Ketahuilah sesungguhnya seluruh akhlak yang tercela hanya bisa di obati dan di tanggulangi dengan gabungan ilmu dan amal. Secara umum cara mencegah lisan dari ghibah adalah mengetahui dan menyaqini bahwa dengan ghibah dia akan menghadapi murka Allah Swt, karena dia telah melakukan hal yang di larang-Nya. Ketika seorang hamba beriman terhadap hal-hal yang di jelaskan beberapa hadits tentang ghibah, maka lisannya tidak akan mengucapkannya karena takut menanggung resiko.
Termasuk hal yang bermanfaat lagi adalah merenungkan diri sendiri. Ketika menemukan kejelekan di dalam dirinya, maka hendaknya sibuk menanggulangi kekurangan dirinya sendiri dan mengingat sabda baginda Nabi Muhammad Saw,
Ø·ُÙˆْبَÙ‰ Ù„ِÙ…َÙ†ْ Ø´َغَÙ„َÙ‡ُ عَÙŠْبُÙ‡ُ عَÙ†ْ عُÙŠُÙˆْبِ النَّاسِ
“sungguh beruntung orang yang tersibukkan dengan aibnya sendiri, sehingga tidak sempat meneliti aibnya orang lain.”
Ketika menemukan kejelekan di dalam dirinya sendiri, maka hendaknya dia merasa malu jika tidak mencela dirinya sendiri namun mencela orang lain, bahkan hendaknya memantapkan di dalam hati bahwa orang lain tidak mampu menghindarkan diri dari aib tersebut sebagaimana dia juga tidak mampu melakukannya. Hal ini jika kejelekan itu berhubungan dengan perbuatan dan ikhtiyarnya. Jika termasuk pembawaan sejak lahir, maka mencela hal tersebut sama dengan mencela Sang penciptanya. Karena sesungguhnya orang yang menghina sebuah karya, maka sesungguhnya dia telah menghina yang menciptakannya.
Jika dia tidak menemukan kejelekan di dalam dirinya sendiri, maka hendaknya bersyukur kepada Allah Swt dan jangan sampai mengotori dirinya dengan kejelekan yang paling besar, karena mencaci orang lain dan memakan daging bangkai itu termasuk aib yang paling besar. Bahkan kalau ia mau objektif, niscaya menyangka dirinya telah terbebas dari segala kekurangan adalah bodoh pada dirinya sendiri dan ini termasuk dosa yang sangat besar.
Termasuk juga hal yang bisa bermanfaat adalah meyadari bahwa rasa sakit yang di rasakan oleh orang yang dia gunjing itu sama dengan sakit yang dia rasakan jika ada yang menggunjingnya. Jika tidak rela kalau di gunjing, maka hendaknya dia juga tidak rela jika menggunjing orang lain. Secara umum, bagi orang yang imannya kuat, maka lisannya akan tercegah untuk menggunjing orang lain.
Menjelaskan Haramnya Ghibah Dengan Hati, Yaitu Dengan Su’udhan (Buruk Sangka)
Ketahuilah sesungguhnya buruk sangka hukumnya haram sebagaimana ucapan yang buruk. Sebagaimana haram bagimu membicarakan kejelekan-kejelekannya orang lain dengan lisan, maka bagimu juga tidak di perkenankan berbicara dengan hati dan berburuk sangka pada saudaramu. Yang saya kehendaki tidak lain adalah keyaqinan hati dan hati menghukumi orang lain dengan menyangka hal buruk padanya.
Adapun hal-hal yang terbesit di dalam hati secara tiba-tiba hukumnya masih di maafkan, akan tetapi yang di larang adalah menyangka buruk pada orang lain. Dhan adalah ungkapan yang menunjukkan hal yang di condongi oleh hati. Sesungguhnya Allah Swt berfirman dalam surat Al Hujurrat ayat 12 :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa”.
Penyebab keharaman su’uddhan adalah sesungguhnya rahasia-rahasia di dalam hati tidak akan mampu di ketahui kecuali oleh Allah, Dzat yang mengetahui hal-hal yang ghaib. Maka bagimu tidak di perkenankan berperasangka buruk pada orang lain kecuali memang sudah jelas-jelas kamu ketahui dan tidak lagi perlu di takwil. Namun, jika tidak demikian, maka yang berperan dalam prasangka itu tidak lain adalah syetan yang membisikkan di dalam hatimu, maka hendaknya kamu mendustakannya karena sesungguhnya syetan adalah makhluk yang paling fasiq. Allah Swt berfirman dalam surat Al Hujurrat ayat 6 :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”.
Dalam sebuah hadits di sebutkan,
Ø¥ِÙ†َّ اللهَ ØَرَّÙ…َ Ù…ِÙ†َ الْÙ…ُسْÙ„ِÙ…ِ دَÙ…َّÙ‡ُ ÙˆَÙ…َالَÙ‡ُ ÙˆَØ£َÙ†ْ ÙŠُظَÙ†َّ بِÙ‡ِ ظَÙ†َّ السُّÙˆْØ¡ِ
“sesungguhnya Allah mengharamkan dari orang muslim, yaitu darah, harta dan di sangka buruk”.
Kalau demikian, ketika di dalam hatimu terbesit untuk berburuk sangka, maka hendaknya engkau menolaknya dan yaqinkanlah di dalam hati bahwa keadaan orang yang hendak di su’uddhani itu tidak kamu ketahui secara pasti bagaimanapun keadaannya, dan sesungguhnya apa yang kamu lihat masih mungkin baik dan mungkin jelek.
Jika kamu bertanya, “dengan apa kita bisa mengetahui bahwa yang kita alami itu adalah su’udhan, padahal keraguan-keraguan itu kan bergelombang dan hal-hal yang tersebit di dalam hati itu banyak sekali?.”
Maka saya menjawab, “tanda bahwa hal itu adalah su’udhan yaitu hati akan berubah dari keadaan semula, sehingga akan lari darinya, merasa berat, malas menjaga hati, meneliti, memuliakan dan merasa prihatin dengan sebab itu.”
Hal yang bisa menghindarkan dari su’udhan adalah tidak memantapkan dugaan itu di dalam hati baik dengan keyaqinan atau perbuatan, baik di dalam hati atau dengan anggota jasmani yang lain. Bahkan terkadang syetan menampakkan bahwa dugaan itu muncul karena kecerdasan, daya ingat kuat dan kejeniusanmu, dan menampakkan bahwa orang mukmin mampu melihat dengan cahaya ilahi, padahal sesungguhnya dia adalah orang yang menilai orang lain dengan bujukkan syetan dan kegelapannya.
Seharusnya ketika mengetahui kesalahan orang lain dengan nyata, maka hendaknya engkau menasehatinya ketika sepi tidak ada orang, dan jangan sampai engkau terbujuk oleh syetan yang mengajakmu untuk menggunjingnya.
Diantara buah dari su’udhan adalah tajassus (meneliti kesalahan orang lain). Karena sesungguhnya hati tidak akan puas hanya dengan prasangka saja, bahkan akan mencaritahu kenyataan yang sebenarnya, sehingga akan sibuk meneliti dan mencari tahu, hal ini juga di larang oleh syareat. Allah Swt berfirman dalam surat Al Hujurrat ayat 12 :
Artinya : “dan janganlah mencari-cari keburukan orang”.
Ghibah, su’udhan dan tajassus adalah sesuatu yang di larang oleh syareat dalam satu ayat. Makna tajassus adalah tidak membiarkan orang lain dalam tirai penutup Allah Swt, sehingga dia berusaha mengetahui dan merusak tirai tersebut hingga dia mengetahui sesuatu yang seandainya hal itu tetap tertutup dan tidak di ketahuinya, niscaya itu akan lebih bisa menyelamatkan hati dan agamanya. Hukum tajassus dan hakikatnya sudah di jelaskan di dalam kitab amar ma’ruf.
(Sumber : BEKAL DAKWAH AL-GHOZALI jilid 2)
Baca juga artikel kami lainnya : Tugas Nabi Muhammad
Termasuk hal yang bermanfaat lagi adalah merenungkan diri sendiri. Ketika menemukan kejelekan di dalam dirinya, maka hendaknya sibuk menanggulangi kekurangan dirinya sendiri dan mengingat sabda baginda Nabi Muhammad Saw,
Ø·ُÙˆْبَÙ‰ Ù„ِÙ…َÙ†ْ Ø´َغَÙ„َÙ‡ُ عَÙŠْبُÙ‡ُ عَÙ†ْ عُÙŠُÙˆْبِ النَّاسِ
“sungguh beruntung orang yang tersibukkan dengan aibnya sendiri, sehingga tidak sempat meneliti aibnya orang lain.”
Ketika menemukan kejelekan di dalam dirinya sendiri, maka hendaknya dia merasa malu jika tidak mencela dirinya sendiri namun mencela orang lain, bahkan hendaknya memantapkan di dalam hati bahwa orang lain tidak mampu menghindarkan diri dari aib tersebut sebagaimana dia juga tidak mampu melakukannya. Hal ini jika kejelekan itu berhubungan dengan perbuatan dan ikhtiyarnya. Jika termasuk pembawaan sejak lahir, maka mencela hal tersebut sama dengan mencela Sang penciptanya. Karena sesungguhnya orang yang menghina sebuah karya, maka sesungguhnya dia telah menghina yang menciptakannya.
Jika dia tidak menemukan kejelekan di dalam dirinya sendiri, maka hendaknya bersyukur kepada Allah Swt dan jangan sampai mengotori dirinya dengan kejelekan yang paling besar, karena mencaci orang lain dan memakan daging bangkai itu termasuk aib yang paling besar. Bahkan kalau ia mau objektif, niscaya menyangka dirinya telah terbebas dari segala kekurangan adalah bodoh pada dirinya sendiri dan ini termasuk dosa yang sangat besar.
Termasuk juga hal yang bisa bermanfaat adalah meyadari bahwa rasa sakit yang di rasakan oleh orang yang dia gunjing itu sama dengan sakit yang dia rasakan jika ada yang menggunjingnya. Jika tidak rela kalau di gunjing, maka hendaknya dia juga tidak rela jika menggunjing orang lain. Secara umum, bagi orang yang imannya kuat, maka lisannya akan tercegah untuk menggunjing orang lain.
Menjelaskan Haramnya Ghibah Dengan Hati, Yaitu Dengan Su’udhan (Buruk Sangka)
Ketahuilah sesungguhnya buruk sangka hukumnya haram sebagaimana ucapan yang buruk. Sebagaimana haram bagimu membicarakan kejelekan-kejelekannya orang lain dengan lisan, maka bagimu juga tidak di perkenankan berbicara dengan hati dan berburuk sangka pada saudaramu. Yang saya kehendaki tidak lain adalah keyaqinan hati dan hati menghukumi orang lain dengan menyangka hal buruk padanya.
Adapun hal-hal yang terbesit di dalam hati secara tiba-tiba hukumnya masih di maafkan, akan tetapi yang di larang adalah menyangka buruk pada orang lain. Dhan adalah ungkapan yang menunjukkan hal yang di condongi oleh hati. Sesungguhnya Allah Swt berfirman dalam surat Al Hujurrat ayat 12 :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa”.
Penyebab keharaman su’uddhan adalah sesungguhnya rahasia-rahasia di dalam hati tidak akan mampu di ketahui kecuali oleh Allah, Dzat yang mengetahui hal-hal yang ghaib. Maka bagimu tidak di perkenankan berperasangka buruk pada orang lain kecuali memang sudah jelas-jelas kamu ketahui dan tidak lagi perlu di takwil. Namun, jika tidak demikian, maka yang berperan dalam prasangka itu tidak lain adalah syetan yang membisikkan di dalam hatimu, maka hendaknya kamu mendustakannya karena sesungguhnya syetan adalah makhluk yang paling fasiq. Allah Swt berfirman dalam surat Al Hujurrat ayat 6 :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”.
Dalam sebuah hadits di sebutkan,
Ø¥ِÙ†َّ اللهَ ØَرَّÙ…َ Ù…ِÙ†َ الْÙ…ُسْÙ„ِÙ…ِ دَÙ…َّÙ‡ُ ÙˆَÙ…َالَÙ‡ُ ÙˆَØ£َÙ†ْ ÙŠُظَÙ†َّ بِÙ‡ِ ظَÙ†َّ السُّÙˆْØ¡ِ
“sesungguhnya Allah mengharamkan dari orang muslim, yaitu darah, harta dan di sangka buruk”.
Kalau demikian, ketika di dalam hatimu terbesit untuk berburuk sangka, maka hendaknya engkau menolaknya dan yaqinkanlah di dalam hati bahwa keadaan orang yang hendak di su’uddhani itu tidak kamu ketahui secara pasti bagaimanapun keadaannya, dan sesungguhnya apa yang kamu lihat masih mungkin baik dan mungkin jelek.
Jika kamu bertanya, “dengan apa kita bisa mengetahui bahwa yang kita alami itu adalah su’udhan, padahal keraguan-keraguan itu kan bergelombang dan hal-hal yang tersebit di dalam hati itu banyak sekali?.”
Maka saya menjawab, “tanda bahwa hal itu adalah su’udhan yaitu hati akan berubah dari keadaan semula, sehingga akan lari darinya, merasa berat, malas menjaga hati, meneliti, memuliakan dan merasa prihatin dengan sebab itu.”
Hal yang bisa menghindarkan dari su’udhan adalah tidak memantapkan dugaan itu di dalam hati baik dengan keyaqinan atau perbuatan, baik di dalam hati atau dengan anggota jasmani yang lain. Bahkan terkadang syetan menampakkan bahwa dugaan itu muncul karena kecerdasan, daya ingat kuat dan kejeniusanmu, dan menampakkan bahwa orang mukmin mampu melihat dengan cahaya ilahi, padahal sesungguhnya dia adalah orang yang menilai orang lain dengan bujukkan syetan dan kegelapannya.
Seharusnya ketika mengetahui kesalahan orang lain dengan nyata, maka hendaknya engkau menasehatinya ketika sepi tidak ada orang, dan jangan sampai engkau terbujuk oleh syetan yang mengajakmu untuk menggunjingnya.
Diantara buah dari su’udhan adalah tajassus (meneliti kesalahan orang lain). Karena sesungguhnya hati tidak akan puas hanya dengan prasangka saja, bahkan akan mencaritahu kenyataan yang sebenarnya, sehingga akan sibuk meneliti dan mencari tahu, hal ini juga di larang oleh syareat. Allah Swt berfirman dalam surat Al Hujurrat ayat 12 :
Artinya : “dan janganlah mencari-cari keburukan orang”.
Ghibah, su’udhan dan tajassus adalah sesuatu yang di larang oleh syareat dalam satu ayat. Makna tajassus adalah tidak membiarkan orang lain dalam tirai penutup Allah Swt, sehingga dia berusaha mengetahui dan merusak tirai tersebut hingga dia mengetahui sesuatu yang seandainya hal itu tetap tertutup dan tidak di ketahuinya, niscaya itu akan lebih bisa menyelamatkan hati dan agamanya. Hukum tajassus dan hakikatnya sudah di jelaskan di dalam kitab amar ma’ruf.
(Sumber : BEKAL DAKWAH AL-GHOZALI jilid 2)
Baca juga artikel kami lainnya : Tugas Nabi Muhammad
Posting Komentar