STUDI KAWASAN ISLAM DI AFGANISTAN

I. Pendahuluan
Pertumbuhan jumlah umat Islam di dunia, akhir akhir ini begitu cepat, Islam tersebar ke seluruh pelosok dunia dan berkembang di berbagai benua. Agama Islam lahir pada abad ke-7 M di wilayah Asia Barat, tepatnya di kota suci Mekah, Arab Saudi. Dari kota suci Mekah ini, Islam menyebar ke berbagai wilayah di benua Asia, yakni wilayah-wilayah Asia Barat, Asia Tengah, Kaukasus, Asia Selatan, Asia Timur, dan Asia Tenggara.
Di persimpangan Asia, ada sebuah negara yang mayoritas beragama Islam, yaitu Afghanistan. Negara Afghanistan umumnya dianggap sebagai bagian dari Asia Tengah, kadang-kadang dianggap berasal dari sebuah blok regional baik di Asia Selatan atau Timur Tengah, karena memiliki hubungan budaya, etnolinguistik, dan geografis dengan sebagian besar negara tetangganya. Afghanistan harfiah diterjemahkan menjadi “tanah Afghan”.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang letak geografis, sejarah perkembangan Islam, dan pemerintahan di Afghanistan.

II. Rumusan Masalah
A. Bagaimana letak geografis Afghanistan?
B. Bagaimana sejarah perkembangan Islam di Afghanistan?
C. Bagaimana pemerintahan di Afghanistan?

III. Pembahasan
A. Letak Geografis Afghanistan
Secara geografis, Afghanistan merupakan kawasan negara yang terletak di Timur Tengah. Dikatakan juga bahwa Afghanistan sebagai Kerajaan yang terletak di Asia Tengah. Wilayah Afghanistan dibatasi di sebelah utara oleh U.S.S.R (Turkmenistan, Uzbekistan, dan Tajikistan Republik), sebelah barat dibatasi oleh Iran, di sebelah Timur dan selatan dibatasi oleh Pakistan bagian barat. Pada bagian timur laut bersentuhan dengan Sinkiang Uighur daerah swatantra China dan Huanza di Kashmir. Ibukota Afghanistan adalah Kabul.[1]
Luas wilayah Afghanistan mencapai 652.225 km2. Jumlah penduduknya berdasarkan data statistik tahun 1419 H/1998 M mencapai 23.100.000 jiwa. Presentase penduduk pedalaman di Afghanistan mencapai 80%. Kota-kota terkenal di sana adalah Kabul, Kandaran, dan Herat.[2] Adapun bahasa resmi di Afghanistan ada dua bahasa resmi yaitu: Persia Afgan (50%), dan Pashtun (35%), beberapa bahasa lainnya yaitu bahasa-bahasa Turkik (Uzbek dan Turkmenistan) yang digunakan oleh 11% rakyatnya, dan 30 bahasa-bahasa kecil, terutama Baluchi dan Pashai (4%). Banyak orang Afghanistan yang mampu menggunakan dua bahasa atau lebih.[3]
Adapun presentase penduduk Muslim di Afghanistan sebesar 99% (80% sunni dan selebihnya adalah syi’ah). Di samping itu, juga terdapat sejumlah kecil orang-orang Hindu, Yahudi, Zoroster, namun jumlah mereka hanya sekitar 1%.
Afghanistan ialah negeri yang bergunung-gunung, walau ada dataran di utara dan barat daya. Titik tertinggi di Afghanistan, Nowshak, ialah 7485 mdpl. Sebagian besar negara ini kering, dan pasokan air bersih terbatas. Afghanistan memiliki iklim tanah, dengan musim panas yang panas dan musim salju yang dingin. Negara ini sering menjadi pusat gempa bumi.
Di samping ibu kotanya Kabul, Herat, Jalalabad, Mazar-e Sharif dan Kandahar ialah kota-kota utama negara ini. Afghanistan terdiri dari 34 buah provinsi. Afghanistan memiliki berbagai sumber daya alam, di antaranya gas alam, minyak bumi, batubara, tembaga, sulfur, barit, timah, seng bijih besi, serta batu-batu mulia. Akibat perang antar etnik telah menghancurkan perekonomian mereka. Apalagi negara barat seperti Amerika Serikat terus menekan Afghanistan dengan tudingan melindungi Osama bin Laden yang dianggap sebagai tokoh yang terus mengajak melawan barat.[4]

B. Sejarah Perkembangan Islam di Afghanistan
Islam masuk di Afghanistan sejak masa Khalifah Umar bin Khattab melalui ekspedisi yang dipimpin oleh Asim bin Umarat-Tamimy. Pada masa Usman bin Affan, Islam berhasil masuk wilayah Kabul dan sejak tahun 870 M peradaban Islam secara praktis telah mengakar ke seluruh Afghanistan. Dari masa Umawiyah di Damaskus dan Abbasiyah di Bagdad hingga sampai dipegang oleh dinasti-dinasti kecil seperti Ghaznawiyah.[5] Kekuasaan Islam belum pernah kuat di wilayah Afghanistan kecuali pada masa pemerintahan Ghaznawiyah. Dinasti Ghaznawiyah berkuasa pada tahun 366-582 H/ 976-1182 M di Afghanistan dan Punjab. Pendiri Dinasti Ghaznawiyah adalah Subuktigin. Ketika itu, pada masa kekhalifahan Abbasiyah yang ke dua puluh empat.
Terbentuknya dinasti Ghaznawiyah berawal dari Amir Dinasti Samaniyah yang menguasai wilayah Asia Tengah yaitu yang bernama Abdul-Malik Ibn Nuh (343-350 H/ 954-961 M ) yang membeli seorang budak yang bernama Alptigin. Pada mulanya Ia hanya seorang budak kemudian diangkat menjadi wali di wilayah Khurasan.
Alptigin mengalami pemecatan oleh Amir yang kedua yaitu Mansur Ibn Nuh. Kemudian Ia pergi ke Afghanistan beserta tentaranya menetap di kota Ghazna dan selanjutnya Alptigin membentuk pemerintahan di Ghazna. Setelah Alptigin wafat kepemimpinannya diteruskan oleh anaknya, Abu Ishaq Ibn alptigin. Dia mempunyai seorang budak yang kemudian menjadi menantunya bernama Subuktigin. Subuktigin inilah yang kemudian membentuk dinasti Ghaznawiyah.[6]
Terakhir pada abad ke-19 Inggris menginvasi wilayah Afghanistan, sampai ia melepaskannya pada 1919.[7] Pada tahun 1933 Muhammad Zahir Syah naik sebagai raja, kemudian Amerika Serikat dan Uni Soviet berusaha menanamkan pengaruhnya. Tahun 1953, Raja Zahir mengangkat Muhammad Daud (kader komunis) sebagai perdana menteri. Kemudian umat Islam mulai bergerak, yaitu dengan munculnya organisasi Perjuangan Gabungan Muslim yang bernama ”Juanan Muslim” kemudian pada tahun 1968 berubah nama menjadi Al-Jamiah Al-Islamiyah di bawah pimpinan Burhanudin Rabbani.
Uni Soviet semakin marah melihat perkembangan Islam itu. Kemudian pada tahun 1972 di bawah pengaruh Uni Soviet, Muhammad Daud menggantikan Zair. Pada tahun 1978 Daud tewas dibunuh dan diganti oleh Nur Taraki sebagai Presiden. Para Ulama mengeluarkan fatwa untuk mengutuk Taraki dan mewajibkan perang jihad untuk menggulingkannya. Akibatnya timbul perjuangan mujahidin Afghanistan. Kemudian pada tahun 1970 Uni Soviet memasuki Afghanistan dengan membawa presiden bonekanya, Babrak Kamal. Perjuangan Mujahidin semakin kuat dengan tujuan menegakkan kalimat Allah SWT, memerdekakan negara Afghanistan dari kekuasaan kafir dan komunis dengan mendirikan pemerintahan Islam di Afghanistan.
Pada tahun 1987 peperangan memuncak, dengan bantuan senjata dari Amerika dan Inggris, dan berakhir dengan Uni Soviet menderita kerugian besar. Akhirnya, pada tahun 1989 Uni Soviet menarik seluruh tentaranya dari Afghanistan. Pejuang Mujahidin terus melawan pemerintah Najibullah (sejak 1987), karena para Ulama mengeluarkan fatwa bahwa rezim tersebut adalah kafir dan mati dalam peperangan melawan rezim adalah mati syahid.[8]
Setelah menderita malapetaka dan kerugian, pada tahun 1992, Najibullah menyerahkan kekuasaan kepada kaum mujahidin yang sebelumnya telah mengepung ibukota Kabul. Mereka lalu menerima kekuasaan dan membentuk pemerintahan di bawah pimpinan Burhanudin Rabbani dan Gulbuddin Hekmatyar sebagai perdana menterinya. Saat Mujahidin berkuasa kondisi dalam negeri Afghanistan sangatlah kacau. Terjadi pemerasan dan perampokan di mana – mana. Sampai suatu saat ada suatu kaum Islam terpelajar (Thalib) yang ikut menumpas para pembuat onar di negeri Afghanistan tersebut.
Awalnya usaha penumpasan tersebut hanya dilakukan di daerah Kandahar, namun lambat laun aksi dari kaum Thalib tersebut meluas ke seluruh penjuru negeri Afghanistan. Akibat dari aksi heroik kaum Thalib tersebut, rakyat Afghanistan pun mulai menaruh simpati kepada mereka dan akhirnya mendukung mereka untuk menggantikan posisi kelompok Mujahidin di pemerintahan. Akhirnya Pada tahun 1996 Taliban mampu menggulingkan pemerintahan dan mengatur pemerintahannya sendiri, di bawah pimpinan Mullah Umar. Sewaktu memerintah Afghanistan, mereka telah melaksanakan pemerintahan islam secara ekstrem walaupun belum sempurna sebagai Raja.

C. Pemerintahan di Afghanistan
Bicara tentang politik dan pemerintahan negara Afghanistan tidak terlepas dari sejarahnya. Afghanistan pada mulanya berbentuk monarki absolut, sampai pada pertengahan abad 20 terjadi sebuah kudeta untuk menggulingkan raja yang berkuasa dan mendirikan Negara Republik Afghanistan (1973). Pada tahun 1978 terjadi kudeta yang kedua yang dipelopori oleh Dewan Revolusioner Afghanistan, kelompok ini kemudian mendirikan Negara Demokratik Republik Afghanistan. Kekacauan politik dalam negeri Afghanistan terus berlanjut ketika terjadi kudeta ketiga pada tahun 1979. Kondisi ini diperburuk dengan adanya invasi Uni Soviet ke Afghanistan. Uni Soviet mulai menancapkan pengaruhnya di Afghanistan dengan mendirikan pemerintahan yang berhalauan komunis.
Jika dilihat dari sejarahnya hingga saat ini memang pemerintahan pusat Afghanistan belumlah stabil. Bahkan pemerintahan daerah mereka memiliki posisi lebih kuat dan stabil daripada pemerintah pusatnya. Hal ini dikarenakan rakyat Afghanistan lebih percaya pada tokoh masyarakat lokalnya. Saat ini sistem politik yang digunakan oleh Afghanistan adalah sistem presidensial dengan Presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Pemerintahan pusat mengatur semua kebijakan negara yang bersifat strategis dan fundamental. Dalam menjalankan tugasnya, Presiden Afghanistan dibantu oleh dua Wakil Presiden beserta Menteri-Menterinya. Presiden beserta wakil-wakilnya tersebut dipilih melalui pemilihan umum langsung dengan masa jabatan lima tahun.
Lembaga Parlemen Afghanistan terdiri dari tiga kamar (Trikameral). Pertama adalah Wolesi Jirga (Majelis Rendah/ House of Representatives/HoR) berisi 249 orang yang bertugas untuk menyusun undang – undang. Ada yang unik dalam majelis ini karena setidaknya harus ada 68 wakil perempuan yang diambil dari masing-masing provinsi di Afghanistan. Majelis kedua adalah Meshrano Jirga (House of Elders) anggota dari majelis ini terdiri dari pilihan Presiden, perwakilan masing-masing provinsi, perwakilan warga difabel, dan perwakilan warga nomaden di Afghanistan. Majelis yang terakhir adalah Loya Jirga (Dewan Agung/High Council) merupakan majelis khas Afghanistan yang berisi para ketua adat dan suku yang ada di Afghanistan. Majelis ini bertugas untuk membahas masalah-masalah sosial, sengketa hingga penyusunan konstitusi baru.[9]
Konstitusi baru diratifikasikan oleh Jirga Loya (Majlis Nasional Agung) tahun 2003 yang menetapkan pemerintahan sebagai satu republik islam yang terdiri dari tiga cabang, kekuasaan, eksekutif, legislatif dan yudikatif yang sesuai dengan hukum islam. Tahun 2004 dilakukan pemilihan presiden oleh Afghan yang berjalan relatif aman di mana Hamid Karzai menang dengan 55.4% dari pemilihan suara. Akan tetapi 2009, pemilihan presiden di golongkan sebagai kurang aman dan kredibel, partisipasi pemilihan rendah dan kecurangan pemilihan besar. Pada bulan Agustus 2009, dilakukan pemilihan presiden bersamaan dengan pemilihan -pemilihan untuk 420 kursi dewan provinsi, tetapi mengalami kebuntuan politik karena adanya salah perhitungan dan penipuan pemilihan. dan tanggal 7 November di lakukan pemilihan babak kedua dengan adil dan saling terbuka.[10]

                 
[1]Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 282.
[2]Ahmad Al-Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, (Jakarta: Akbar, 2008), hlm. 498.
[3]Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban..., hlm. 285
[4]Ajid Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam: Perspektif Etno Linguistik dan Geo Politik, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 202.
[5]Ajid Thohir, Studi Kawasan..., hlm. 199.
[6]Khoiriyah, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam dari Arab Sebelum Islam Hingga Dinasti-dinasti Islam, (Yogyakarta: Teras 2012), hlm. 153 – 154.
[7]Ajid Thohir, Studi Kawasan..., hlm. 199.
[8]Bustamam Ismail, “Perkembangan Islam di dunia”, dalam http://hbis.wordpress.com/arisan-iksa-jaya/, diakses pada 30 Mei 2014, pkl. 20.15 WIB.
[9] Antonius Mario, “Politik dan Pemerintahan Afghanistan”, dalam http://antoniusmario.blogspot.com/2013/04/politik-dan-pemerintahan-afghanistan.html, diakses pada 30 Mei 2014, pkl. 20.15 WIB.
[10] Aprinaldo, “Afghanistan Sejarah Asia Selatan”, http://aprinaldo.wordpress.com/makalah-afghanistan-sejarah-asia-selatan/, diakses pada 30 Mei 2014, pkl. 20.15 WIB.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama