Beberapa minggu ini, Mesir sedang digundang perselisihan hebat pada tataran elit pemerintahan. Di mana tentara mengambil alih pemerintahan dengan menggulingkan dan mengkudeta pemerintah sah dan terpilih Muhammad mursi. Pengambil alihan dengan alasan keamanan Negara dan ketidakpercayaan sebagian masyarakat terhadap pemerintahan Muhammad mursi.
Alasan pengambilalihan oleh tentara menjadi pertanyaan banyak orang. Yang seharusnya, pada saat Negara dalam keadaan tidak aman dan terancam, maka tentara harus tampil untuk mengamankan masyarakat yang di luar kendali, bukan melakukan sesuatu sebaliknya dengan menggulingkan pemerintahan sah yang dipilih oleh masyarakat melalui demokrasi sah dan pertama kalinya di Mesir.
Yang lebih mengherankan adalah jendral al sisi yang menjadi otak kudeta dan pemberontakan adalah orang yang dipilih oleh Muhammad Mursi sebagai kepala tentara beberapa minggu sebelum penggulingannya. Muhammad mursi menganggap Jenderal al Sisi mempunyai kredebilitas tinggi untuk memimpin institusi tentara dan mengamankan Negara. Tapi kenyataannya terbalik, Jenderal al Sisi pada saat genting seperti itu, mengambil alih situasi dan melakukan kudeta. Memang ia tidak langsung menunjuk dirinya sebagai presiden, tapi semua kebijakan saat ini berada di tangan jenderal al-sisi. Presiden yang ditunjuk hanya sekedar nama saja dan tidak berbuat apa-apa untuk kepentingan nasional Mesir.
Kekuasaan Mesir saat ini sepenuhnya berada di tangan tentara dan polisi di bawah kendali Jenderal al Sisi. Semua institusi di Mesir harus tunduk dan berada di bawah perintah Jenderal al Sisi juga. Sejak sebelum pemberontakan dan setelah pemberontakan, semua media masa di tutup, yang beroperasi hanya yang mendukung ide Jenderal al Sisi. Gerakan pemberontakan yang digaungi oleh sebagian orang diliput berkali-kali, seolah-olah rakyat sudah tidak percaya lagi dengan Muhammad mursi. Padahal pendukung Muhammad mursi jumlahnya lebih banyak lagi, tapi tidak boleh disiarkan dan diliput oleh media. Sampai sekarang pun, di mana para pendukung kudeta hanya di 2 (dua) titik, sedangkan pendukung Muhammad Mursi hamper mencapai 42 titik. Tapi jumlah yang sedikit itu menjadi banyak, saat media terus menyorotnya dan berada pada sokongan tentara dan polisi, serta pihak asing.
Yang memprihatinkan saat ini adalah, rakyat Mesir di adu domba oleh peryataan Jenderal al Sisi yang menyerukan masyarakat untuk turun ke jalan menolak mereka yang mendukung Muhammad Mursi, dan mempercayakan kepada tentara dan polisi untuk menghabiskan mereka yang menentang pemerintahan saat ini. Mendengar pernyataan Jenderal al Sisi itu, masyarakat yang menolak kudeta bereaksi akan turun ke jalan dengan jumlah besar, dan mengembalikan pemerintahan kepada presiden terpilih Muhammad Mursi.
Janji para pendukung Muhammad Mursi untuk turun ke jalan menolak Jenderal al Sisi pun terwujud. Di beberapa titik masyarakat turun ke jalan menolak aksi kudeta yang dilakukan oleh Jenderal al Sisi dan mendesak mengembalikan pemerintahan kepada presiden terpilih Muhammad Mursi.
Melihat jumlah pendukung Muhammad Mursi yang semakin banyak dan dukungan dari para tokoh. Tentara dan polisi semakin berutal mengamankan para demonstran. Nyawa pun berguguran di tangan tentara dan polisi, padahal mereka yang melakukan demonstrasi tidak membawa senjata, dan juga tidak merusak fasilitas umum, dan harus ditembak dengan peluru panas dan mematikan. Tapi semangat mereka semakin kuat untuk perjuangan Mesir yang demokratis, setelah sekian lama berada pada pemerintahan yang dictator.
Para pendukung Muhammad Mursi terus berguguran di beberapa tempat, hanya sebagian dari mereka saja yang terekspose media, yang tidak terekspose tidak tahu berapa jumlah yang meninggal.
Melihat kenyataan pendukung Muhammad Mursi yang begitu kuat, Jenderal al Sisi pun, untuk menarik perhatian asing terutama amerika dan rakyat Mesir mengumumkan bahwa Ikhwanul Muslimin sebagai teroris dan harus dimusnahkan. Para tokoh pun bereaksi, dan mengatakan boroknya pernyataan Jenderal al-Sisi dan menyatakan bahwa Jenderal al Sisi bukan ingin menjadikan Mesir menjadi aman, tapi ingin terjadi pertumpahan darah yang lebih besar antara rakyat Mesir. Dan tidak mungkin rakyat yang tidak bersenjata menghadapi tentara dan polisi yang menggunakan senjata canggih.
Yang lebih mengherankan lagi adalah, tokoh-tokoh agama di Universitas al-Azhar tidak ada yang memberikan pernyataan. Mereka hanya diam saja dengan perilaku Jenderal al Sisi, padahal mereka mempunyai otoritas yang besar. Bahkan gedung-gedung tinggi universitas al Azhar dijadikan sebagai tempat aman bagi para sniper untuk mengintai dan menembak orang-orang yang melakukan demonstrasi. Sungguh perbuatan yang membaut hati miris, institusi pendidikan yang sangat berpengaruh dan bahkan dianggap sebagai pengatur Negara, saat ini menjadi tempat bagi para sniper untuk menumpahkan darah rakyat Mesir.
Keagungan Mesir sebagai Negara besar dan mempunyai peradaban yang besar dahulu, sedikit demi sedikit hilang dan menjadi Negara yang tidak beradab dengan pemimpin-pemimpin yang dictator dan senang dengan pertumpahan darah.
Tapi, Allah maha melihat apa yang dilakukan oleh pemimpin-pemimpin fujur dan Allah pasti membantu orang-orang yang berada di jalannya. Semoga rakyat Mesir lebih tabah dan tegar menghadapi perjuangannya dan diberikan kemenangan dan diberikan kedamaian oleh Allah. Amin. Wallahu ‘A’lam bi al Shawab.
Posting Komentar