I. PENDAHULUAN
II. HADITS DAN TERJEMAH
a. Peluang Memperoleh Rahmat Allah
b. Pengetahuan di Sekitar Siksa dan Neraka
c. Masuk Surga Karena Allah
III. PEMBAHASAN
A. Peluang Memperoleh Rahmat Allah
Hadits di atas menjelaskan bahwa rahmat Allah SWT lebih dahulu ada dan lebih luas dari pada murka-Nya. Rahmat adalah memberikan nikmat dan keutamaan. Rahmat Allah di dunia akan diberikan kepada seluruh manusia, baik yang mukmin maupun yang kafir.[5] Yang dimaksud غضب (murka) umumnya adalah keinginan untuk meluapkan emosi (menyampaikan siksa) kepada orang yang dibenci. Hal itu disebabkan rahmat Allah swt adalah sifat yang sudah melekat pada diri-Nya dan diberikan kepada makhluk-Nya tanpa sebab apapun. Dengan kata lain, walau tidak pernah ada jasa dan pengorbanan dari makhluk-Nya, pada prinsip asalnya Allah SWT tetap sayang kepada makhluk-Nya. Dia menciptakannya, memberi rizki kepadanya dari sejak dalam kandungan, ketika penyusuan, ketika belum dewasa, walaupun belum ada amal darinya untuk Allah SWT. Sementara murka-Nya timbul dengan sebab pelanggaran dari makhluk-Nya. Maka dari itu, rahmat Allah SWT sudah tentu mendahului murka-Nya.
Akan tetapi tidak ada hal yang mencegah antara lebih dahulu turun rahmat atau ghodhobnya Allah, karena bisa saja Allah menurunkan ghodhob dahulu kemudian rahmat sesuai kekuasaan-Nya.[6]
Dalam sebuah kesempatan Nabi pernah menasehati Ibnu Abbas, “peliharalah Allah, niscaya Allah memeliharamu”. Ini merupakan sebuah kata-kata ampuh untuk diterapkan dalam kehidupan kita. Mungkin ada diantara kita yang meengabaikan Allah. Seseorang butuh Dia manakala ia gagal dalam menjalani hidup. Tuhan pun bukan lagi awal dan akhir dari sebuah perbuatan, melainkan hanya sampingan. Tuhan hanya sebagai pelarian, bukan tujuan. Padahal yang perlu kita ciptakan adalah hubungan harmonis dengan-Nya, sehingga kitalah yang mulai mengkaitkan diri dengan-Nya. Kita yang mendatangi-Nya.[7]Dengan itu rahmat akan datang menghampirinya.
B. Pengetahuan di Sekitar Siksa dan Neraka
Berdasarkan hadits yang kedua dapat ditelaah dan diambil pelajarannya. Bahwa untuk umat muslim jangan terlalu berlebihan dalam mengharap mendapatkan surga dari Allah, dan bagi umat non muslim jangan terlalu takut akan azab Allah atas perbuatannya di dunia karena Allah memberikan rahmatnya kepada siapa saja tanpa terkecuali meski ada perbedaan antara rahmat Allah yang diberikan kepada umat muslim dengan non muslim ataupun orang kafir.
Sesungguhnya Allah SWT adalah Dzat yang Maha Pengasih. Karena itulah, dia mengasihi orang kafir dan pendosa meskipun mereka membunuh orang-orang Islam, merusak tatanan masyarakat, membunuh anak-anak dan kaum perempuan, dan menyebarkan kemungkaran. Sesungguhnya Allah SWT mendengar dan melihat itu semua. Namun Dia mengabaikan kedzaliman yang telah dilakukan dan tetap mengasihi mereka.[8]
Pada suatu hari Rasulullah SAW bersabda dihadapan para sahabat, “tidak akan masuk surga kecuali orang yang penyayang.” Para sahabat berkata, “wahai Rasulullah, bukankah kita semua penyayang?” beliau menjawab, “penyayang itu bukan menyayangi dirinya saja, melainkan orang yang menyayangi dirinya dan orang lain. Makna kasih sayang kepada dirinya adalah khawatir akan turunnya adzab Allah SWT dengan cara meninggalkan kemaksiatan dan bertaubat darinya serta mengerjakan ketaatan-ketaatan dan mengikhlaskannya. Adapun makna menyayangi orang lain adalah tidak berusaha menyakiti kaum musim. Di tempat lain Rasulullah SAW bersabda, “orang-orang yang mengasihi akan disayangi al-Rahman. Oleh karena itu, kasihilah siapa saja yang ada di muka bumi, niscaya penghuni langit mengasihimu,”.[9]
Keluasan rahmat Allah tidak terbatas bagi siapa saja. Akan tetapi wajib bagi setiap muslim untuk memiliki sifat khouf dan raja’ secara seimbang, mengharap maghfiroh-Nya dan takut akan siksa-Nya.[10]
C. Masuk Surga Karena Allah
Ibnu Tin berkata bahwa larangan berdo’a kepada Allah untuk disegerakannya kematian telah termansukh. Ketika kematian telah mendekati mereka meminta untuk segera dicabut nyawanya oleh Allah. Ibnu Qatadah berkata, tidak ada seorangpun meminta kematian kecuali Nabi Yusuf ketika mendapatkan kenikmatan oleh Allah dan begitu juga Nabi Sulaiman, dan berkumpullah keinginan mereka untuk bertemu dengan Allah.
Berdo’a untuk meminta kematian bukanlah do’anya orang muslim. Sangat sulit sekali meminta ijin kepada Allah untuk mendapatkan kematian ketika seseorang dalam keadaan mati suri, karena dia masih bisa hidup kembali. Berbeda jika dalam keadaan sakaratul maut, dan dia ridha akan kematiannya lalu berdo’a untuk segeralah dicabut nyawanya maka hal itu diperbolehkan. Hatinya telah menerima akan datangnya kematian yang telah ditetapkan Allah meski dia tidak ingin mati dalam keadaan sakit yang dia tidak sukai.
Rahmat itu datang untuk siapa saja. Ketika dia orang baik maka akan bertambah kebaikannya, dan ketika dia bertobat akan datang rahmat kepadanya. Sedangkan orang yang perbuat buruk tidak boleh berpikiran dia tidak akan mendapat maaf dari Allah. Dan terkadang umur pendek baik untuk orang yang baik.[11]
[1] Ahmad bin Ali bin Hajat, Fathul Baarii Syarah Shohih Al-imami Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhori, (Beirut: Darul Fikr, t.th), Jus X, hlm. 127.
[2] Ahmad Sunarto, Terjemah Lu’ Lu’ Wal Marjan (Kumpulan Hadits Bukhori Muslim, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2012), Cet. 1, hlm. 592.
[3]Imam Muslim, Shohih Muslim Syarah An-Nawawi, (Mesir: Naqr Mahfudhoh, 1924), Jus. XVI, hlm. 70.
[4] Ahmad bin Ali bin Hajat, Fathul Baarii Syarah Shohih Al-imami Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhori, …Jus VI, hlm. 287.
[5] Ahmad Abduh Iwadh, Mutiara Hadits Qudsi (Jalan Menuju Kemuliaan dan Kesucian Hati, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2008), Cet. 1, hlm. 144.
[6] Ahmad bin Ali bin Hajat, Fathul Baarii Syarah Shohih Al-imami Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhori,… Jus VI, hlm. 292.
[7] Sulaiman al-Kumayi, Indahnya Berpikir Positif, (Jakarta: Atmaja, 2003), hlm. 13.
[8] Masrukhin, Jangan Takut Hadapi Hidup, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2006), Cet. III, hlm. 326.
[9] Irwan Kurniawan, Mukasyafah al-Qulub Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf, (Bandung: Marja’, 2003), Cet. 1, hlm. 199-200.
[10] Zaid Husein al-Hamid, Ringkasan Ihya’ Ulumuddin, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), hlm. 352.
[11] Ahmad bin Ali bin Hajat, Fathul Baarii Syarah Shohih Al-imami Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhori,… Jus X, hlm. 130.
Disebutkan dalam ayat Qur’an seseorang akan masuk surga atau masuk neraka itu tergantung pada amal ibadah dari setiap individu. Sedangkan menurut hadits Nabi Muhammad SAW yang akan dibahas dalam makalah ini menjelaskan bahwa seseorang masuk surga atau neraka itu tergantung rahmat dari Allah. Keduanya tidak bertentangan, karena seseorang yang mendapat rahmat dari Allah maka akan menjalankan amal ibadah dengan ikhlas hanya untuk Allah semata yang dapat mengantarkan ke surga. Tanpa adanya rahmat Allah, maka tidak akan ada amal ibadah yang ikhlas untuk Allah dan akan mengantarkan menuju neraka.
Allah mempunyai sifat ar-Rahman dan ar-Rahim, dengan sifat ar-Rahman Allah memberikan kasih sayangnya untuk seluruh manusia di dunia dan akhirat tanpa terkecuali dan dengan ar-Rahim Allah memberikan kasih sayangnya hanya untuk umat-Nya di akhirat. Dan dengan kedua sifat itu Allah melimpahkan rahmat untuk seluruh manusia.
Pada makalah ini akan dijelaskan lebih lanjut sesuai masalah yang telah dirumuskan, yakni peluang memperoleh rahmat Allah, pengetahuan di sekitar siksa dan surga, serta masuk surga karena rahmat Allah.
Pada makalah ini akan dijelaskan lebih lanjut sesuai masalah yang telah dirumuskan, yakni peluang memperoleh rahmat Allah, pengetahuan di sekitar siksa dan surga, serta masuk surga karena rahmat Allah.
II. HADITS DAN TERJEMAH
a. Peluang Memperoleh Rahmat Allah
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيْدٍ حَدَّثَنَا مُغِيْرَةُ بْنِ عَبْدِالرَّحْمَنِ القُرَيْشِيُّ عَنْ اَبِى الزِّفَادِ عَنِ الْاَعْرَجِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا قَضَى اللهُ الْخَلْقَ كَتَبَ فِى كِتَابِهِ فَهُوَ عِنْدَهُ فَوْقَ الْعَرْشِ اِنَّ رَحْمَتِي غَلَبَتْ غَضَبِيْ (اخرجه محمد بن اسماعيل البخري فى الكتاب بدء الخلق1
Artinya: Telah bercerita kepada kami Qutaibah bin Said bercerita kepada kami Mughiroh bin Abdirrahman Al-Quraisyiyyu dari Abi Azzifadi dari A’roji dari Abu Hurairah ra ia berkata: bahwa Rasulullah SAW bersabda” Ketika menetapkan penciptaan makhluk, Dia menulis didalam kitab-Nya yang berada disisi-Nya diatas Arsy (yang isinya) sesungguhnya Rahmat-Ku mengalahkan kemurkaan-Ku.” (HR. Muhammad Bin Ismail Al Bukhori dalam kitab badaul-kholqi)[2]
b. Pengetahuan di Sekitar Siksa dan Neraka
حَدَّثَنَا يَحْيَ بْنُ أَيُّوْبِ وَقُتَيْبَةُ وَابْنُ حُجْرٍ جَمِيْعًا عَنْ اِسْمَاعِيْلِ بْنِ جَعْفَرٍ قَالَ ابْنُ أَيُّوْبِ حَدَّثَنَا اِسْمَاعِيْلُ أَخْبَرَنِى الْعَلاَءُ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَوْيَعْلَمُ الْمُؤْمِنُ مَاعِنْدَاللهِ مِنَ الْعُقُوْبَةِ مَاطَمِعَ بِجَنَّتِهِ اَحَدٌ وَلَوْ يَعْلَمُ الْكَافِرُ مَاعِنْدَاللهِ مِنَ الرَّحْمَةِ مَاقَنَطَ مِنْ جَنَّتِهِ أَحَدٌ (اخرجه مسلم فى الكتاب التوبة3
Artinya:Telah bercerita kepada kami Yahya bin Ayyub dan Qutaibah dan Ibnu Hujar secara keseluruhan dari Ismail bin Ja’far Ibnu Ayyub berkata bercerita kepada kami Ismail al Alau mengabarkan kepadaku dari ayahnya dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda seandainya orang mukmin tahu siksa yang ada di sisi Allah, tentu tak seorangpun berani mengharapkan surga-Nya. Dan seandainya orang kafir tahu rahmat yang di sisi Allah, tentu tak seorangpun berputus asa untuk mendapatkan surga-Nya. (HR. Muslim dalam kitab at-Taubah).
c. Masuk Surga Karena Allah
حَدَّثَنَا أَبُوْ اَلْيَمَانِ اَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ اَخبَرَنِى اَبُوْ عُبَيْدِ مَوْلَى عَبْدُالرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: لَنْ يُدْخُلَ أَحَدًا عَمَلُهُ الْجَنَّةَ. قَالُوْا: وَلاَ اَنْتَ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: لاَ, وَلاَ اَنَا,اِلاَّ أَنْيَتَغَمَّدَنِى اللهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ فَسَدِّدُوْا وَقَارِبُوا وَلاَ يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمُ الْمَوْتَ اِمَّا مُحْسِنًا فَلَعَلَّهُ أَنْ يَزْدَادَ خَيْرًا وَاِمَّا مُسِيْئًا فَلَعَلَّهُ أَنْ يَسْتَعْتِبَ (اخرجه محمد بن اسماعيل البخاري)[4
Artinya:Telah bercerita kepada kami Abu Al-yaman, telah mengabarkan kepada kami Syu’aib dari Zuhry, dan Syu’aib itu berkata Abu Ubaid Maula Abdurrahman Bin Auf mengabarkan kepadaku bahwa sesungguhnya abu Hurairah berkata, saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: amal seseorang tidak akan memasukkannya ke surga, tidak juga engkau ya Rasulullah? Beliau bersabda: tidak juga saya, hanya saja Allah telah meliputi aku dengan keutamaan dan rahmat, maka berbuat benarlah dan mendekatkanlah diri (kepada Allah). Dan janganlah seseorang daripadamu mencita-citakan mati, adakalanya orang yang baik maka barangkali ia akan menambah kebaikan dan adakalanya orang yang buruk maka barang kali ia menghentikannya. (HR. Muhammad bin Ismail al-Bukhori)
III. PEMBAHASAN
A. Peluang Memperoleh Rahmat Allah
Hadits di atas menjelaskan bahwa rahmat Allah SWT lebih dahulu ada dan lebih luas dari pada murka-Nya. Rahmat adalah memberikan nikmat dan keutamaan. Rahmat Allah di dunia akan diberikan kepada seluruh manusia, baik yang mukmin maupun yang kafir.[5] Yang dimaksud غضب (murka) umumnya adalah keinginan untuk meluapkan emosi (menyampaikan siksa) kepada orang yang dibenci. Hal itu disebabkan rahmat Allah swt adalah sifat yang sudah melekat pada diri-Nya dan diberikan kepada makhluk-Nya tanpa sebab apapun. Dengan kata lain, walau tidak pernah ada jasa dan pengorbanan dari makhluk-Nya, pada prinsip asalnya Allah SWT tetap sayang kepada makhluk-Nya. Dia menciptakannya, memberi rizki kepadanya dari sejak dalam kandungan, ketika penyusuan, ketika belum dewasa, walaupun belum ada amal darinya untuk Allah SWT. Sementara murka-Nya timbul dengan sebab pelanggaran dari makhluk-Nya. Maka dari itu, rahmat Allah SWT sudah tentu mendahului murka-Nya.
Akan tetapi tidak ada hal yang mencegah antara lebih dahulu turun rahmat atau ghodhobnya Allah, karena bisa saja Allah menurunkan ghodhob dahulu kemudian rahmat sesuai kekuasaan-Nya.[6]
Dalam sebuah kesempatan Nabi pernah menasehati Ibnu Abbas, “peliharalah Allah, niscaya Allah memeliharamu”. Ini merupakan sebuah kata-kata ampuh untuk diterapkan dalam kehidupan kita. Mungkin ada diantara kita yang meengabaikan Allah. Seseorang butuh Dia manakala ia gagal dalam menjalani hidup. Tuhan pun bukan lagi awal dan akhir dari sebuah perbuatan, melainkan hanya sampingan. Tuhan hanya sebagai pelarian, bukan tujuan. Padahal yang perlu kita ciptakan adalah hubungan harmonis dengan-Nya, sehingga kitalah yang mulai mengkaitkan diri dengan-Nya. Kita yang mendatangi-Nya.[7]Dengan itu rahmat akan datang menghampirinya.
B. Pengetahuan di Sekitar Siksa dan Neraka
Berdasarkan hadits yang kedua dapat ditelaah dan diambil pelajarannya. Bahwa untuk umat muslim jangan terlalu berlebihan dalam mengharap mendapatkan surga dari Allah, dan bagi umat non muslim jangan terlalu takut akan azab Allah atas perbuatannya di dunia karena Allah memberikan rahmatnya kepada siapa saja tanpa terkecuali meski ada perbedaan antara rahmat Allah yang diberikan kepada umat muslim dengan non muslim ataupun orang kafir.
Sesungguhnya Allah SWT adalah Dzat yang Maha Pengasih. Karena itulah, dia mengasihi orang kafir dan pendosa meskipun mereka membunuh orang-orang Islam, merusak tatanan masyarakat, membunuh anak-anak dan kaum perempuan, dan menyebarkan kemungkaran. Sesungguhnya Allah SWT mendengar dan melihat itu semua. Namun Dia mengabaikan kedzaliman yang telah dilakukan dan tetap mengasihi mereka.[8]
Pada suatu hari Rasulullah SAW bersabda dihadapan para sahabat, “tidak akan masuk surga kecuali orang yang penyayang.” Para sahabat berkata, “wahai Rasulullah, bukankah kita semua penyayang?” beliau menjawab, “penyayang itu bukan menyayangi dirinya saja, melainkan orang yang menyayangi dirinya dan orang lain. Makna kasih sayang kepada dirinya adalah khawatir akan turunnya adzab Allah SWT dengan cara meninggalkan kemaksiatan dan bertaubat darinya serta mengerjakan ketaatan-ketaatan dan mengikhlaskannya. Adapun makna menyayangi orang lain adalah tidak berusaha menyakiti kaum musim. Di tempat lain Rasulullah SAW bersabda, “orang-orang yang mengasihi akan disayangi al-Rahman. Oleh karena itu, kasihilah siapa saja yang ada di muka bumi, niscaya penghuni langit mengasihimu,”.[9]
Keluasan rahmat Allah tidak terbatas bagi siapa saja. Akan tetapi wajib bagi setiap muslim untuk memiliki sifat khouf dan raja’ secara seimbang, mengharap maghfiroh-Nya dan takut akan siksa-Nya.[10]
C. Masuk Surga Karena Allah
Ibnu Tin berkata bahwa larangan berdo’a kepada Allah untuk disegerakannya kematian telah termansukh. Ketika kematian telah mendekati mereka meminta untuk segera dicabut nyawanya oleh Allah. Ibnu Qatadah berkata, tidak ada seorangpun meminta kematian kecuali Nabi Yusuf ketika mendapatkan kenikmatan oleh Allah dan begitu juga Nabi Sulaiman, dan berkumpullah keinginan mereka untuk bertemu dengan Allah.
Berdo’a untuk meminta kematian bukanlah do’anya orang muslim. Sangat sulit sekali meminta ijin kepada Allah untuk mendapatkan kematian ketika seseorang dalam keadaan mati suri, karena dia masih bisa hidup kembali. Berbeda jika dalam keadaan sakaratul maut, dan dia ridha akan kematiannya lalu berdo’a untuk segeralah dicabut nyawanya maka hal itu diperbolehkan. Hatinya telah menerima akan datangnya kematian yang telah ditetapkan Allah meski dia tidak ingin mati dalam keadaan sakit yang dia tidak sukai.
Rahmat itu datang untuk siapa saja. Ketika dia orang baik maka akan bertambah kebaikannya, dan ketika dia bertobat akan datang rahmat kepadanya. Sedangkan orang yang perbuat buruk tidak boleh berpikiran dia tidak akan mendapat maaf dari Allah. Dan terkadang umur pendek baik untuk orang yang baik.[11]
[1] Ahmad bin Ali bin Hajat, Fathul Baarii Syarah Shohih Al-imami Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhori, (Beirut: Darul Fikr, t.th), Jus X, hlm. 127.
[2] Ahmad Sunarto, Terjemah Lu’ Lu’ Wal Marjan (Kumpulan Hadits Bukhori Muslim, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2012), Cet. 1, hlm. 592.
[3]Imam Muslim, Shohih Muslim Syarah An-Nawawi, (Mesir: Naqr Mahfudhoh, 1924), Jus. XVI, hlm. 70.
[4] Ahmad bin Ali bin Hajat, Fathul Baarii Syarah Shohih Al-imami Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhori, …Jus VI, hlm. 287.
[5] Ahmad Abduh Iwadh, Mutiara Hadits Qudsi (Jalan Menuju Kemuliaan dan Kesucian Hati, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2008), Cet. 1, hlm. 144.
[6] Ahmad bin Ali bin Hajat, Fathul Baarii Syarah Shohih Al-imami Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhori,… Jus VI, hlm. 292.
[7] Sulaiman al-Kumayi, Indahnya Berpikir Positif, (Jakarta: Atmaja, 2003), hlm. 13.
[8] Masrukhin, Jangan Takut Hadapi Hidup, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2006), Cet. III, hlm. 326.
[9] Irwan Kurniawan, Mukasyafah al-Qulub Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf, (Bandung: Marja’, 2003), Cet. 1, hlm. 199-200.
[10] Zaid Husein al-Hamid, Ringkasan Ihya’ Ulumuddin, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), hlm. 352.
[11] Ahmad bin Ali bin Hajat, Fathul Baarii Syarah Shohih Al-imami Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhori,… Jus X, hlm. 130.
Posting Komentar