(Fasal) menjelaskan memutuskan hukum dengan bayyinah / saksi. | (فَصْلٌ) فِيْ الْحُكْمِ بِالْبَيِّنَةِ |
Ketika pendakwa memiliki saksi, maka sang hakim harus mendengar saksi tersebut dan memutuskan hukum bagi pendakwa dengan saksi tersebut jika sang hakim mengetahui sifat adil saksi tersebut. | (وَإِذَا كَانَ مَعَ الْمُدَّعِيْ بَيِّنَةٌ سَمِعَهَا الْحَاكِمُ وَحَكَمَ لَهُ بِهَا) إِنْ عَرَفَ عَدَالَتَهَا |
Jika tidak, maka sang hakim meminta si saksi agar melakukan tazkiyah (persaksian atas keadilan dirinya). | وَإِلَّا طَلَبَ مِنْهَا التَّزْكِيَّةَ |
Jika pihak pendakwa tidak memiliki saksi, maka ucapan yang diterima adalah ucapan pihak terdakwa disertai dengan sumpahnya. | (وَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ) أَيِ الْمُدَّعِيْ (بَيِّنَةٌ فَالْقَوْلُ قَوْلُ الْمُدَّعَى عَلَيْهِ بِيَمِيْنِهِ) |
Yang dikehendaki dengan pendakwa aalah orang yang ucapannya bertolak belakang dengan apa yang dhahir. | وَالْمُرَادُ بِالْمُدَّعِيْ مَنْ يُخَالِفُ قَوْلُهُ الظَّاهِرَ |
Dan yang dimaksud dengan terdakwa adalah orang yang ucapannya sesuai dengan apa yang dhahir. | وَالْمُدَّعَى عَلَيْهِ مَنْ يُوَافِقُ قَوْلُهُ الظَّاهِرَ |
Kemudian, jika pihak terdakwa tidak mau melakukan sumpah yang diperintahkan padanya, maka hak sumpah diberikan kepada pihak pendakwa. | (فَإِنْ نَكَلَ) أَيِ امْتَنَعَ الْمُدَّعَى عَلَيْهِ (عَنِ الْيَمِيْنِ) الْمَطْلُوْبَةِ مِنْهُ (رُدَّتْ عَلَى الْمُدَّعِيْ |
Maka saat itulah pihak pendakwa melakukan sumpah dan berhak mendapatkan apa yang didakwakan. | فَيَحْلِفُ) حِيْنَئِذٍ (وَيَسْتَحِقُّ) الْمُدَّعَى بِهِ |
Nukul / tidak mau bersumpah adalah ucapan terdakwa, “saya tidak mau bersumpah”, setelah qadli menawarkan padanya untuk bersumpah. | وَالنُّكُوْلُ أَنْ يَقُوْلَ الْمُدَّعَى عَلَيْهِ بَعْدَ عَرْضِ الْقَاضِيْ عَلَيْهِ الْيَمِيْنَ "أَنَا نَاكِلٌ عَنْهَا" |
Atau qadli berkata pada terdakwa, “bersumpahlah”. Namun terdakwa menjawab, “saya tidak akan bersumpah.” | أَوْ يَقُوْلَ لَهُ الْقَاضِيْ "احْلِفْ" فَيَقُوْلُ "لاَ أَحْلِفُ". |
Ketika ada dua orang yang saling mengaku berhak atas sesuatu yang berada di tangan salah satu dari mereka, maka ucapan yang diterima adalah ucapan orang yang memegangnya disertai dengan sumpahnya, maksudnya sesungguhnya barang yang ada di tangannya adalah milik dia. | (إِذَا تَدَاعَيَا) أَيِ اثنَانِ (شَيْئًا فِيْ يَدِّ أَحَدِهِمَا فَالْقَوْلُ قَوْلُ صَاحِبِ الْيَدِّ بِيَمِيْنِهِ) أَيْ أَنَّ الَّذِيْ فِيْ يَدِّهِ لَهُ |
Jika perkara tersebut berada di tangan keduanya atau tidak ada pada keduanya, maka keduanya melakukan sumpah dan barang yang dituntut dibagi sama rata pada keduanya. | (وَإِنْ كَانَ فِيْ أَيْدِيْهِمَا) أَوْ لَمْ يَكُنْ فِيْ يَدِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا (تَحَالَفَا وَجُعِلَ) الْمُدَّعَى بِهِ (بَيْنَهُمَا) نِصْفَيْنِ |
Barang siapa bersumpah atas perbuatan dirinya, baik menetapkan perbuatan atau mentiadakan, maka ia harus bersumpah al batt wal qath’i. | (وَمَنْ حَلَفَ عَلَى فِعْلِ نَفْسِهِ) إِثْبَاتًا أَوْ نَفْيًا (حَلَفَ عَلَى الْبَتِّ وَالْقَطْعِ) |
Al batt dengan menggunakan ba’ yang diberi titik satu kemudian huruf ta’ yang diberi titik dua di atas, maknanya adalah memutus. | وَالْبَتُّ بِمُوَحَّدَةٍ فَمُثَنَّاةٍ فَوْقِيَّةٍ مَعْنَاهُ الْقَطْعُ |
Kalau demikian, maka mushannif mengathafkan lafadz “al qath’u” pada lafadz “al batt” adalah athaf tafsir. | وَحِيْنَئِذٍ فَعَطْفُ الْمُصَنِّفِ الْقَطْعَ عَلَى الْبَتِّ مِنْ عَطْفِ التَّفْسِيْرِ |
Barang siapa bersumpah atas perbuatan orang lain, maka terdapat perincian dalam hal ini, | (وَمَنْ حَلَفَ عَلَى فِعْلِ غَيْرِهِ) فَفِيْهِ تَفْصِيْلٌ |
Jika sumpahnya adalah menetapkan, maka ia bersumpah al batt wal qath’i. | فَإِنْ كَانَ إِثْبَاتًا حَلَفَ عَلَى الْبَتِّ وَالْقَطْعِ |
Jika sumpahnya adalah mentiadakan secara mutlak, maka ia bersumpah bahwa tidak tahu. | وَإِنْ كَانَ نَفْيًا) مُطْلَقًا (حَلَفَ عَلَى نَفْيِ الْعِلْمِ) |
Yaitu, sesungguhnya ia tidak tahu bahwa orang lain tersebut melakukan hal itu. | وَهُوَ أَنَّهُ لَا يَعْلَمُ أَنَّ غَيْرَهُ فَعَلَ كَذَا |
Adapun mentiadakan yang dibatasi, maka dalam hal ini seseorang bersumpah dengan cara al batt. | أَمَّا النَّفْيُ الْمَحْصُوْرُ فَيَحْلِفُ فِيْهِ الشَّخْصُ عَلَى الْبَتِّ |
(Sumber : Kitab Fathul Qorib)
Baca juga artikel kami lainnya : Arti Kafir
Posting Komentar