KPK versus POLRI


Ketegangan yang terjadi anatra Polri dan KPK semakin hari semakin memanas, padahal sebelumnya KPK dan Polri terbilang sangat harmonis bahkan beberapa kasus korupsi dapat dilakukan kerjasama dengan baik. Taruh saja seperti penangkapan pulang Nazaruddin dan Nunun Nurbaeti. Tapi kemudian Polri dan KPK tidak harmonis lagi pada saat dugaan korupsi itu ada di lembaga kepolisian. Di mana ada dugaan korupsi yang dilakukan oleh petinggi Polri dan beberapa anggota dalam pengadaan alat simulator SIM. Ini memang bermula ada tuntutan dari pihak Polri kepada perusahaan yang ditunjuk sebagai jasa pengadaan namun pada akhirnya tidak bisa menyelesaiakan pengadaan karena terkendala satu dan lain hal. Di sinilah kemudian mencuat adanya dugaan, karena banyak uang yang mengalir ke petinggi Polri dan anggota sehingga barang dengan anggaran yang sangat besar, namun dipangkas untuk diberikan  kepada petinggi Polri, anggaran menjadi beberapa milyar saja.

Permasalahan dugaan kasus korupsi yang terjadi di korp Polri menjadi semakin seru karena Polri sendiri sebagai penegak hukum harus menegakkan hukum di dalam tubuh organisasinya sendiri, di mana di dalamnya ada orang-orang penting dan bahkan atasan mereka. Selayaknya sebuah keluarga, seorang anak menuntut ayahnya ke pengadilan karena tindakan tertentu, tentu akan sangat susah untuk melakukan penegakan hukum. Kalaupun dilakukan penegakan hukum, maka hanya sebatas hukuman tertentu yang tidak terlalu memberatkan. Apalagi dugaan korupsi itu, yang yang diterima mengalir ke sejumlah personil Polri di luar bidang yang menangani pengadaan simulator SIM. Karena mau tidak mau, sebagai hajat besar dan bersama, maka orang-orang tertentu juga harus dapat mencicipi uang anggaran tersebut, paling tidak untuk mengisi hidup setahun atau dua tahun.
Pada awalnya permasalahan tersebut dapat ditutup dengan baik, sambil diadakan penyelidikan oleh Polri terhadap kasus pengadaan barang simulator SIM tersebut. Kejadian sudah terlanjur diketahui publik, karena sikap Polri yang menuntut perusahaan yang menjadi rekanan tidak bisa dan mampu memenuhi permintaan Polri padahal mereka sudah melakukan MoU perjanjian jual beli. Menurut Polri ini tentu merugikan Polri, karena sudah mengeluarkan sejumlah uang, tapi barang yang dipesan tidak lengkap. Alih-alih ingin menegakkan hukum kepada perusahaan rekanan, mencuat masalah anggaran yang dikeluarkan untuk membeli alat simulator SIM tidak sesuai dengan anggaran yang telah disetujui DPR.
Beberapa minggu masalah dibiarkan begitu saja, walaupun secara internal Polri tetap melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut. Tapi beberapa pihak melihat tidak ada keseriusan Polri untuk menanganinya dan terlihat santai saja, maka KPK kemudian merancang dan melakukan langkah untuk memperkarakan penyelewengan anggaran pengadaan simulator SIM. Beberapa penyidik KPK kemudian melakukan investigasi mendalam dan akhirnya mengumumkan beberapa nama yang diduga menjadi aktor pada pengadaan simulator SIM. Di antara orang-orang yang diduga tersebut, ada seorang petinggi Polri yaitu Irjen Polisi Djoko Susilo. Mendengar langkah KPK yang sudah mengumumkan para tersangka dugaan korupsi pada pengadaan alat simulator SIM, Polri langsung mengumumkan juga para tersangka dengan nama-nama yang hampir sama, hanya beberapa orang saja yang berbeda.
Dengan mengumumkan para tersangka oleh Polri, harapannya kasus tersebut tidak ditangani oleh KPK, karena mereka sendiri sudah melakukan penyidikan tapi tidak dipublikasikan ke publik. Jika kasus ditangani KPK, maka beberapa orang penting akan terseset dalam kasus ini, walaupun uang yang mereka terima tidak seberapa jumlahnya. Tapi tentu jika terbukti bersalah ancaman penjara telah menanti. Dan tidak ada yang ingin berada di penjara walaupun hanya beberapa hari saja. Apalagi dengan masuk penjara akan meleyapkan semua karir yang telah ia bangun untuk kehidupannya di masa akan datang.
Tapi ternyata KPK tidak mau mundur dengan pengumuman penangan kasus yang dilakukan oleh Polri. Apalagi mereka yang melakukan penyidikan terhadap dugaan kasus korupsi adalah anggota personil Polri yang ditugaskan ke KPK sebagai penyidik. Ini membuat gerah Polri, karena anggota personilnya sendiri akan melakukan penyidikan terhadap korpsnya sendiri dan atasannya di Polri. Tidak mau kalah langkah, KPK langsung melakukan pengerebekan ke kantor korlantas Polri dan mengambil semua dokumen yang berkaitan dengan pengadaan simulator SIM dan dibawa ke kantor KPK. Melihat sikap KPK yang keterlaluan dan seoalah-olah melucuti korp Polri. Polri melakukan pengawasan terhadap berkas-berkas yang dibawa oleh KPK di gedung KPK. Sebuah kontainer yang berisi barang bukti dugaan kasus korupsi berada di luar gedung KPK dan dijaga oleh Polri yang berseragam preman. Tidak ada satu pun yang dapat mengakses barang bukti tersebut, termasuk KPK. di sinilah kemudian terjadi ketegangan antara Polri dan KPK.
Polri tetap menuntut bahwa kasus dugaan korupsi tetap menajdi tanggung jawab mereka, apalagi Polri sudah melakukan penyelididkan terlebih dahulu ketimbang KPK. tapi hanya tidak dipublikasikan ke publik saja.
Penyelidikan yang akan dilakukan KPK terus dihalang-halangi oleh Polri, mereka tidak diberikan akses untuk membuka kontainer yang berisi barang bukti, walaupun kunci kontainer berada di tangan KPK. Namun KPK tidak patah semangat berbagai cara terus dilakukan untuk memberitahu kepada publik bahwa merekalah yang layak untuk melakukan penyidikan terhadap kasus ini. Tapi Polri tetap teguh dengan pendirian dan akan tetap melakukan penyidikan sendiri walaupun KPK juga melakukannya. Beberapa orang yang diduga langsung diamankan oleh polisis guna penyidikan, KPK tidak bisa berbuat banyak. Tapi langkah besar dilakukan dengan memanggil Irjen Polisi Djoko Susilo, tapi beliau enggan untuk datang dengan alasan, masalah tersebut adalah kewenangan Polri dan bukan KPK.
Pro kontra terus terjadi dan berjalan sampai ada suara-suara sumbang terdengar dari senayan, bahwa undang-undang KPK akan direvisi. berita ini membaut gelisah para pimpinan KPK, apalagi pasal-pasal yang akan direvisi adalah pasal-pasal yang krusial dan berpotensi melemahkan dan menumpulkan kewenangan dari KPK. Di antaranya adalah kewenangan KPK untuk melakukan penyadapan telpon secara bebas, akan direvisi harus mendapatkan persetujuan dari kejaksaan. Beberapa wacana muncul soal revisi undang-undang KPK tersebut, sampai ketua KPK Abraham Samad meyatakan bahwa jika pasal-pasal penting tersebut betul-betul akan direvisi dan disetujui, ia pun akan mempertimbangkan lagi untuk tetap di KPK dan berhenti.
Belum selesai isu tentang revisi undang-udang KPK, polisi secara tiba-tiba akan melakukan penarikan terhadap semua personilnya yang sekarang menjadi penyidik karena masa tugas mereka sudah selesai. Sebanyak 20 orang penyidik Polri yang ditugaskan di KPK akan ditarik, padahal kasus-kasus besar sedang mereka tangani, termasuk dugaan korupsi pengadaan simulator SIM. Penyidik-penyidik handal KPK yang juga personil Polri ada dalam kasus ini. Kemungkinan keinginan Polri agar kasus dugaan korupsi pada pengadaan simulator SIM tidak dilanjutkan karena pada penyidiknya ditarik oleh Polri. Penarikan yang akan dilakukan oleh Polri di samping masa tugas yang sudah selesai, juga untuk melakukan penyegaran dan memberikan kesempatan para penyidik yang ditarik untuk meingkatkan karir mereka dalam bidang lain. Tapi KPK merasa tindakan ini adalah untuk menghentikan dan mengacaukan penyidikan dugaan korupsi pada pengadaan simulator SIM yang sedang berlangsung. Jika mereka ditarik, maka akan terjadi kepincangan dan pemutusan informasi yang sedang berlangsung. Semua perkara-perkara besar akan semakin kabur untuk dilanjutkan ke tingkat pengadilan, karena bukti-bukti yang dikumpulkan ditinggalkan begitu saja, tanpa ada penjelasan dan pengurutan masalah dengan baik dan benar.
KPK masih tidak percaya dengan keinginan Polri untuk menarik personilnya yang menjadi penyidik di KPK. Para pimpinan KPK terus menggalang dukungan, terutama kepada masyarakat melalui media massa, menekan Polri dan menyatakan bahwa tindakan Polri adalah kesalahan besar dan ingin mengaburkan masalah dugaan korupsi pengadaan simulator SIM. Tekanan yang dilakukan KPK berhasil, tidak berapa lama Polri menyatakan akan menganti semua penyidik yang akan ditarik dengan penyidik baru. Tidak tanggung-tanggung sebanyak 26 orang penyidik akan disiapkan untuk diseleksi lagi oleh KPK sebagai penyidik baru menggantikan yang lama. Keputusan Polri tersebut tidak disambut dengan baik oleh KPK, karena tetap menganggap bahwa itu hanya pengalihan masalah saja, dan mereka yang baru tidak tahu masalah dan akan bekerja dari awal lagi. Oleh karena itu, KPK akhirnya mengeluarkan wacana sebagai reaksi keras terhadap keinginan Polri untuk menarik penyidik handal KPK dengan menawarkan kepada para penyidik keluar dari Polri dan menjadi pegawai KPK.
Tawaran KPK tersebut menjadi pukulan telak bagi Polri untuk menarik personilnya. Polri tidak kehabisan akal untuk tetap menarik personilnya dari KPK yang sedang melakukan penyidikan kasus-kasus korupsi. Akhirnya Polri melakukan tindakan berani dengan menyatakan bahwa anggotanya yang saat ini sedang melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan simulator SIM perwira polisi Novel Baswedan telah melakukan tindakan kriminal saat menjabat di Bengkulu. Ia diduga telah menembak salah seorang masyarakat yang ditangkap mengambil sarang burung walet pada saat simulasi perkaran kejadian. Pada Malam hari tanggal 5 Oktober 2012 polda Bengkulu ditemani Polri datang ke gedung KPK untuk menangkap paksa komasaris polisi Novel Baswedan. Rencana polisi tersebut diketahui oleh KPK dan segera mengamankan Novel Baswedan. Pada saat yang bersamaan masyarakat pun tahu rencana polisi dan mereka bersama-sama ke kantor KPK untuk memberikan dukungan kepada KPK agar tidak tunduk kepada makar yang dibuat oleh Polri. Sejak kasus itu, di beberapa daerah pun mengecam tindakan polisi yang sangat mengada-ada. Suara masayarakat terus bergema meneriakkan dukungan kepada KPK, terutama Novel Baswedan yang saat sedang melakukan penyididkan kasus simulator SIM. Bagi masyarakat sangat aneh, tiba-tiba polisi memperkarakan kasus yang sudah terjadi 8 tahun yang lalu. Padahal kasus tersebut sudah diputuskan dalam sidang kode etik bahwa Novel Baswedan hanya salah prosedur saja, karena mengambil alih tugas tanpa perintah. Sedang penembakan dilakukan oleh polisi lainnya, dan masalah sudah dianggap selesai.
semakin hari, keinginan Polri untuk menangkap komisaris polisi Novel Baswedan terus berjalan dan tidak akan pernah berhenti. Bahkan petinggi Polri menyatakan bahwa Novel Baswedan harus ditangkap dengan cara apa pun. Melihat masalah yang tidak kunjung selesai, para pengamat dan tokoh bangsa ini menghawatirkan jika masalah tidak diselesaikan dengan cepat. Maka presiden harus melakukan tindakan campur tangan, terutama kepada Polri yang menjadi bawahannya. Jika tidak dilakukan tindakan penengahan, maka kekisruhan akan terjadi dan bahkan mungkin kekacauan dalam negeri. Sepertinya presiden harus mengalah dan siap serta sanggup untuk memediasi antara KPK dan Polri.
Untuk melakukan intervensi oleh presiden kepada KPK memang tidak mungkin, karena KPK adalah lembaga independent yang penunjukan dan pemilihannya dilakukan secara khusus oleh DPR dan tim khusus. Sedangkan untuk Polri, presiden mempunyai kuasa penuh, karena Polri berada di bawahnya dan menjadi pembantunya dalam menjalankan roda pemerintahan. Akhirnya pada tanggal 8 Oktober 2012  malam harinya presiden memberikan pidato dan pernyataan soal kasus yang membelit KPK dan Polri. Pada pidato tersebut presiden memutuskan bahwa kasus dugaan korupsi pengadaan simulator SIM ditangani oleh KPK dan tidak oleh Polri. Polri hanya menangani kasus lain atau yang masih berkaitan dengan masalah tersebut tapi bukan yang telah ditetapkan oleh KPK. Kedua, penangkapan yang dilakukan Polri kepada polisi Novel Baswedan dipandang tidak tepat, baik timing maupun caranya. Ketiga, masa penugasan personil Polri sebagai penyidik di KPK tidak lagi maksimal 4 tahun, tapi 4 tahun dan dapat diperpanjang jika dibutuhkan. Dan menjawab juga masalah seputar keinginan DPR untuk merevisi UU KPK, beliau anggap kurang tepat, sebaiknya ditunda dulu.
Dengan keluarnya keputusan tersebut, Polri tentu merasa dipermalukan dengan tindakan-tindakan yang dilakukan selama ini. Di mana Polri sudah begitu sangat ngotot dan merasa berhak untuk menyesaikan kasus dugaan korupsi pada pengadaan simulator SIM, tapi akhirnya lepas begitu saja. Saat ini mereka harus siap-siap, satu persatu akan mendapatkan panggilan dari KPK untuk diperiksa. Kekhawatiran memang akan terjadi di pihak Polri, karena dengan satu kasus ini akan merembet ke kasus-kasus lain yang selama ini ditutup rapat oleh Polri.
Tapi mudah-mudahan tentunya semua berjalan dengan baik dan bekerja dengan niat baik untuk kejayaan dan kemakmuran bangsa ini. Tidak karena kepentingan politik sesaat atau ingin menjatuhkan salah seorang yang dibenci. Ini menjadi pelajaran baik bagi semua pelayan negara ini, agar mereka paham bahwa menjadi pemimpin bukanlah menunggu untuk dilayani tapi bagaimana melayani rakyat, terutama pada area kepentingan publik yang lebih besar, bukan hanya untuk diri sendiri dan segolongan orang yang menjadi kelompoknya dan anggota partainya saja. Akhirnya mudah-mudahan juga perselihan antara Polri dan KPK yang saat ini terjadi setelah ada keputusan tidak menimbulkan reaksi yang lebih besar dan menguncang keamanan di dalam negeri ini. Wallahu A’lam bi Al-shawab

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama