saat ramadhan secara fisik dan psikis sudah siap dan memantapkan hati untuk beribadah kepada Allah. Dan akan sangat baik sekali jika dari awal sampai akhir ramadhan semua diisi dengan ibadah dan masalah-masalah ukhrawi dan mengesampingkan keperluan dunia.
Semoga tentunya kita menjadi orang yang lebih baik dari hari ke hari melalui tempaan ibadah pada Bulan Ramadhan ini dan menjadikan kita menjadi manusia yang betul-betul bertaqwa, tidak hanya sekedar dipikiran saja atau diucapan. Karena hakikat dari ketakwaan adalah menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala larangannya, sehingga menjadikann dirinya tumbuh nilai-nilai kenabian dan paling rendah ketakwaan para ulama’ terdahulu. Wallahu ‘alam bi al-shawab
Posting Komentar