PSIKOLOGI PERKEMBANGAN ORIENTASI DAN TEORI PERKEMBANGAN INDIVIDU


BAB I
PENDAHULUAN

    1.      Latar Belakang Masalah

Perkembangan adalah perubahan kearah kemajuan menuju terwujudnya hakekat manusia yang bermartabat atau berkualitas. Perkembangan memiliki sifat holistik (menyeluruh/kompleks) yaitu : terdiri dari berbagai aspek baik fisik ataupun psikis, terjadi dalam beberapa tahap (saling berkesinambungan), ada variasi individu dan memiliki prinsip keserasian dan keseimbangan.
Perkembangan individu yang semakin maju sekarang ini, dipengaruhi banyak faktor . misalnya saja dipengaruhi faktor alamiah, kultural dan konvergensi. Dengan adanya faktor-faktor itu akan mempengaruhi dari psikologi perkembangan individu itu sendiri nantinya, sehingga menimbulkan banyak teori yang mengkaji perkembangan tersebut.

    2.      Rumusan Masalah

-          Apakah pengertian perkembangan individu ?
-          Apakah pengertian orientasi perkembangan individu ?
-          Apakah pengertian teori perkembangan individu ?

    3.      Tujuan

-          Mengetahui apa yang dimaksud dengan perkembangan individu.
-          Mengetahui pengertian orientasi perkembangan individu.
-          Mengetahui apa teori perkembangan individu.
  
BAB II
PEMBAHASAN

1.Perkembangan Individu
Perkembangan merupakan suatu perubahan, dan perubahan ini tidak bersifat kuantitatif, melainkan kualitatif.Perkembangan tidak ditekankan pada segi materiil, melainkan pada segi fungsional.Dari uraian ini perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan kualitatif dari pada fungsi-fungsi.
Perubahan sesuatu fungsi adalah disebabkan oleh adanya suatu proses pertumbuhan materiil yang memungkinkan adanya fungsi itu, dan disamping itu, disebabkan oleh karena perubahan tingkah laku hasil belajar. Maka akan salah apabila kita beranggapan bahwa perkembangan adalah semata-mata sebagai perubahan atau proses psikologis.
2. Orientasi Dalam Teori Perkembangan
2.1 Teori yang berorientasi Biologis
Teori ini menitik beratkan pada apa yang yang disebut bakat, jadi factor keturunan dan konstitusi yang dibawa sejak lahir,.perkembangan anak dilihat sebagai pertumbuhan dan pemasakan organisme. Perkembangan bersifat endogen, artinya perkembangan tidak hanya berlangsung spontan saja melainkan juga harus dimengerti sebagai pemekaran pre-disposisi yang telah ditentukan secara biologis dan tidak dapat berubah lagi (genotype). Pengaruh lingkungan hanya sekedar menyedikan kesempatan yang baik saja, missal pengaruh suhu, penerangan, pemupukan, dan pangairan yang menguntungkan. Dalam hal ini maka merupakan suatu proses yang spontan, yang oleh piaget (1971) disebut sebagai kelanjutan ganesa-embryo.
Pengaruh lingkungan, yang menguntungkan dan tidak menguntungkan ikut menentukan sifat apa yang terwujud yang dimiliki organisme dalam priode tertentu (fenotype). Kelemahan teori ini nampak dalam penelitian anak-anak kembar. Anak kembar yang identik (satu telur) yang dibesarkan dalam milieu (lingkungan ) yang berbeda, mengalami proses perkembangan yang beda pula.
Kelemahan teori yang berorientasi biologis itu juga kita jumpai pada waktu anak dalam satu kondisi tertentu mampu melaksanakan tingkah laku operasi, yaitu melakukan tingkah laku intelektual pada waktu yang lebih awal dari pada stadium perkembangannya, misalnya anak bisa membaca pada waktu yang sangat awal.

2.2. Teori yang berorientasi pada Lingkungan
Dalam kelompok teori lingkungan (teori milieu) termasuk teori belajar dan teori sosialisasi yang bersifat sosiologis. Kedua macam teori itu sebetulnya sama karena prinsip sosialisasi itu merupakan suatu bentuk belajar social. Hal ini juga berlaku bagi enkulturasi, yaitu memperolehnya tingkah laku kebudayaan sendiri yang banyak di tulis oleh antropologi budaya, seperti Benedict (1934),Kardiner (1945) mead (a.l.1953).
Teori-teori belajar mempunyai sifat yang berlainan (knoers,1973). Persamaan yang ada di antara berbagai teori belajar itu ialah bahwa mereka semua memandang belajar sebagai suatu bentuk perubahan dalam disposisi seseorang yang bersifat relatif tetap, sedangkan perubahan tersebut tidak di sebabkan oleh pertumbuhan. Disposisi disini di artikan sebagai potensi untuk bertingkah laku, untuk bersikap.
Teori ini beranggapan bahwa sesudah tahun pertama, potensi untuk bertingkah laku yang lebih tinggi tidak tergantung daripada perubahan spontan pada struktur dari organism, melainkan tergantung daripada perubahan spontan pada struktur dari organism, melainkan tergantung pada apa yang kitapelajari dengan teknik-teknik yang tepat. Jadi bila anak hidup dalam suatu lingkungan tertentu, maka anak tadi akan memperlihatkan pola tingkah laku yang khas lingkungannya tadi.
Telah banyak diketahui bahwa misalnya perkembangan bahasa, begitu juga keberhasilan disekolah mempunyai sifat-sifat yang khas lingkungan (overmann, 1971). Para ahli sosiologi mengemukakan bahwa kemungkinan besar ada semacam watak (rolff, 1970). Watak social ini menurut fromm (1941) adalah inti struktur watak yang dimiliki oleh semua anggota satu budaya atau sub-budaya tertentu. Watak social berlainan dengan watak individual yang menunjuk pada perbedaan yang ada diantara orang-orang dari suatu budaya yang sama. Berbagai teori lingkungan ini kurang memperhatikan akan pengaruh pembawaan yang ada relatif kaut dalam perkembangan seseorang.

2.3. Teori yang berorientasi pada Psikodinamika
Teori ini mempunyai kesamaan dengan teori belajar dalam hal pandangan akan pentingnya pengaruh lingkungan,termasuk lingkungan primer,terhadap perkembangan.Teori psikodinamika memandang komponen yang bersifat sosio-afektif sangat fundamental dalam kepribadian dan perkembangan seseorang.Menurut teori ini ,maka komponen yang besifat sosio-afektif yaitu ketegangan yang ada dalam diri seseorang,sebagai penentu dinamikanya.
Menurut Sigmund Freud,seorang anak dilahirkan dengan dua macam kekuatan biologis,yaitu libido dan nafsu mati.Kekuatan atau energy ini “menguasai” semua orang atau semua benda yang berarti bagi anak,melalui proses yang disebut kathexis.Kathexis berarti konsentrasi energy psikis terhadap suatu objek atau suatu ide yang spesifik atau terhadap suatu person yang spesifik.
Menurut Freud (Alwisol, 2005:17), kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yaitu sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tak sadar (unconscious).Freud berpendapat bahwa kepribadian merupakan suatu sistem yang terdiri dari 3 unsur, yaitu das Es, das Ich, dan das Ueber Ich (dalam bahasa Inggris dinyatakan dengan the Id, the Ego, dan the Super Ego), yang masing memiliki asal, aspek, fungsi, prinsip operasi, dan perlengkapan sendiri.

Implikasi Teori Perkembangan
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
1)Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
2) Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3)Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4)Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5)Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

Implikasi teori perkembangan yang berorientasi pada biologi
1)Guru memberi peluang atau kesempatan kepada para siswanya untuk mengetahui atau mengasah bakat yang ada di dalam dirinya.
2)Guru memberikan arahan tentang bakat setiap anak dan apa yang bisa dilakukan dengan bakat yang dimiliki.
3)Guru tidak boleh menganggap semua siswa itu sama karena setiap siswa memiliki sesuatu yang unik dan berbeda dari yang lain.

Implikasi teori perkembangan yang berorientasi pada lingkungan
1)Sebaiknya pembelajaran itu tidak harus di dalam kelas bisa juga dilakukan di luar kelas.
2)Guru mengajarkan akan pentingnya lingkungan sekitar.
3)Guru memberikan pelajaran akan pengaruh lingkungan terhadap setiap orang.

Implikasi teori perkembangan yang berorientasi pada psikodinamika
:
1) Guru harus menyadari kalau setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menerima pelajaran.
2) Guru mengajarkan kepada siswa dalam mengenal kepribadian mereka sehingga dapat membantu     mereka nantinya.
3) Guru menjelaskan kepada siswa akan perkembangan yang sedang mereka alami.

Implikasi teori perkembangan yang berorientasi pada ilmu kerokhanian
1)Guru sebagai tempat curhat siswa,disini siswa diberi kesempatan untuk meluangkan semua hal yang sedang dia alami kepada guru dan guru pun harus siap dijadikan sebagi tempat curhat.
2)Guru memberikan arahan kepada siswa untuk saling peduli kepada sesama.
3)Guru memberikan dorongan-dorongan rokhani kepada siswanya.

Implikasi teori perkembangan yang berorientasi pada interaksionisme
1)Diadakan diskusi di dalam kelas agar terjalin suatu interaksi antar siswa dan guru.
2)Membagi beberapa kelompok di dalam kelas.
3)Guru memberikan tugas kelompok.
4)Guru mengajak siswa untuk lebih mengenal masyarakat sekitar.

3. Pendekatan Teori Perkembangan Individu
a.   Teori Kognitif
Perkembangan Kognitif
Jean Piaget (1896 – 1980) adalah psikolog perkembangan dari Swiis. Piaget mengajarkan bahwa perkembangan kognitif adalah hasil gabungan dari kedewasaan otak dan sistem saraf, serta adaptasi pada lingkungan.
Piaget memandang bahwa anak memainkan peran aktif di dalam menyusun pengetahuannya mengenai realitas. Anak tidak pasif menerima informasi. Walaupun proses berpikir dan konsepsi anak mengenai realitas telah dimodifikasi oleh pengalamannya dengan dunia sekitar dia, namun anak juga berperan aktif dalam menginterpretasikan informasi yang ia peroleh dari pengalaman, serta dalam mengadaptasikannya pada pengetahuan dan konsepsi mengenai dunia yang telah ia punya.

Piaget menguraikan empat tahap perkembangan kognisi, yaitu:

Tahap-tahap Perkembangan Kognitif Piaget
Usia
Tahap
Perilaku
Lahir -18 bln
Sensorimotor
  • Belajar melalui perasaan
  • Belajar melalui refleks
  • Memanipulasi bahan
18 bln – 6 thn
Praoperasional
  • Ide berdasarkan persepsinya
  • Hanya dapat memfokuskan pada satu variabel pada satu waktu
  • Menyamaratakan berdasarkan pengalaman terbatas
6 thn – 12 thn
Operasional Konkret
  • Ide berdasarkan pemikiran
  • Membatasi pemikiran pada benda-benda dan kejadian yang akrab
12 thn atau lebih
Operasional formal
  • Bepikir secara konseptual
  • Berpikir secara hipotesis

Piaget mengatakan bahwa kita melampui perkembangan melalui empat tahap dalam memahami dunia. Masing-masing tahap terkait dengan usia dan terdiri dari cara berpikir yang berbeda. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut:
Tahap sensorimotor (Sensorimotor stage), yang terjadi dari lahir hingga usia 2 tahun, merupakan tahap pertama piaget. Pada tahap ini, perkembangan mental ditandai oleh kemajuan yang besar dalam kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi (seperti melihat dan mendengar) melalui gerakan-gerakan dan tindakan-tindakan fisik.
Tahap praoperasional (preoperational stage), yang terjadi dari usia 2 hingga 7 tahun, merupakan tahap kedua piaget, pada tahap ini anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar. Mulai muncul pemikiran egosentrisme, animisme, dan intuitif. Egosentrisme adalah suatu ketidakmampuan untuk membedakan antara perspektif seseorang dengan perspektif oranglain dengan kata lain anak melihat sesuatu hanya dari sisi dirinya.
Animisme adalah keyakinan bahwa obyek yang tidak bergerak memiliki kualiatas semacam kehidupan dan dapat bertindak. Seperti sorang anak yang mengatakan, “Pohon itu bergoyang-goyang mendorong daunnya dan daunnya jatuh.” Sedangkan Intuitif adalah anak-anak mulai menggunakan penalaran primitif dan ingin mengetahui jawaban atas semua bentuk pertanyaan. Mereka mengatakan mengetahui sesuatu tetapi mengetahuinya tanpa menggunakan pemikiran rasional.
Tahap operasional konkrit (concrete operational stage), yang berlangsung dari usia 7 hingga 11 tahun, merupakan tahap ketiga piaget. Pada tahap ini anak dapat melakukan penalaran logis menggantikan pemikiran intuitif sejauh pemikiran dapat diterapkan ke dalam cotoh-contoh yang spesifik atau konkrit.
Tahap operasional formal (formal operational stage), yang terlihat pada usia 11 hingga 15 tahun, merupakan tahap keempat dan terkahir dari piaget. Pada tahap ini, individu melampaui dunia nyata, pengalaman-pengalaman konkrit dan berpikir secara abstrak dan lebih logis.
Sebagai pemikiran yang abstrak, remaja mengembangkan gambaran keadaan yang ideal. Mereka dapat berpikir seperti apakah orangtua yang ideal dan membandingkan orangtua mereka dengan standar ideal yang mereka miliki. Mereka mulai mempersiapkan kemungkinan-kemungkinan bagi masa depan dan terkagum-kagum terhadap apa yang mereka lakukan.
Perlu diingat, bahwa pada setiap tahap tidak bisa berpindah ke ketahap berikutnya bila tahap sebelumnya belum selesai dan setiap umur tidak bisa menjadi patokan utama seseorang berada pada tahap tertentu karena tergantung dari ciri perkembangan setiap individu yang bersangkutan. Bisa saja seorang anak akan mengalami tahap praoperasional lebih lama dari pada anak yang lainnya sehingga umur bukanlah patokan utama.
b.   Teori afektif
Erik H. Erikson mengemukakan bahwa perkembangan manusia adalah sintesis dari tugas-tugas perkembangan dan tugas-tugas sosial. Erikson mengemukakan teori perkembangan afektif yang terdiri atas 8 tahap :Rata Penuh
1.       Trust Vs Mistrust / Kepercayaan dasar
Bayi yang kebutuhanya terpenuhi waktu ia bangun, keresahannya segera terhapus, slalu dibuai dan diperlakukan sebaik-baknya, diajak main dan bicara, akan tumbuh perasaannya bahwa dunia ini tempat yang aman dengan orang-orang di sekitarnya yang selalu bersedia menolong dan dapat dijadkan tempat ia menggantungkan nasibnya. Jika pemeliharaan bayi itu tidak sebagaimana mestinya maka sebaliknya akan timbul rasa penolakan dan ketidakpercayaan pada orang sekitarnya. Perasaan ini akan terus terbawa pada tingkat perkembangan selanjutnya.
2.       Autonomy Vs Shame and Doubt/ Otonomi
Dimensi autonomy ini timbulnya karena adanya kemampuan motoris dan mental anak. Pada tahap ini bukan hanya berrjalan, tetapi juga memanjat, menarik dan mendorong, memegang dan melepaskan dan lain-lainya. Anak sangat bangga dengan kemampuanya ini dan ia ingin melakukan banyak hal sendiri. Orang tua sebaiknya menyadari bahwa anak butuh melakukan sendiri hal-hal yang sesuai dengan kemampuanya menurut langkah dan waktunya sendiri.
Jika orang dewasa yang mengasuh dan membimbing anak tidak sabar den selalu membantu mengerjakan segala sesuatu yang sesungguhnya dapat dikerjakan sendiri oleh anak itu, maka akan tumbuh pada nak itu rasa malu-malu dan ragu-ragu. Orang tua yang terlau melindungi dan selalu mencela hasil pekerjaan anaknya, berarti telah memupuk rasa malu dan ragu yang berlebihan pada anak itu. Jika anak anak meninggalkan fase ini, ia akan mengalami kesulitan untuk memperoleh autonomy pada masa remaja dan masa dewasanya.
3.       Initiatives Vs Guilt / Inisiatif
Pada masa ini anak sudah menguasai badan dan geraknya. Inisiatif anak akan lebih terdorong dan terpuruk bila orang tua memberi respon yang baik terhadap keinginan anak untuk bebas dalam melakukan kegiatan-kegiatan motoris sendiri dan bukan hanya bereaksi atau meniru anak-anak lain. Dimensi sosial pada tahap ini mempunya dua ujung yaitu initive dan guilt.
4.       Industry Vs Inferiority / Produktivitas
Anak mulai berpikir deduktif, belajar dan bermain menurut peraturan yang ada. Anak didorong untuk membuat, melakukan dan mengerjakan dengan benda-benda yang praktis, dan mengerjakanya samapai selesai sehingga menghasilkan sesuatu. Pada usia sekolah dasar ini dunia anak bukan hanya lingkungan rumah saja melainkan mencakup lembaga-lembaga lain yang mempunyai peranan yang penting dalam perekembangan inividu. Pengalaman-pengalamn sekolah mempengaruhi industry dan inferiority ank.
5.       Identity Vs Role Confusion / Identitas
Pada fase ini anak menuju kematang fisik dan mental. Anak mempunyai perasaan-perasaan dan keinginan-keinginan baru sebagai akibat perubahan-perubahan tubuhnya. Ia mulai dapat berpikir tentang pikiran orang lain, ia berpikir pula apa yang dipikirkan orang lain tentang dirinya. Ia mulai mengerti tentang keluarga ideal, agama dan masyarakat. Pada masa ini remaja harus dapat mengintegrasikan apa yang telah dialami dan dipelajarinya tentang dirinya misal sebagai anak, pelajar, anggota osis dan sebaginya menjadi satu kesatuan sehingga menunjukan kontinuitas dengan masa lalu dan sikap menghadapi masa datang.
6.       Intimacy Vs Isolation / Keakraban
Yang dimaksud intimacy oleh Erikson selain hubungan suami istri adalah juga kemampuan untuk berbagai rasa dan perhatian pada orang lain. Jika intimacy tidak terdapat diantara sesama teman atau suami istri,menurut Erikson, akan terdapat apa yang disebut isolation, yakni kesendirian tanpa adanya orang lain untuk berbagi rasa dan saling memperhatikan.
7.       Generavity Vs Self Absorption / Generasi Berikut
Generavity berarti bahwa orang mulai memikirkan orang-orang lain di luar keluarganya sendiri, memikirkan genrasi yang akan datang serta hakikat masyarakat dan dunia tempat generasi itu hidup. Orang yang tidak berhasil mencapai generavity bearti ia berada dalam keadaan self absorption dengan hanya memutuskan perhatian kepada kebutuhan-kebutuhan dan kesenangan pribadi.
8.       Integrity Vs Despair / Integritas
Pada fase ini usaha-usaha yang pokok pada individu sudah mendekati kelengkapan, dan merupakan masa-masa untuk menikmati pergaulan dengan-cucu-cucu. Integrity timbul dari kemapuan individu untuk melihat kembali kehidupan yang lalu dengan kepuasan. Sedangkan kebalikanya adalah despair, yaitu keadaan dimana individu yang melihat kembali dan meninjau kembali kehidupanya masa lalu sebagai rangkaian kegagalan dan kehilangan arah.
c.    Teori behavior
Teori pembelajaran behaviorisme yang berpendapat bahwa perilaku terbentuk melelui perkaiatan antara rangsangan (stimulus) dengan tindak balas (respon). Perubahan perilaku lebih banyak karena pengaruh lingkungan. Teori behaviorisme dibedakan antara teori pelaziman klasik dan teori pelaziman operan. Teori pelaziman klasik dipelopori oleh Ivan Pavlov, konsep atau prisip pembelajaran yaitu:
1.                       Excitation (pergetaran) yaitu suatu rangsangan tak terazim atau alami dapat membangkitkanreaksi sel-sel tertentu, sehingga dapat menghasilkan tindak balas.
2.                       Irradiaton (penularan) yaitu terjadi reaksi dari sel-sel lain yang berbeda di sekitar kawasann sl-sel yang bekenan debgan rangasangan tak terlazim.
3.                       Stimulus generalization (generalisasi rangsangan) yaitu keadaan dimana individu memberika tindak balas yang sama terhadap ranggsangan tertentuu yang memiliki kesamaan walaupun tidak serupa.
4.                       Extintion (penghapuan) yaitu suatu tidak balas akan hilang secarra perlahan-lahan apabila makin berkurangnya keterkaitann dengan rangsangan tak terlazim.
Faktor yang mempengaruhi perkembangan individu
Ada faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan seorang individu. Dari faktor-faktor ini muncullah teori-teori perkembangan yang dikemukakan oleh ahli-ahli perkembangan antara lain sebagai berikut:
1 Teori Nativisme
Schopenhaur berpendapat bahwa perkembangan manusia ditentukan oleh faktor-faktor nativus, yaitu faktor-faktor keturunan atau bawaan dari seorang individu. Dari teori ini akan terkesan bahwa seakan-akan individu telah ditentukan sebelumnya, tergantung pada sifat-sifat bawaan dan tidak dapat dirubah. Individu yang terlahir dari orang tua yang baik akan menjadi baik, dan sebaliknya. Dari kalangan pendidikan menjadi pesimis dengan pandangan nativisme ini karena berarti usaha pendidikan tidak berguna dalam membantu perkembangan individu. Dan beberapa ahli perkembangan tidak dapat menerima teori nativisme ini.
2 Teori Empiris
Teori ini dikemukakan oleh John Locke. Teori ini menyatakan bahwa perkembangan individu ditentukan oleh pengalaman-pengalaman yang diperoleh individu dari lingkungannya. Dalam teori empiris ini, saat individu lahir digambarkan sebagai sehelai kertas putihbersih, dan individu akan berkembang sesuai dengan apa yang akan tertulis di kertas putih bersih itu. Pandangan empiris ini membuat optimisme dari kalangan pendidikan, karena berarti hasil pendidikan yang akan menentukan perkembangan individu. Teori empiris ini nampak berlawanan dengan teori nativisme, sehigga muncul teori konvergensi yang merupakan gabungan dari kedua teori tersebut.
3  Teori Konvergensi
William Stern menggabungkan teori nativisme dengan empiris menjadi teori konvergensi. William Stern telah melakukan penelitian terhadap beberapa bayi kembar, yang dipisahkan dan dibesarkan di lingkungan yang berbeda yang dimulai dari sejak kelahiran mereka. Dan ternyata bayi-bayi kembar tersebut mengalami perbedaan perkembanngan. William Stern menyimpulkan bahwa perkembangan individu ditentukan oleh faktor-faktor bawaan (endogen) dan faktor-faktor lingkungan (eksogen).
Faktor bawaan (endogen) dan lingkungan (eksogen) saling berhubungan dalam perkembangan individu. Bakat individu yang merupakan salah satu faktor bawaan akan menjadi aktual atau berkembang membutuhkan kesempatan untuk dapat mengkatualisasi bakat tersebut. Untuk itu diperlukan lingkungan yang baek dan mendukung perkembangan atau aktualisasi bakat individu, misalnya pendidikan yang mendukung perkembangan bakat individu. Sebenarnya pengaruh lingkungan terhadap perkembangan adalah tidak terlalu memaksa, tetapi tetap memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan individu, tergantung pula pada keputusan individu bersikap menerima, menolak atau netral terhadap kesempatan-kesempatan itu. Dengan demikian proses perkembangan individu merupakan suatu interaksi antar faktor bawaan, lingkungan dan penetuan diri individu itu sendiri.


DAFTAR PUSTAKA

Soeparwoto, 2006. Psikologi Perkembangan. Semarang: UPT MKK UNNES
jadibrilian.blogspot.com/2011/11/teori-teori-perkembangan.html
rihendrawati.blogspot.com/.../hakekat-perkembangan-individu.html
file:///G:/PsikoPer/Teori-Teori%20Perkembangan.htm

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama