BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia, khususnya anak. Secara kodrati anak memerlukan pendidikan atau bimbingan dari orang dewasa. Bayi, anak manusia yang baru lahir itu sangat tidak sempurna, amat tidak berdaya, dan banyak memiliki kekurangan. Masa-masa tersebut merupakan masa ketergantungan kepada orang tua/ dewasa yang membutuhkan waktu sangat lama.
Anak adalah anggota keluarga, di mana orang tua adalah pemimpin keluarga, sebagai penanggung jawab atas keselamatan warganya di dunia dan khususnya di akhirat. Orang tua tanpa ada yang memerintah langsung memikul tugas sebagai pendidik, baik bersifat sebagai pengasuh, sebagai pembimbing maupun sebagai guru terhadap anak-anaknya. Selain orang tua sebagai wadah pendidikan informal dalam keluarga, ada lembaga pendidikan yang lain seperti lembaga pendidikan formal dan non formal.
Dalam makalah ini kami akan mencoba, memberikan penjelasan secara singkat tentang batas-batas pendidikan berlangsung dan lembaga yang menangani aspek pendidikan. Semoga makalah ini memberikan ilmu yang bermanfaat bagi kita semua.
B. Perumusan Masalah
Dari pemaparan latar belakang di atas maka masalah yang akan dijelaskan dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana penjelasan para ahli tentang batas-batas pendidikan ?
2. Apa yang dimaksud lembaga pendidikan ?
3. Apa saja macam-macam lembaga pendidikan ?
4. Bagaimana urutan lembaga pendidikan secara bertahap ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Batas-batas Pendidikan
Batas-batas pendidikan yaitu batas bawah dalam arti bilamana pendidikan itu dimulai dan batas atas dalam arti bilamana pendidikan itu berakhir.[1]
1. Pandangan Langeveld
Menurut Langeveld pendidikan itu mulai pada saat anak mengenal kewibawaan dan pendidikan itu berakhir pada saat anak telah dapat bertanggung jawab (dewasa).
Sehubungan dengan uraian di atas, mengikuti statement Langeveld, batas yang atas dari pendidikan ialah apabila anak didik:
v Telah mampu menjadi pendidik bagi dirinya sendiri.
v Atau bila dia sudah dewasa
Sedang batas yang bawah dari pendidikan ialah apabila:
v Anak sudah mampu mematuhi kewibawaan pendidik dan mengenal bahasa.
v Atau dalam konotasi negatifnya jika anak tidak dapat dibangkitkan moril/ rasa etisnya.
2. Pandangan J. J. Rousseau
Pendapat J. J. Rousseau tentang batas-batas pendidikan ini dapat disimpulkan bahwa pendidikan bersifat negatif dalam arti bertugas membiarkan saja perkembangan anak, pendidik jangan ikut campur dalam perkembangannya, ini dimulai sejak anak lahir hingga umur 12 tahun dan bersifat positif dalam arti pendidik banyak ikut campur dalam membimbing anak untuk sampai mencapai kedewasaan yaitu umur 20 tahun.
3. Pandangan Ki Hajar Dewantoro
Ki Hajar Dewantoro berpendapat bahwa perkembangan anak mulai lahir hingga tercapainya kedewasaan melalui fase-fase sebagai berikut:
a. Jaman wiraya, terjadinya dalam windu pertama antara 0-8 tahun. Jaman ini merupakan jaman penyempurnaan badan dan alat-alat indra
b. Jaman wicipta, berlangsung pada windu kedua 8-16 tahun. Fase ini merupakan perkembangan daya pikir jiwa khususnya pikiran.
c. Jaman wirama, terjadi pada windu ketiga berkisar 16-24 tahun. Jaman wirama merupakan masa untuk menyesuaikan diri dengan masyarakat di mana anak mengambil bagian sesuai dengan cita-cita hidupnya.
Jadi dapat ditafsirkan bahwa pendidik mulai sejak anak lahir dan berakhir setelah tercapainya kedewasaan (umur 24 tahun).
Pergantian dari status anak (belum dewasa) beralih ke status dewasa itu tampak semakin jelas dengan berambahnya kemampuan anak berupa :
- Kemandirian anak muda dan kemampuannya memilih motivasi-motivasi hidupnya dengan tanggung jawab sendiri
- Semakin banyak unsur penalaran, ikhtiar dan kemampuan untuk mengambil keputusan sendiri
- Kemudahan akan menjadi semakin banyak kegiatan pembentukan diri (pemesuan diri) oleh orang muda tanpa campur tangan pendidik.
Dalam mempengaruhi pendidikan harus mempertimbangkan beberapa persyaratan pendidikan yang penting, yaitu:
1. Struktur kepribadian anak - didik yang akan dipengaruhi atau di didik
2. Konteks kultural dan ekologis yang melengkapi anak – didik, tempat anak di didik
3. Cara, metode dan sarana pendidikan yang tepat guna bagi situasi khusus dan tipe kepribadian anak
4. Tujuan yang ingin dicapai oleh perbuatan mendidik.[2]
B. Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan ialah badan usaha yang berguna dan bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan terhadap anak didik.[3]
Menurut para tokoh pendidikan, dalam garis besarnya ada 3 pusat yang bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan terhadap anak-anak didik.
1. Dr. M.J. Langeveld mengemukakan 3 macam lembaga pendidikan yaitu:
a. Keluarga
b. Negara
c. Gereja
Dasar yang digunakan oleh Lengeveld dalam pembagian tersebut adalah wewenang dan wibawa,
- Wewenang keluarga bersifat kodrati
- Wewenang negara berdasarkan undang-undang
- Wewenang gereja (agama) berasal dari Tuhan
2. Ki Hajar Dewantoro mengemukakan sistem Tricentra (tri pusat) dengan menyatakan:
a. Alam – keluarga
b. Alam – perguruan
c. Alam – pemuda
Apabila disimpulkan unsur pusat pendidikan yang dikemukakan oleh Langeveld dan Ki Hajar Dewantoro, baik yang sama maupun yang berbeda, maka terdapat 4 (empat) unsur pusat pendidikan, yaitu:
1. Keluarga
2. Sekolah
3. Masyarakat
4. Tempat-tempat ibadah
C. Lembaga Pendidikan Formal, Non - Formal, dan Informal
1. Lembaga Pendidikan Formal
Lembaga formal adalah tempat yang paling memungkinkan seseorang meningkatkan pengetahuan, dan paling mudah untuk membina generasi muda yang dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat.
Sekolah adalah lembaga organisasi yang tersusun rapi dan segala aktivitasnya direncanakan dengan sengaja yang disebut kurikulum. Sekolah merupakan pendidikan formal karena diadakan di sekolah/ tempat tertentu, teratur sistematis, mempunyai jenjang dan dalam kurun waktu tertentu, serta berlangsung mulai dari TK sampai PT. berdasarkan aturan resmi yang telah ditetapkan.
Adapun fungsi sekolah adalah sebagai berikut:
a. Mengembangkan kecerdasan pikiran dan memberikan pengetahuan
b. Transisi dari rumah ke masyarakat
c. Spesialisasi, khususnya dalam bidang pendidikan dan pengajaran
d. Efisiensi
e. Sosialisasi
f. Konservatori dan transmisi kultural.
Jenis lembaga pendidikan formal yaitu:
a. Sekolah umum yaitu sekolah yang belum mempersiapkan anak dalam spesialisasi pada bidang pekerjaan tertentu
b. Sekolah kejuruan yaitu yang mempersiapkan arah dalam bidang tertentu.
Jenjang lembaga pendidikan formal:
Tujuan lembaga pendidikan formal:
a. Tempat sumber ilmu pengetahuan
b. Tempat untuk mengembangkan bangsa
c. Tempat untuk menguatkan masyarakat bahwa pendidikan itu penting guna bekal kehidupan di masyarakat sehingga siap pakai
2. Lembaga Pendidikan Non – Formal
Lembaga pendidikan non – formal/ pendidikan luar sekolah ialah semua bentuk pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja, tertib, dan berencana di luar kegiatan persekolahan. Komponen yang diperlukan harus disesuaikan dengan keadaan anak/ peserta didik agar memperoleh hasil yang memuaskan antara lain:
a. Guru/ tenaga pengajar atau pembimbing atau tutor
b. Fasilitas
c. Cara menyampaikan atau metode
d. Waktu yang dipergunakan
Bidang pendidikan non – formal meliputi:
a. Pendidikan masyarakat
Setiap masyarakat mempunyai nilai-nilai sosial budaya dan peraturan-peraturan yang dijunjung tinggi, dihayati, dan diamalkan nilai-nilai dan peraturan-peraturan tersebut selalu berubah dan berkembang sesuai dengan keadaan lingkungan pada waktu itu. Supaya pendidikan dapat mengikuti perkembangan zaman, pendidikan hendaklah mampu pula mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat.[4]
Fungsi pendidikan masyarakat yaitu:
1) Membina program kegiatan dan kurikulum latihan masyarakat
2) Mengurus dan membina tenaga teknis pendidikan masyarakat
3) Mengurus dan membina sarana pendidikan masyarakat.
b. Keolahragaan
Keolahragaan berfungsi:
1) Membina program oleh raga dengan kurikulum pendidikan luar sekolah
2) Mengurus tenaga teknisnya dan sarana prasarananya
c. Pembinaan generasi muda
Pembinaan generasi muda termasuk dalam pengorganisasian pendidikan luar sekolah. Hal tersebut dapat dimulai dengan pemberian pengertian atau motivasi kepada anggota masyarakat agar mereka ingin menyelenggarakan pendidikan secara gotong-royong dan ikut serta di dalam kegiatan pendidikan tersebut.
Adapun fungsi pembinaan generasi muda adalah:
1) Membina program kegiatan dan kurikulum latihan kepemudaan
2) Mengurus dan membina tenaga teknis kegiatan pembinaan generasi muda termasuk sarannya.
3. Lembaga Pendidikan Informal
Pendidikan informal ini terutama berlangsung di tengah keluarga. Namun mungkin juga berlangsung di lingkungan sekitar keluarga tertentu, perusahaan, pasar, terminal dan lain-lain yang berlangsung setiap hari tanpa ada batas waktu.
Pendidikan informal ini mempunyai tujuan tertentu, khususnya untuk lingkungan keluarga/ rumah tangga, lingkungan desa, lingkungan adat. Keluarga merupakan lembaga pendidikan penting untuk meletakkan dasar pendidikan agama bagi anak-anak.
Fungsi lembaga pendidikan informal dalam arti keluarga adalah:
a. Pengalaman pertama masa kanak-kanak
b. Menjamin kehidupan emosional anak
c. Menanamkan dasar pendidikan moril
d. Memberikan dasar pendidikan sosial
Selain 3 lembaga Pendidikan di atas, ada lembaga-lembaga pendidikan di tempat-tempat ibadah, seperti yang tadi kita simpulkan di atas. Baik masjid atau musalla keduanya berubah fungsi yaitu semula sebagai tempat melakukan salat dan zikir kepada Allah kemudian menjadi tempat untuk melaksanakan pendidikan. Pendidikan di sini merupakan kelanjutan dari pendidikan agama yang diselenggarakan di rumah tangga. Umumnya diajarkan adalah pengajaran membaca Al-Quran. Praktek beribadah, bahasa Arab tingkat dasar dan lain-lain.[5]
D. Lembaga Pendidikan Secara Berurutan
1. Keluarga Sebagai Lembaga Pendidikan Pertama dan Utama
Keluarga terdiri atas dua kata: kawula dan warga. di dalam bahasa Jawa kuno, kawula berarti hamba. Warga artinya anggota. Jadi, keluarga ialah suatu kesatuan (kelompok), di mana anggota-anggotanya mengabdikan diri kepada kepentingan dan tujuan kelompok tersebut. Bentuk keluarga ada dua, yaitu:
a. Keluarga inti
Dinamakan juga batih, yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak yang belum menikah. Mereka mempunyai ikatan secara hukum (agama), biologis, psikologis, dan sosial ekonomi yang dilandasi cinta kasih dan tanggung jawab.
b. Keluarga luas
Dinamakan juga extended family, yang terdiri atas keluarga inti ditambah dengan anak-anak yang telah menikah, serta anggota keluarga yang lain, seperti kakak dan adik dari suami - istri, mertua, paman, bibi, dan keponakan yang tinggal dalam satu rumah.
Pendidikan keluarga adalah juga pendidikan masyarakat, karena di samping keluarga itu sendiri sebagai kesatuan kecil dari bentuk kesatuan-kesatuan masyarakat, juga karena pendidikan yang diberikan oleh orang tua kepada anak-anaknya sesuai dan dipersiapkan untuk kehidupan anak-anak itu di masyarakat kelak.
Peranan orang tua terhadap pendidikan anak, yaitu:
a. Menurunkan sifat biologis atau susunan anatomi melalui hereditas, menurunkan susunan urat saraf, kapasitas inteligensi.
b. Memberikan dasar-dasar pendidikan, sikap, dan keterampilan dasar seperti pendidikan agama, budi pekerti, sopan santun, estetika, kasih sayang, rasa aman, dasar-dasar untuk mematuhi peraturan, dan menanamkan kebiasaan-kebiasaan baik.
2. Sekolah Sebagai Lembaga Pendidikan Kedua
Sekolah memegang peranan penting dalam pendidikan karena pengaruhnya besar sekali pada jiwa anak. Maka di samping keluarga sebagai pusat pendidikan, sekolah pun mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan untuk pembentukan pribadi anak.
Peranan sekolah dalam perkembangan kepribadian peserta didik dengan melalui kurikulum, antara lain:
1. Peserta didik belajar bergaul dengan sesama peserta didik, antara guru dan peserta didik, dan orang yang bukan peserta didik (karyawan)
2. Peserta didik belajar menaati peraturan-peraturan sekolah.
3. Mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi agama, bangsa dan negara.
3. Masyarakat Sebagai Lembaga Pendidikan Ketiga
Masyarakat sebagai lembaga pendidikan ketiga sesudah keluarga dan sekolah, mempunyai sifat dan fungsi yang berbeda dengan ruang lingkup dengan batasan yang tidak jelas dan keanekaragaman bentuk kehidupan sosial serta berjenis-jenis budayanya. Masalah pendidikan di keluarga dan sekolah tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai sosial budaya yang dijunjung tinggi oleh semua lapisan masyarakat.
Melalui masyarakat berkembanglah kesadaran sosial, kecakapan-kecakapan di dalam pergaulan dengan sesama kawan dan sikap yang tepat di dalam hubungan antar manusia
[1] Drs. Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan (Jakarta: Aksara Baru, 1988), hlm. 55.
[2] DR. Kartini Kartono, Pengantar Ilmu Mendidik Teoritis, Apakah Pendidikan Masih Diperlukan? (Bandung: Mundar Maju, 1992), hlm. 171.
[3] Drs. H. Abu Ahmadi & Dra. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan(Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991), hlm. 170.
[4] H. Zahara Idris & H. Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan 1 (Jakarta: PT Granedia Widia Sarana Indonesia, 1992), hlm. 99.
[5] Dra. Hj. Nur Uhbiyati & Drs. H. Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam I (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hlm. 261.
Posting Komentar