Gambar diambil dari malangraya.web.id |
“siapa yang mau umrah”
“saya” (suara hiruk pikuk orang-orang)
“siapa yang mau sepeda motor”
“saya” (terdengar semakin riuh)
“siapa yang mau kulkas”
‘saya”
“siapa yang mau televisi”
“siapa yang mau DVD Player”
“saya, saya, saya” (suara hiruk pikuk dengan tepukan tangan dari masyarakat).
Itulah awal kata-kata yang dikeluarkan oleh Abah Anton dan Sutiaji dalam kampanyenya di Lapangan Merjosari Lokokwaru Malang. Diiringi dengan yel-yel dari tim kampanye untuk menghidupkan suasana kampaye. Maklum, lokasi kampanye baru saja diguyur hujan dan membuat sebagian orang tidak jadi masuk ke lapangan dan hanya melihat-lihat dari luar. Namun tidak kalah banyak juga, sebagian masih bertahan di tengah lapangan dengan berteduh menggunakan payung atau rela tetap dengan baju basah.
Di luar lapangan tidak kalah ramai, sepanjang jalan, sepeda motor dan mobil, parkir di pinggir jalan, yang membuat jalan semakin macet dan becek. Sehingga mereka harus sabar jalan sedikit demi sedikit untuk keluar dari keramaian.
di dalam lapangan Abah Anton dan Sutianji berteriak mengeluarkan yel-yel pemenangan AJI (nama inisial Abah Anton dan Sutiaji). Dengan mengucapkan syukur kepada Allah dan shalawat kepada Nabi, Abah Anton berterima kasih kepada para pendudkungnya yang sudah meluangkan waktu untuk hadir dan dating, walaupun dalam keadaan hujan.
“Ibu-ibu, bapak-bapak”
“hari ini, saya Abah Anton dan Sutiaji (AJI) berkampanye untuk keempat kalinya , setelah di Blimbing hari kemarin sore. Saya berkali-kali tegaskan bahwa, penuhnya masyarakat yang mendukung AJI, ini memberikan sinyal bahwa AJI didukung oleh masyarakat”
“benar atau tidak ibu-ibu bapak-bapak”
“benar!” (suara teriakan simpatisan)
“bapak-bapak , Ibu-ibu!, selama ini kita sudah sepuluh tahun lebih dibohongi oleh walikota yang terdahulu. Harga sembako semakin mahal, pendidikan mahal, kesehatan mahal, mau kemana di bawa Kota Malang ini?. Kami AJI dengan slogan peduli wong cilik, akan berjuang untuk masyarakat kecil dengan berusaha menekan harga sembako agar murah, pendidikan gratis, dan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.”
“hidup AJI!” (teriak tim kampanye)
“ Bapak-bapak, Ibu-ibu. Saya Abah Anton dan Sutiaji benar-benar ingin mengabdi pada masyarakat. Berjanji kepada masyarakat semua yang hadir di tempat ini untuk mengabdikan diri kepada warga Kota Malang. Kalau janji-janji kami tidak terpenuhi dalam kepemimpinan kami, maka kami siap untuk mengundurkan diri. Tidak hanya sekedar itu, kami tidak akan mengambil gaji kami, semua gaji akan kami kembalikan untuk kepentingan rakyat. Uang dan memperkaya diri bukanlah tujuan kami. Jangan pilih orang-orang yang hanya menginginkan uang dan memperkaya diri sendiri, dan kita lihat sendiri, kepemimpinan walikota terdahulu.”
“Hidup AJI” (teriak tim kampanye berulang-ulang)
“Kami sangat mengharapkan dukungan bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian. Tapi perlu diingat, kalaupun kami tidak memang dalam pemilihan ini, maka perjuangan tidak terhenti. Jangan membuat kegaduhan atau melakukan tindakan-tindakan anarkis, karena kekalahan dan kemenangan adalah semua takdir Allah. Kita berusaha untuk mengikhlaskan kekalahan. Kalaupun kita memprotes ketidakadilan, maka kita berada di negara hukum, maka kita selesaikan secara hukum yang berlaku”
Suasana kampanye walikota, semakin sore semakin ramai, apalagi hujan sudah reda. Jalanan mulai menyemut dengan orang-orang yang berjalan kaki atau menggunakan sepeda motor dan mobil. Ditambah lagi dengan pedagang-pedangang yang menggunakan rombong, ada bakso, mie ayam, es campur, dan banyak lagi. Di beberapa tempat kosong di sekitar lapangan menjadi peluang uang juga bagi mereka yang melihat peluang menjadi tukang parkir. Tanpa ada perintah dari siapapun, dengan modal peluit, bolpoint, dan kertas parkir, mereka mengatir lalu lintas
Sorak sorai para pendukung Abah Anton dan Sutiaji terus meneriakkan angka 6 (enam), dipandu oleh tim kampanye. Tidak ada sudut ruangan yang hening saat itu. Semua tampak ramai dan menyedot perhatian para pengguna jalan raya untuk masuk ke tempat acara, walaupun hanya sekedar melihat-lihat saja sambil lalu begitu saja. Dengan kemacetan yang terjadi, secara tidak langsung mereka dapat menonton kampanye Abah Anton dan Sutiaji.
Tidak lebih dari 30 menit lamanya, Abah Anton selesai dari orasi dan memberikan kesempatan kepada Calon Wakil Walikota Sutiaji untuk beroarasi. Hampir sama dengan Abah Anton, Sutiaji mengingatkan kepada masyarakat warga Kota Malang untuk memilih orang asli Kota Malang, orang arek Malang, aremania. Beliau menyebut bahwa walikota terdahulu sudah gagal dalam membangun Kota Malang. Ia hanya mempergunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi. Apalagi ia dahulu mengklaim diri di dukung oleh para alim ulama’, padahal tidak terbukti sama sekali. Dengan suara teriakkan yang sangat keras, Sutianj bertanya kepada para simpatisan. “siapa yang salah memilih walikota sebelumnya?”. Suasana hening, tidak ada teriakkan atau pun jawaban dari simpatisan. “yang salah adalah kita semua, tapi sekarang kita harus memperbaikinya dan meluruskannya”. “hidup AJI”, teriak Sutiaji.
Menurut Sutiaji, pasangan Abah Anton dan Sutiaji adalah pasangan yang direstui oleh para alim ulama’ kota ini. Jadi, Abah Anton dan Sutiaji mendapatkan kesempatan untuk mengemban tugas. Insayallah dengan do’a para kyai dan masyarakat semua, pasangan Abah Anton dan Sutiaji menang.
Tidak dapat dipungkiri, pasangan Abah Anton dan Sutianji didukung oleh para kyai, karena Abah Anton sendiri adalah kader dari PKB (partai kebangkitan bangsa) dan seorang Sutiaji yang religious. PKB tentu sangat melekat dengan identitas NU, maka bisa dikatakan masyarakat NU akan memilih pasangan Abah Anton dan Sutiaji. Di beberapa tempat, warga Muhammadiyah juga mendukung Abah Anton dan Sutiaji, ini dilihat dari kompleks dekat pelaksanaan kampanye, warga Muhamamdiyah banyak yang memasang sticker pasangan Abah Anton dan Sutianji. Bahkan menurut cerita, sebuah masjid dekat lapangan Merjosari, area parkir kurang lebih dua are adalah pemberian dari Abah Anton, begitu juga dengan pengaspalan sekitar kompleks.
Tidak hanya dari kalangan partai berbasis islam, Partai Gerindera juga menjadi partai politik yang mendukung pasangan Abah Anton dan Sutiaji. Tidak tahu seperti apa persis dukungan Partai Gerindera kepada Abah Anton dan Sutiaji, tapi pada saat kampanye kedua pasangan tersebut, laskar-laskar Gerindera dengan pakaian khas loreng dengan kepala Garuda sebagai lambang, lalu lalang mengamankan proses acara. Beberapa mobil kesehatan Gerindera juga parkir di beberapa tempat untuk berjaga-jaga, kalau kemungkinan ada korban dari simpatisan karena berdesak-desakan.
Sutiai juga tidak terlalu lama berorasi, tidak sampai 30 menit lamanya. Acara kemudian diambilalih oleh tim kampanye Abah Anton dan Sutiaji. ”Bapak-bapak, ibu-ibu, mari kita dukung AJI sebagai walikota dan wakil walikota Malang. Mudah-mudahan dengan izin Allah, Insyallah pasangan Abah Anton dan Sutiaji menang, ingat…nomor 6 (enam). Sebagai persembahan, berikut lagu “insyallah”. Suara musik pun terdengar dengan keras, lagu insyallah Mahir Zain dinyanyikan oleh tim kampanye Abah Anton dan Sutiaji dengan mengubah sedikit lirik, tanpa mengubah instrument, lengkap dengan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
“insyalllah, insyallah, insyallah nomor 6”
“insyallah, insyallah abah anton pasti menang”
“Abah Anton, Abah Anton, Abah Anton, pasti menang”
“Sutiaji menjadi wakilnya karena mereka semua milik kita”
Itulah beberapa penggal gubahan lirik lagu pemenangan Abah Anton dan ajakan untuk memilih Abah Anton dan Sutiaji.
Acara kemudian diisi dengan beberapa nyayian bernuansa islami, baik lagu bertemakan Abah Anton dan shlawat Nabi untuk menghibur para simpatisan. Di samping itu juga, sekaligus pembacaan nama-nama yang mendapatkan hadiah umrah, sepeda motor, kulkas, televisi dan lain sebagainya.
Yel-yel Abah Anton dan Sutiaji, AJI, coblos nomor 6, kotak-kotak biru,, ingat tanggal 23 Mei 2013, terdengar berulang-ulang dari tim kampanye Abah Anton dan Sutiaji. Abah Anton dan Sutiaji beserta beberapa orang pengawalnya turun dari panggung dan berjalan kaki pulang ke markaz pemennagan dan rumah Abah Anton sendiri yang tidak jauh dari lapangan Merjosari. Saat masuk pun Abah Anton sepertinya berjalan kaki, walaupun jalan dalam keadaan becek. Salut buat pasangan Abah Anton dan Sutiaji.
Menurut saya, kampanye mereka sangat berkesan, karena menang dan kalah menurut mereka wajar dalam pemilihan langsung semacam ini. Jadi, walaupun kalah, maka tidak boleh ada yang berlaku anarkis, semua harus menerima dengan lapang dada. Begitu juga dengan kerelaan Abah Anton untuk mengembalikan gajinya sebagai walikota, kalau terpilih, akan dikembalikan kepada masyarakat.
Semoga perpolitikan di Indonesia semakin lebih baik. Amin.
Posting Komentar