I. PENDAHULUAN
Setiap manusia secara Sunnatullah saling terkait. Sehingga, akan membentuk kelompok-kelompok kecil yang notabennya adalah sebuah komunitas dan akan berbaur membentuk komunitas besar. Satu dengan yang lainnya akan saling berinteraksi, entah berinteraksi positif (saling tolong-menolong, gotong royong, bekerja sama) maupun interaksi negatif (saling menjatuhkan, menindas, mengadu domba, dll). Hal itu berlangsung mulai dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Manusia tidak mampu menjalani hidup sendirian, ia akan senantiasa membutuhkan orang lain.
Membincang seputar tentang masa kanak-kanak dan berlanjut pada masa anak-anak akan ditemukan berbagai macam hal-hal menarik, diantaranya ciri-ciri, pertumbuhan fisik, perkembangan otak, dan sebagainya. Bahkan, kalau dilihat dari awal kelahiran seorang anak, maka disana akan ditemukan betapa uniknya seorang anak. Anak yang masih bayi dan berada dalam kandungan, pada saat mendekati hari-hari kelahiran terlihat kepala berada di bawah mendekati mulut rahim. Allah SWT memang sengaja membuat kepala janin anak tersebut lebih berat dari anggota tubuh yang lainnya. Hal ini menunjukan bahwa isi kepala sangatlah luar biasa dan menjadi komponen paling pokok bagi setiap manusia.
Kebutuhan anak pada saat di dalam rahim yang paling pokok adalah kebutuhan fisik, yaitu gizi atau nutrisi yang menunjang pertumbuhan bayi tersebut. Adapun setelah bayi tersebut lahir dan berkembang menjadi anak, maka kebutuhannya pun tidak hanya kebutuhan fisik saja, melainkan kebutuhan non fisik. Apalagi anak tersebut sudah memasuki masa atau usia sekolah, kebutuhannya sangatlah kompleks. Pada makalah kali ini penulis mencoba membahas tentang karakteristik dan kebutuhan anak usia sekolah, yang pada akhirnya makalah ini penulis memberi judul ”Karakteristik dan Kebutuhan Siswa”.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Karakteristik dan perbedaan individu siswa
B. Perkembangan dan Pertumbuhan Siswa
C. Kebutuhan Pokok Siswa
III. PEMBAHASAN
A. Karakteristik dan Perbedaan Individu Siswa
Manusia adalah makhluk yang dapat dipandang dari berbagai sudut pandang. Sejak ratusan tahun sebelum Isa, manusia telah menjadi salah satu objek filsafat, baik objek formal yang mempersoalkan hakikat manusia maupun objek materiil yang mempersoalkan manusia sebagai apa adanya manusia dan dengan berbaga kondisinya. Sebagaimana dikenal adanya manusia sebagai makhluk yang berfikir atau “homo sapiens”, makhluk yang berbentuk atau “homo faber”, makhluk yang dapat dididik atau “homo edocendum” dan seterusnya merupakan pandangan-pandangan tentang manusia yang dapat digunakan untuk menetapkan cara pendekatan yang akan dilakukan terhadap manusia tersebut. Berbagai pandangan itu membuktikan bahwa manusia adalah makhluk yang kompleks. Kini bangsa Indonesia telah menganut suatu pandangan, bahwa yang dimaksud manusia secara utuh adalah manusia sebagai pribadi yang merupakan pengejawantahan manunggalnya berbagai ciri atau karakter hakiki atau sifat kodrati manusia yang seimbang antar berbagai segi, yaitu antara segi individu dan sosial, jasmani dan rohani, dan dunia dan akhirat. Keseimbangan hubungan tersebut menggambarkan keselarasan hubungan antara manusia dengan dirinya, manusia dengan sesame manusia, manusia dengan alam sekitar atau lingkungannya, dan manusia dengan Tuhan.
Uraian tentang manusia dengan kedudukannya sebagai peserta didik, haruslah menempatkan manusia sebagai pribadi yang utuh. Dalam kaitannya dengan kepentingan pendidikan, akan lebih ditekankan hakikat manusia sebagai kesadaran sifat makhluk individu dan makhluk sosial, sebagai kesatuan jasmani dan rohani, dan sebagai makhluk Tuhan dengan menempatkan hidupnya di dunia sebagai persiapan kehidupannya di akhirat. Sifat-sifat dan cirri-ciri tersebut merupakan hal yang secara mutlak disandang oleh manusia, sehingga setiap manusia pada dasarnya sebagai pribadi atau individu yang utuh. Individu berarti : tidak dapat dibagi (undivided), tidak dapat dipisahkan; keberadaannya sebagai makhluk yang pilah, tunggal dank has. Seseorang berbeda dengan orang lain karena cirri-cirinya yang khusus itu. Menurut kamus Echols dan Shadaly, individu adalah kata benda dari individual yang berarti orang, perseorangan, oknum.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dibentuk suatu lingkungan untuk anak yang dapat merangsang perkembangan potensi-potensi yang dimilikinya dan akan membawa perubahan-perubahan apa saja yang diinginkan dalam kebiasaan dan sikap-sikapnya. Jadi anak dibantu oleh guru, orang tua, dan orang dewasa lainnya untuk memanfaatkan kapasitas dan potensi yang dibawanya dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang diinginkan.
Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan. Pada awal kehidupannya bagi seorang bayi mementingkan kebutuhan jasmaninya, ia belum peduli dengan apa yang terjadi di luar dirinya. Ia sudah merasa senang apabila kebutuhan fisiknya seperti : makan, minum dan kehangatan tubuhnya terpenuhi. Dalam perkembangannya lebih luas. Kebutuhannya kian bertambah dan suatu saat ia membutuhkan fungsi alat komunikasi (bahasa) semakin penting. Ia membutuhkan teman, keamanan dan seterusnya. Semakin besar anak, maka kebutuhan nonfisiknya semakin banyak. Sudah barang tentu setipa manusia akan berupaya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan. Degan demikian telah terjadi perkembangan dalam hal kebutuhan-kebutuhan, baik fisik maupun nonfisik. Apabila dicermati maka kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu kebutuhan primer atau utama dan kebutuhan sekunder atau kedua. Dengan kata lain, pertumbuhan fisik senantiasa diikuti perkembngan aspek kejiwaan atau psikisnya.
Setiap individu memiliki ciri dan sifat atau karakteristik bawaan (heredity) dan karakteristik yang diperoleh dari pengaruh lingkungan. Karakteristik bawaan merupakan karakteristik keturunan yang dimiliki sejak lahir, baik yang menyangkut faktor biologis maupun faktor sosial psikologis.
Natur dan nurtur merupakan istilah yang biasa digunakan untuk menjelaskan karakteristik-karakteristik individu dalam hal fisik, mental dan emosional pada setiap tingkat perkembangan. Karakteristik yang berkaitan dengan perkembangan faktor biologis cenderung lebih bersifat tetap, sedang karakteristik yang berkaitan dengan sosial psikologis lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan.[1]
B. Perkembangan dan Pertumbuhan Siswa
Selama masa anak-anak awal, pertumbuhan fisik berlangsung lambat dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan selama masa bayi. Pertumbuhan fisik yang lambat ini berlangsung sampai muncul tanda-tanda pubertas, yakni kira-kira 2 tahun menjelang anak matang secara seksual dan pertumbuhan fisik kembali pesat. Meskipun selama masa anak-anak pertumbuhan fisik mengalami perlambatan, namun keterampilan-keterampilan motorik kasar dan motorik halus justru berkembang pesat.[2]
Menurut teori Piaget, perkembangan kognitif pada masa anak-anak dinamakan tahap Praoperasional (praoperational stage), yang berlangsung pada usia 2-7 tahun. Pada tahap inin, konsep yang stabil dibentuk, penalaran mental muncul, egoisentrisme mulai kuat dan kemudian melemah, serta terbentuknya keyakinan terhadap hal yang magis. Tetapi sebagai ”pra” dalam istilah ”operasional” menunjukkan pada aktivitas mental yang memungkinkan anak untuk memikirkan peristiwa-peristiwa atau pengalaman-pengalaman yang dialaminya.[3]
Perubahan-perubahan fisik merupakan gejala primer dalam pertumbuhan masa remaja, yang berdampak terhadap perubahan-perubahan psikologis. Jika perem[uan mengalami menstruai pertama (menarche), maka laki-laki mengalami hal yang disebut ”spermache”. Pada masa menstruasi, perempuan mengeluarkan darah dari klitorisnya, yang menunjukkan alat reproduksinya telah matang untuk dibuahi. Spermache merupakan ejakulasi yang pertama yang dapat terjadi karena mimpi basah (ihtilam) atau masturbasi.[4]
C. Kebutuhan Pokok Siswa
Kebutuhan fisik adalah kebutuhan yang paling dasar. Pada saat ini kebutuhan tersebut mungkin merupakan kebutuhan paling kuat. Tetapi ada juga yang mengorbankan kebutuhan fisik demi aktualisasi diri. Seorang siswa rela mengurangi pemenuhan kebutuhan fisiknya demi mengejar prestasi-prestasi di sekolah. Dalam Islam malahan kebutuhan fisik perlu dikendalikan, misalnya dengan puasa demi memenuhi kebutuhan rohani yang jelas jauh lebih tinggi.[5]
Maslow mengidentifikasikan delapan tingkat (level) kebutuhan pokok manusia yang mendorong perilakunya:
1. Kebutuhan fisik (physiological needs) yang diperlukan untuk mempertahankan hidup, seperti kebutuhan akan makanan, istirahat, udara yang segar, air, vitamin dan sebagainya. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan primer.
2. Kebutuhan akan rasa aman (safety needs) ditunjukkan oleh anak dengan pemenuhan kebutuhan secara pasti, kontinu dan teratur. Anak mudah terganggu dalam situasi kacau, tak menentu atau situasi yang dirasakan sebagai suatu yang membahayakan, dan ia mudah menarik diri dalam situasi yang asing baginya. Anak membutuhkan perlindungan yang member rasa aman.
3. Kebutuhan untuk mencintai an dicintai (love needs) merupakan dorongan dan kehausan baginya untuk mendapatkan tempat dalam suatu kelompok di mana ia memperoleh kehangatan perasaan dalam hubungan dengan masyarakat lain secara umum.
4. Kebutuhan akan harga diri (esteem needs) menuntut pengakuan individu sebagai pribadi yang bernilai, sebagai manusia yang berarti dan memiliki martabat. Pemenuhan kebutuhan ini akan menimbulkan rasa percaya pada diri sendiri, menyadari kekuatan-kekuatannya, merasa dibutuhkan dan mempunyai arti bagi lingkungannya.
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri (self-actualization) memberikan dorongan kepada setiap individu untuk mengmbangkan/ mewujudkan seluruh potensi dalam dirinya. Dorongan ini merupakan dasar perjuangan setiap individu untuk merealisasikan dirinya, untuk menemukan dirinya/identitasnya dan untuk menjadi dirinya sendiri. Kekuatan ini tumbuh secara wajar dalam diri setiap manusia.
6. Kebutuhan untuk mengetahui dan mengerti (desire to know and to understand) tampak pada individu yang cenderung untuk mensistematisasikan segalanya, menganalisis, mengorganisasi, dan mencari hubungan dalam kesatuan yang utuh. Jadi bukan hanya ingin tahu secara jelas mengenai sesuatu.[6]
7. Kebutuhan untuk bersenang-senang; Dikelas saat melakukan kegiatan dengan siswa, upayakan untuk melakukannya dengan metode ‘hands on activity’ ini akan membuat siswa senang dan waktu menjadi tidak terasa. Bisa juga dengan memainkan permainan pada 5 menit terakhir jam pelajaran, biarkan mereka memilih permainannya atau bisa juga anda putarkan video menarik untuk mereka.
8. Kebutuhan untuk punya kebebasan; biarkan siswa di kelas yang diajar menentukan sendiri tempat duduknya, namun sambil ingatkan mereka untuk bertanya pada diri sendiri apakah pasangan duduknya atau teman yang ada di sebelahnya akan membuat ia tidak berkonsentrasi dan mengganggu saat sedang mengerjakan tugas. Dengan demikian ia menjadi seorang yang tetap punya tanggung jawab saat diberikan kebebasan.[7]
Susunan kebutuhan-kebutuhan ini dipandang oleh Maslow sebagai struktur pyramidal atau perangkat tindakan yang berurutan, dimana kebutuhan yang lebih tinggi tergantung dari kebutuhan yang lebih mendasar. Artinya, kebutuhan yang paling tinggi minta dipenuhi bila kebutuhan bila kebutuhan dibawahnya telah relatif terpenuhu atau tidak menimbulkan ketegangan . pimpinan disekolah harus membantu anak dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok anak sebagai manusia. Maka, kebutuhan-kebutuhan diatas merupakan kunci dalam usaha pengembangan yang relevan dari progam bimbingan di sekolah.[8]
[1] Prof. Dr. H. Sunarto & Dra. Ny. B. Agung Hartono, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 2008), hlm. 1-5
[2] Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), cet IV, hlm. 127-128
[4] Aliah B Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 110
[5] Drs. Ridwan, M. Pd, Penanganan Efektif: Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 96-97
[6] Drs. Yusup Gunawan, MSc, Pengantar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama: 1992), hlm. 15-16
[8] Drs. Yusup Gunawan, MSc, Op., Cit., hlm. 16-17
Posting Komentar