I. PENDAHULUAN
[1] Indah Komsiyah, Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Teras, 2012), h. 11.
[2] Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 129.
[3] Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1191.
[4] Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 97.
[5] Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 85-87.
[6] Basyiruddin Usman, Metodology Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 7-8.
[7] Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), h. 42.
[8] Basyiruddin Usman, Metodologyi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 8-9.
[9] Dimyati dan Mudjiono, Belejar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), h. 43-44..
[10] Indah Komsiyah, Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Teras, 2012), h.14.
[11] Basyiruddin Usman, Metodology Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 10-11.
[12] Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), h. 156.
[13] Basyiruddin Usman, Metodology Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 12.
[14] Basyiruddin Usman, Metodology Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 13-14.
[15] Agus Suprijono, Cooperative Learning, ( Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2009), h. 55.
[16] Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 15-16.
[17] Basyiruddin Usman, Metodology Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 14-15.
[18] Agus Suprijono, Cooperative Learning, ( Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2009), h. 58.
[19] Saekan Muchith, dkk, Cooperative Learning, (Semarang: Rasail Media Group, 2010),h. 8.
[20] Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru, 1988), h. 163.
[21] Basyiruddin Usman, Metodology Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 15-16.
[22] Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), h. 119.
[23] Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), h. 2.
[24] Basyiruddin Usman, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 5-6.
[25] Basyiruddin Usman, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 4-5.
[26] Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), h. 133.
Pencapaian belajar merupakan muara dari seluruh aktivitas pembelajaran. Agar tujuan belajar dapat dicapai, maka guru hendaknya memperhatikan secara cermat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi atau menentukan tercapainya tujuan belajar, sehingga potensi yang ada dapat didayakan secara optimal untuk mendukung tercapainya tujuan.
Salah satu faktor penting yang harus diperhatikan guru adalah berkenaan dengan prinsip-prinsip belajar dan asas-asas pembelajaran. Pemahaman dan ketrampilan menerapkan prinsip-prinsip belajar dan asas pembelajaran akan membentuk guru untuk mampu mengelola proses pembelajaran secara tepat, sesuai dengan karakteristik siswa dan tujuan pembelajaran.
Pikiran-pikiran utama yang terdapat dalam prinsip, strategi, dan tahapan KBM PAI meencerminkan bahwa pembelajaran PAI tidak sederhana dalam proses penyampaianya. Tetapi lebih jauh dari itu, fungsi dan peran PAI sampai pada pembentukan akhlak karimah dan kepribadian seutuhnya, konsekuensi dari pemikiran tadi, maka pengembangan pembelajaran PAI memerlukan model-model pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan isi dan hasil yang diharapkan. Dan perlu diperhatikan pula prinsip-prinsip yang menyokong pembelajaran PAI.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana Pengertian Asas-asas Pembelajaran?
B. Apa Saja Macam-macam Asas Pembelajaran?
C. Apa Pentingnya Asas-asas Pembelajaran?
D. Bagaimana Praktek Asas-Asas Pelajaran Dalam Mapel PAI?
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Asas-asas Pembelajaran
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Asas adalah hukum dasar; suatu kebenaran yang menjadi pokok dasar. Sedangkan prinsip adalah asas atau dasar yang dijadikan pokok berpikir, bertindak, dan sebagainya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa asas dan prinsip sebenarnya adalah sama, karena menjadi pokok dasar baik bertindak maupun berpikir.
Pembelajaran (instruction) adalah suat usaha untuk membuat peserta didik belajar atau suat kegiatan untuk membelajarkan peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran merupakan upaya menciptakan kondisi agar terjadi kegiatan belajar. Dalam pengertian lain, pembelajaran adalah usaha-usaha yang terencana dalam manipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri peserta didik. Pembelajaran disebut juga kegiatan pembelajaran (instruksional) adalah usaha mengelola lingkungan dengan sengaja agar seseorang membentuk diri secara positif dalam kondisi tertentu. Dengan demikian inti dari pembelajaran adalah segala upaya yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada peserta didik. Kegiatan pembelajaran tidak akan berarti jika tidak menghasilkan kegiatan belajar pada para peserta didiknya.
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 Ayat 20, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui kontraksi para peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan dan sumber belajar lainnya dalam rangka mencapai kompetisi dasar.
Kegiatan belajar hanya bisa berhasil jika peserta didik belajar secara aktif mengalami sendiri proses belajar. Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi bermakna bagi peserta didik jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi peserta didik.
Jadi, asas-asas pembelajaran adalah prinsip-prinsip umum yang harus dikuasai oleh guru dalam melakukan kegiatan belajar mengajar atau dengan kata lain asas-asas pembelajaran adalah suatu yang dijadikan dasar berpikir dan bertindak untuk menciptakan proses belajar.
B. Macam-macam Asas Pembelajaran
1. Peragaan
Peragaan ialah suatu cara yang dilakukan oleh guru dengan maksud memberikan kejelasan secara realita terhadap pesan yang disampaikan sehingga dapat dimengerti dan dipahami oleh para siswa. Dengan peragaan diharapkan proses pengajaran terhindar dari verbalisme, yaitu siswa hanya tahu kata-kata yang diucapkan oleh guru tetapi tidak mengerti maksudnya. Untuk itu sangat diperlukan peragaan dalam pengajaran terutama terhadap siswa pada tingkat dasar.
Peragaan meliputi semua pekerjaan indera yang bertujuan untuk mencapai pengertian tentang sesuatu hal secara tepat. Agar peragaan berkesan secara nyata, anak tidak hanya mengamati benda atau model yang diperagakan terbatas pada luarnya saja, tetapi harus mencapai berbagai segi,dianalisis, disusun, dan dibanding-bandingkan untuk memperoleh gambaran yang jelas dan lengkap.
Penerapan asas-asas peragaan dalam kegiatan belajar mengajar, menyangkut beberapa aspek:
a. Penggunaan bermacam-macam alat peraga.
b. meragakan pelajaran dengan perbuatan, percobaan-percobaan.
c. Membuat poster-poster, ruang eksposisi dan lain sebagainya.
d. Menyelenggarakan karya wisata.
Dasar psikologi penerapan asas peragaan tersebut yakni, suatu hal akan lebih berkesan dalam ingatan siswa bila melalui pengalaman dan pengamatan langsung anak itu sendiri. Ada dua macam peragaan: Peragaan langsung, dengan menggunakan benda aslinya atau mengadakan percobaan-percobaan yang bisa diamati oleh siswa. Peragaan tidak langsung, dengan menunjukkan benda tiruan atau suat model. Contoh: gambar, boneka, film, foto dan sebagainya.
2. Minat dan Perhatian
Perhatian mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar, tanpa adanya perhatian tidak mungkin akan terjadi belajar, perhatian akan timbul dari siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhanya.
Minat dan perhatian merupakan gejala jiwa yang selalu berkaitan, seorang siswa yang berminat dalam belajar akan timbul perhatiannya terhadap pelajaran tersebut. Akan tetapi terkadang perhatian siswa akan hilang jika tidak ada minat dalam pelajaran yang diajarkan, oleh karena itu diperlukan kecakapan seorang guru untuk membangkitkan minat dan perhatian peserta didik. Untuk membangkitkan perhatian dan minat yang disengaja guru harus:
a. Dapat menunjukkan pentingnya bahan pelajaran yang disajikan bagi siswa.
b. Berusaha menghubungkan apa yang diketahui siswa dengan bahan yang disajikan.
c. Merangsang siswa agar melakukan kompetisi belajar yang sehat, berusaha menghindarkan hukuman.
d. Mengajar dengan persiapan yang baik, menggunakan meia,menghindari hal-hal yang tidak perlu, mengadakan selingan sehat.
3. Motivasi
Motivasi bersal dari bahasa latin “movere”, yang berarti menggerakkan. Berdasarkan pengertian ini, makna motivasi menjadi berkembang. Wlodkowski (1985) menjelaskan motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, dan yang memberi arah serta ketahanan pada tingkah laku tersebut. Sedangkan Imron (1996) menjelaskan, bahwa motivasi berasal dari bahasa inggris motivation, yang berarti dorongan pengalasan dan motivasi. Motivasi adalah dorongan bagi seseorang untuk kekuatan melakukan sesuatu dengan penuh semangat, yang berasal dari diri sendiri disebut motivasi instrinsik, kemudian dorongan dari luar disebut motivasi ekstrinsik.
Motivasi instrinsik, misalkan saja siswa belajar bersungguh-sungguh untuk menguasai pelajaran yang diajarkan. Kemudian motivasi ekstrinsik dapat dilakukan oleh guru, sehubungan dengan itu S. Nasution membedakan macam-macam motivasi sebagai berikut:
1. Memberi angka, angka yang baik bagi mereka merupakan motivasi dalam kegiatan belajar.
2. Hadiah, dapat membangkitkan motivasi dalam hal pekerjaan atau belajar, namun hadiah dapat merusak jiwa manakala membelokkan pikiran dan jiwa dari tujuan yang sebenarnya.
3. Persaingan, dalam waktu tertentu dapat meningkatkan motivasi , dapat mempertinggi hasil belajar anak bilamana dilakukan dengan cara positif.
4. Tugas yang menantang, memberi tugas yang menantang mendorong siswa untuk belajar secara serius.
5. Pujian, merupakan motivasi yang baik bila diberikan dengan benar dan beralasan.
6. Teguran dan kecaman, digunakan untuk memperbaiki kesalahan anak, hendaknya diberikakn secara bijaksana dan dapat menjadikan anak menyadari kesalahnya.
7. Celaan, secara psikologis dapat merusak jiwa anak, anntara lainmenjadi frustrasi dalam belajarnya dan menimbulkan dendam terhadap guru.
8. Hukuman, sama halnya dengan celaan, juga dapat menimbulkan kekecewaan dalam diri anak dan perasaan dendam.
4. Apersepsi
Apersepsi berasal dari kata apperception (Inggris), yang berarti menafsirkan buah pikiran, menyatukan dan mengasimilasikan suat pengamatan dengan pengalaman yang telah dimiliki dan dengan demikian memahami dan menafsirkanya.
Ahli psikologi mendenifisikan apersepsi adalah bersatunya memori yang lama dengan yang baru pada saat tertentu. Untuk menetapkan asas-asas apersepsi dapat diikuti langkah-langkah sebagai berikut:
a. Sebelum pelajaran dimulai guru mencari titik tolak untuk menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa dengan cara mengajukan pertanyaan.
b. Dalam menjelaskan pelajaran dapat digunakan teknik induktif, yaitu dari contoh menuju hukum, dari yang khusus menuju yang bersifat umum, dari konkret ke abstrak.
5. Korelasi dan Konsentrasi
Yang dimaksud dengan korelasi disini adalah hubungan antara mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya yang berfungsi untuk menguatkan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, juga dapat menimbulkan minat dan perhatian siswa. Hendaknya guru juga menghubungkan pelajaran dengan realita sehari-hari.
Ada tiga tahapan dalam pelaksanaanya, yakni:
a. Tahap inisiasi, guru dapat menarik perhatian siswa dengan alat peraga, supaya kelas dapat memiliki topik, siswa dibentuk kelompok dan tiap kelompok diberi permasalahanya masing-masing.
b. Tahap pengembangan, pada tahap hal ini kelompok-kelompok diterjunkan langsung kelapangan untuk mencari sumber data untuk materi diskusi, laporan ditulis lengkap, para siswa diharapkan dapat berpartisipasi secara aktif dan guru bertindak sebagai pedamping.
c. Tahap kulminasi, sebagai tahap akhir, setelah semua kelompok dapat menyelesaikan laporan yang mereka buat maka diadakan diskusi kelas atau diskusi panel, dan diharapkan para siswa dapat berperan aktif.
6. Kooperasi
Model pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Kooperatif menggambarkan makna yang lebih luas, yaitu menggambarkan keseluruhan proses sosial dalam belajar dan mencangkup pula pengertian kolaborasi.
Adapun pengelompokan kelompok itu biasanya didasarkan pada: a. adanya alat pelajaran yang tidak mencukupi jumlahnya, b. kemampuan belajar siswa, c. memperbesar partisipasi siswa, d. pembagian tugas dan kerja sama.
Yang dimaksud dengan kooperasi di sini adalah belajar atau bekerja sama (kelompok). Hal ini dianggap penting untuk menjalin hubungan sosial antara siswa yang satu dengan yang lainnya, juga hubungan guru dengan siswa.
Adapun keuntungan-keuntungan kooperatif antara lain:
a. Hasil belajar lebih sempurna bila dibandingkan dengan belajar individual.
b. Pendapat yang dituangkan dalam kelompok lebih meyakinkan dibandingkan pendapat individual.
c. Dengan kerja sama yang dilakukan oleh siswa dapat mengikat tali persatuan, tanggung jawab bersama, rasa memiliki, dan menghilangkan egoisme.
Ada beberapa jenis kerja sama, William Burton membagi kelompok kerja sama tersebut antara lain:
a. Kerja Kelompok, untuk memecahkan suatu problem, menganalisis masalah, pembagian tugas, kegiatan penyelidikan, dan kesimpulan.
b. Diskusi kelompok, diskusi ini tidak sama dengan debat tetapi selalu mengutamakan pemecahan masalah.
Untuk mencapai hasil maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan, lima unsur tersebut adalah:
a. Positive interdependensi (saling ketergantungan positif).
b. Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan).
c. Face to face promotive interaction (interaksi promotif).
d. Interpersonal skill (komunikasi antar anggota).
e. Group Processing (pemrosesan kelompok).
Pembelajaran kooperatif merupakan proses atau metode yang tidak hanya mengutamakan tercapainya kualitas siswa yang kognitif melainkan untuk mengembangkan kemampuan lainnya seperti kesadaran siswa menyadari hakikat dirinya sendiri, hakikat hubungannya dengan orang lain dan lingkungan.
7. Individualisme
Asas individualitas pada hakikatnya bukan lawan dari kooperasi. Asas ini dilatarbelakangi oleh perbedaan siswa baik dalam menerima, memahami, menghayati, menganalisis dan kecepatan mereka menerima pelajaran yang disampaikan oleh seorang guru. Di samping itu para siswa juga berbeda dalam bentuk fisik ataupun mental , oleh karena itu dalam proses belajar mengajar guru menyesuaikan kondisi siswa dengan materi yang diajarkan. Untuk menyesuaikan kondisi siswa dapat dilakukan pengelompokan, misalkan saja menjadi tiga, kelompok A, B dan C. Guru membuat pengelompokan siswa atas dasar kemampuan yang relatif sama, menerapakan cara belajar tuntas, mengembangkan proses belajar mandiri. Beberapa cara penggunaan sumber lingkungan:
a. Membawa siswa keluar lingkungan kelas, misal karyawisata.
b. Membawa sumber-sumber dari masyarakat ke dalam kelas, misal benda-benda, Resources person.
Cara-cara menyelesaikan pelajaran dengan kesanggupan individual:
a. Pengajaran individual, siswa diberikan tugas menurut kemampuan masing-masing.
b. Tugas tambahan, diberikan pada siswa yang lebih pandai disamping tugas yang bersifat umum dengan demikian kondisi kelas dapat terpelihara.
c. Pengajaran proyek, siswa mengerjakan sesuatu yang sesuai minat dan kesanggupan.
d. Pengelompokan menurut kesanggupan, kelas dibagi beberapa kelompok dengan kesanggupan yang sama.
8. Evaluasi
Yang dimaksud evaluasi di sini adalah penilaian guru terhadap proses kegiatan belajar-mengajar. Penilaian tersebut untuk mengetahui sejauh mana tujuan pengajaran sudah tercapai, selain itu pula untuk mengetahui hambatan-hambatan yang terjadi. Evaluasi tidak hanya dilaksanakan pada akhir semester saja tetapi setiap jam juga bisa karena akan berguna untuk mengetahui kemajuan hasil belajar. Pelaksanaan evaluasi berkenaan dengan dua aspek yaitu aspek guru dan aspek belajar siswa.
C. Arti Penting Asas-asas Pembelajaran
Sebelum membahas peranan atau arti penting asas pembelajaran, akan disinggung sedikit tentang didaktik dan metodik. Didaktik dapat dipahami dengan suatu ilmu yang membicarakan prinsip-prinsip dalam penyampaian pelajaran. Didaktik adalah sebagian dari pedagogik atau ilmu mengajar.
Didaktik dapat dibagi menjadi dua yaitu didaktik umum (prinsip-prinsip umum yang berkenaan dengan penyajian bahan pelajaran) dan didaktik khusus (membicarakan tentang cara mengajarkan tentang suatu mata pelajaran tertentu). Didaktik khusus juga disebut dengan Metodik atau disebut dengan metodologi Pengajaran dan terbagi dalam dua bagian, metodik umum dan khusus. Jadi, dapat disimpulkan bahwa asas atau prinsip pembelajaran adalah bagian dari metodologi pembelajaran.
Adapun peranan atau arti penting asas atau metodologi pembelajaran agama bagi calon guru atau pendidik agama adalah:
1. Membahas tentang berbagai prinsip, teknik-teknik, pendekatan yang digunakan. Dengan mempelajarinya seorang guru dapat memilih metode manakah yang layak dipakai. Sehingga tujuan pengajaran dapat tercapai.
2. Terlalu luasnya materi agama dan sedikitnya waktu yang tersedia untuk menyampaikan bahan, dalam hal ini bagaimana seorang guru berusaha mencapai tujuan pengajaran dan pendidikan agama. Di sinilah fungsi metodologi pengajaran agama, jika seorang guru mempelajarinya dengan baik dapat memahami desain dan rancangan yang sesuai dengan pengajaran.
3. Sifat pengajaran agama lebih banyak menekankan pada segi tujuan afektif (sikap) dibanding tujuan kognitif, menjadikan guru agama lebih bersifat mendidik dari pada mengajar. Metodologi pengajaran agama turut memberikan distribusi pengetahuan terhadap calon guru yang diharapkan.
D. Praktek Asas-asas Pembelajaran dalam Mapel PAI
Bilamana dikaitkan dengan pengajaran agama islam yang harus disampaikan siswa di sekolah maupun madrasah, maka batasannya terletak pada metode atau teknik apakah yang lebih cocok dalam penyampaian materi dan prinsip-prinsip pengajaran yang bagaimanakah yang seharusnya diterapkan.
Pendidikan agama diartikan suat kegiatan yang bertujuan untuk membentuk manusia agami dengan menanamkan aqidah keimanan, amaliah, dan budi pekerti atau akhlak. Metodologi ilmu Pengajaran Agama Islam adalah ilmu yang membicarakan cara-cara menyajikan bahan pelajaran agama Islam kepada islam untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Strategi atau pendekatan yang digunakan dalam pengajaran agama islam lebih banyak menekankan pada suat model pengajaran “seruan dan ajakan” yang bijaksana dan pembentukan sikap manusia (efektif). Sebagaimana yang terkandung dalam Qs. An-Nahl: 125.
Dari kandungan ayat al-Qur’an tersebut ada dua pendekatan yang digunakan untuk menyeru taat kepada Tuhan, yaitu dengan Hikmah, Mauidzah (nasehat), sedangkan teknik yang dipakai adalah salah satunya apabila melakukan diskusi dilaksanakan dengan baik dan tertib.
Dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) sering ditekankan CBSA (cara belajar siswa aktif) serta penerapannya pada bidang studi PAI, dalam penerapannya dapat dilakukan beberapa tahap:
1. Pra-intruksional
2. Instruksional
3. Evaluasi
4. Pengembangan (follow-up)
Guru harus memulai dari dirinya sendiri, apabila ingin siswanya aktif maka seorang guru tersebut harus lebih aktif terlebih dahulu. Penerapan asas-asas pembelajaran tidak berdiri sendiri melainkan saling bertautan. Misalkan saja penggunaan prinsip atau asas peragaan, pada mata pelajaran sejarah kebudayaan islam, guru memperlihatkan gambar tokoh, peta kekuasaan islam, gambar peninggalan-peninggalan, tahap awal guru menampung pertanyaan dari siswa untuk meng-evaluasi kemampuan siswa dan juga untuk mengetahui tingkat kesulitan siswa, kemudian tahap akhir guru memberi pertanyaan pada siswa untuk meng-apersepsi supaya siswa lebih paham dengan menghubungkan pengetahuan yang sudah diketahui siswa. Dengan demikian secara bersamaan minat dan perhatian siswa juga akan muncul, hal itu juga merupakan bagian dari guru me-motivasi siswa.
[1] Indah Komsiyah, Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Teras, 2012), h. 11.
[2] Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 129.
[3] Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1191.
[4] Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 97.
[5] Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 85-87.
[6] Basyiruddin Usman, Metodology Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 7-8.
[7] Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), h. 42.
[8] Basyiruddin Usman, Metodologyi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 8-9.
[9] Dimyati dan Mudjiono, Belejar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), h. 43-44..
[10] Indah Komsiyah, Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Teras, 2012), h.14.
[11] Basyiruddin Usman, Metodology Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 10-11.
[12] Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), h. 156.
[13] Basyiruddin Usman, Metodology Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 12.
[14] Basyiruddin Usman, Metodology Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 13-14.
[15] Agus Suprijono, Cooperative Learning, ( Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2009), h. 55.
[16] Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 15-16.
[17] Basyiruddin Usman, Metodology Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 14-15.
[18] Agus Suprijono, Cooperative Learning, ( Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2009), h. 58.
[19] Saekan Muchith, dkk, Cooperative Learning, (Semarang: Rasail Media Group, 2010),h. 8.
[20] Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru, 1988), h. 163.
[21] Basyiruddin Usman, Metodology Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 15-16.
[22] Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), h. 119.
[23] Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), h. 2.
[24] Basyiruddin Usman, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 5-6.
[25] Basyiruddin Usman, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 4-5.
[26] Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), h. 133.
Posting Komentar