MASA DEPAN KEBUDAYAAN DAN KEBANGKITAN ISLAM

I. PENDAHULUAN
Umat Islam pernah mengalami masa keemasan yang selalu menjadi motifasi bagi umat Islam pada masa selanjutnya. Kejayaan ini yang sampai saat ini ingin diwujudkan kembali oleh umat Islam setelah sekian abad kejayaan itu berada di tangan bangsa barat.
Umat Islam senantiasa mencari trobosan baru dalam menciptakan kejayaan Islam untuk yang kedua kalinya. Telah banyak pemikir atau intelektual-intelektual Islam yang mencoba untuk merumuskan kembali pemikiran agar Islam dapat kembali meraih masa kejayaannya.
Dalam makalah ini penulis mencoba mengungkapkan bagaimana usaha-usaha umat Islam dalam mendesain masa depan agar dapat mencapai masa kejayaan seperti dahulu. Hal itu tidak dapat terlepas dengan wacana bahwa pada abad 15 H merupakan masa kebangkitan Umat Islam

II. RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana tonggak kebangkitan kembali Islam pada abad 15 H?
B. Bagaimana usaha-usaha umat Islam untuk membangun peradaban masa depan?
C. Bagaaimana kasus yang terjadi di Indonesia mengenai pentas politik, pendidikan, ekonomi, sosial, dan budaya yang menjadi agen perubahan umat Islam ke depan?

III. PEMBAHASAN
A. Tonggak Kebangkitan Kembali Islam pada Abad 15 H
Kita perlu menelusuri pengalaman Islam masa lalu, sebuah pengalaman kejayaan. Pengalaman ini dipergilirkan kepada beberapa negara dan dunia Islam pernah mendapatkan giliran itu sehingga pernah memimpin dunia ini dengan dua kekuatan yaitu kekuatan Islam dibelahan Timur berpusat di Damaskus ketika berada di bawah kekuasan dinasti Umayyah kemudian pindah ke baghdad dibawah kekuasaan Abbasiyah dan dibelahan Barat berpusat di Cordova Spanyol di bawah kekuasaan Umayyah.[1]
Kejayaan Islam pada masa Bani Abasiyah dibawah pemerintahan Abu Ja’far Harun Ar Rasyid. Pada masa pemerintahannya Islam mengalami punck kemegahan dan kesejahteraan yang belumpernah dicapai sebelumnya. Pada masa ini dikenal dengan kekuatan dan kemajuan ilmu pengetahuannya, sehingga Baghdad menjadi pusat ilmu pengetahuan, kebudayaan dan perniagaan di dunia. Pada masa ini, Islam telah tersebar sangat luas. Khalifah mendirikan dewan penerjemah yaitu dengan mengumpulkan para sastrawan, budayawan, kaum cendekiawan, dan ahli ilmu. Kota Baghdad terkenal dengan pusat ilmu pengetahuan di seluruh dunia. Pembangunan prasarana umum juga dilakukan dalam berbagai bidang sehingga menciptakan kesejahteraan bagi umat Islam.[2]
Abad ke-15 Hijriah dicanangkan oleh seluruh umat Islam sebagai abad kebangkitan kembali Islam. Chandra Muzaffar menanggapi gaung kebangkitan kembali Islam ini sebagai suatu proses historis yang dinamis. Ada tiga pengertian
tentang konsep kebangkitan kembali Islam yang dikemukakan oleh Muzaffar, dua di antaranya adalah : Pertama, konsep ini merupakan suatu penglihatan dari dalam, suatu cara pandang dalam mana kaum muslimin melihat derasnya dampak agama di kalangan pemeluknya. Hal ini menyiratkan kesan bahwa Islam menjadi penting kambali. Artinya, Islam memperoleh kembali prestise dan kehormatan dirinya. Kedua, “kebangkitan kembali” mengisyaratkan bahwa keadaan tersebut telah terjadi sebelumnya. Maka dalam gerak kebangkitan kembali ini terdapat keterkaitan dengan masa lalu; bahwa kejayaan Islam pada masa lalu itu – jejak hidup Nabi Muhammad saw, dan para pengikutnya – memberi pengaruh besar terhadap pemikiran orang-orang yang menaruh perhatian pada “jalan hidup” Islam pada masa lalu.[3]

Abad ke XV H disebut sebagai masa kebangkitannya umat Islam kembali dapat kita lihat dari beberapa fakta-fakta berikut:
1. Sejarah itu berulang kejadiannya. Umat Islam mencapai/ menikmati kejayaan selama tujuh abad yaitu dari abad ke I sampai abad ke VII H. Kemudian mulai mundur dan negara-negara Islam jatuh satu demi satu di bawah penjajahan Barat, yang dahulunya belajar dari umat Islam. Tujuh abad pula lamanya umat Islam di bawah cengkraman penjajahan dan penindasan Barat. Sesudah tujuh abad, kini negara-negara Islam yang telah jatuh menjadi jajahan Barat itu sekarang sudah merdeka. Mereka mulai menghirup udara kebebasan sesudah lepas dari belenggu penjajahan. Umat Islam seluruh dunia mulai mengatur negara-negaranya sesuai dengan ajaran Islam.
2. Negara-negara Islam banyak yang memiliki kekayaan berupa sumber minyak, sehingga umat Islam menjadi bangsa yang disegani lawan. OPEC (organisasi pengekspor minyak) sebagian besar anggotanya adalah negara-negara Islam yang meliputi: Arab Saudi, Kuwait, Iran, Irak, Venezuela, Aljazair, Equador, Gabon, Indonesia, Libiya, Nigeria, Qatar, Persatuan Emirat. Negara-negara inilah yang memainkan peranan penting dalam menyediakan suplai energy minyak untuk memenuhi kebutuhan dunia.[4]
3. Diselenggarakannya konferensi dunia pertama tentang pendidikan Muslim di Makkah pada tahun 1977. Yang merupakan upaya international ototrofik untuk “mengislamisasi ilmu” yang dibuat oleh sarjana-sarjana muslim.[5]
4. Di abad XV H ini umat Islam telah mempunyai pakar-pakar seperti Prof. Abdussalam dari Pakistan sebagai pemenang Nobel bidang Fisika 1979, Prof. Ali Javan dari MIT Boston sebagai salah satu pioneer Fisika LASER, Dr. Musthafa Chakim (Direktur JPL-Pasadena) yang bertanggungjawab mengontrol misi Voyager, serta Prof. Ahmed Zewail dari Mesir sebagai pemenang hadiah Nobel bidang Kimia 1999. Mereka adalah pakar pakar-pakar muslim abad ini yang concern dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi umat Islam.[6]

B. Usaha-Usaha Umat Islam Untuk Membangun Peradaban Masa Depan
Salah satu perkembangan sosial dan politik umat Islam yang paling signifikan pada dekade-dekade akhir abad 20 adalah munculnya gelombang revivalis (kebangkitan Islam) diseluruh dunia Islam. Etos kebangkitan Islam merupakan salah satu fenomena yang sangat meresap dan memiliki akar yang dalam yang mempengaruhi dunia Islam dewasa ini. Maka tampaklah, “Islam di kebanyakan negaranya sedang mewujudkan kebangkitannya.” Hal ini digerakkan oleh para ideolog revivalis Islam kontemporer meliputi antara lain Hasan al Banna, Abu A’la al-Maududi, Sayyid Qutb, Ayatullah Ruhullah Imam Khumaeni, Muhammad Baqir al-Sadr, ‘Abd al-Salam Faroq, Said Hawa dan Juhaiman al-Utaibi.
Mereka berasal dari negara yang berbeda tetapi memiliki tanggung jawab bersama untuk melepaskan umat Islam dari pasungan negara-negara barat dengan mendorong lahirnya kebangkitan Islam. Mereka tidak pernah mengadakan kesepakatan untuk mendorong kebangkitan Islam, tetapi mereka sama-sama memiliki kepedulian terhadap nasib umat Islam, sehingga mereka bergerak melakukan usaha riil yang sangat dibutuhkan umat.[7]
Gerakan-gerakan Islam yang ada sampai saat ini berupaya untuk mengembalikan kemajuan peradaban yang telah lama hilang, juga berupaya merevalisasi khasanah keislaman lama. Dr. Hassan Hanafi menangkap adanya visi-visi pemikiran mmahasiswa Islam. Sekitar 15% mereka cenderung kepada konsep salaf dan 15% lagi cenderung kepada konsep sekuler. Adapun sisanya belum mempunyai kecenderungan dan legalitas. [8]
Munculnya gagasan tentang dilakukannya Islamisasi ilmu pengetahuan, tokohnya yaitu Ismail Rajiq Al-Faruqi. Mengutip Hasan Asari, al-Faruqi telah menjadi pioner modern yang menghidupkan kembali kesadaran umat Islam terhadap pentingnya merubah visi tentang ilmu pengetahuan.[9] Islamisasi pengetahuan ini sudah mulai digalakkan diberbagai negara Islam seperti yang dilakukan di negara negara yang terletak di Asia Tenggara.
Umat Islam Indonesia terutama pada level pemikir Islam mulai berbenah untuk memengaruhi dan mendorong level di bawahnya agar melakukan perubahan strategis, baik dalam pemikiran, sikap, maupun perilaku keseharian. Mereka senantiasa mengingatkan perlunya mengejar kemajuan sekaligus mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain yang lebih maju.
Mereka terus bergerak maju membangun konsep pemikiran strategis yang dapat dijadikan saluran atau pedoman bagi perubahan perilaku umat Islam. Yaitu dari sejumlah perilaku yang bersifat fanatik, pasif, konsumtif dan menyerah terhadap takdir yang menimpa menjadi beberapa agenda perilaku yang toleran, aktiv, dinamis, produktif, dan mengejar prestasi unggul dalam menatap masa depan. Inilah yang diyakini dapat menyokong dan mengawal kemajuan bangsa dan nefgara sehingga mampu mengangkat harkat dan martabat umat Islam.
Para pemikir pembaruan Islam telah mengekspresikannya disamping secara lisan, juga melalui tulisan-tulisan, baik disurat kabar, majalah, jurnal, maupun terutama dalam bentuk buku. Sehingga terjadi peningkatan penerbitan buku, Azzyumardi Azra memprediksi bahwa peningkatan penerbitan buku-buku Islam di Indonesia akan menimbulkan pengaruh dan dampak jangka panjang terhadap perjalanan Islam di Negeri ini.
Perkembangan ini akan memainkan sumbangan penting tidak hanya bagi peningkatan attachment kaum Muslim terhadap Islam, tetapi juga pada pengembangan peran pemikir, ulama, dan cendekiawan Muslim Indonesia dalam wacana Islam pada tingkat internasional. Penerbitan buku-buku menjadi media yang efektif bagi para pemikir Islam. Mereka dapat mendistribusikan pemikiran-pemikiran mereka melalui buku, sehingga dapat menyampaikan pesan-pesan penulis apa adanya.[10]

C. Kasus-kasus yang ada di Indonesia
1. Bidang Politik
Sebenarnya Indonesia menganut reformasi sebagai pandangan politiknya, setelah rezim orde lama digantikan orde baru lalu muncullah reformasi yang digadang-gadang dapat memperbaiki kehidupan rakyat. Namun hingga kini tujuan tersebut belum dapat terealisasi dengan sempurna karena proses demokrasi yang berkembang menjadi tidak murni lagi dan juga paham patrimony dan otoriter masih berkembang kuat didalam pelaku politik.
2. Bidang Pendidikan
Dalam kasus pendidikan di Indonesia telah dicanangkan beberapa usaha dalam menyiapkan masa depan bangsa yang lebih cerah, diantaranya yaitu dengan digagasanya Kurikulum 2013 yang berbasis Karakter yaitu yang bertujauan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia melalui sistem pendidikan. Karena secara falsafati, pendidikan adalah proses panjang dan berkelanjutan untuk mentransformasikan peserta didik menjadi manusia yang sesuai dengan tujuan penciptaannya, yaitu bermanfaat bagi dirinya, bagi sesama, bagi alam semesta beserta segenap isi dan peradabannya.
Dalam UU Sisdiknas, menjadi bermanfaat itu dirumuskan dalam indikator strategis, seperti beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam memenuhi kompetensi abad 21 UU Sisdiknas juga memberikan arahan yang jelas, bahwa tujuan pendidikan harus dicapai salah satunya melalui penerapan kurikulum berbasis kompetensi. Kompetensi lulusan program pendidikan harus mencakup tiga kompetensi, yaitu sikap, pengetahuan dan keterampilan, sehingga yang dihasilkan adalah manusia seutuhnya. Dengan demikian, tujuan pendidikan nasional perlu dijabarkan menjadi himpunan kompetensi tiga ranah (sikap, pengetahuan, dan keterampilan). [11]
3. Ekonomi
Ekonomi Indonesia saat ini optimis pertumbuhan ekonomi yang meningkat.dengan pertumbuhan dan pendapatan nasional yang semakin meningkat kita dapat melihat perkembangan dan kemajuan kita pada negara lain. dengan pendapatan nasional per tahun indonesia mampu memberikan kemajuan. Ekonomi makro yang sangat berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi saat ini.salah satu pertumbuhan ekonomi itu dapat dilihat dengan permintaan domestik masih akan menjadi penopang utama kinerja perekonomian. Selain itu, ekspor dan impor, serta investasi. Dan juga semakin maraknya bank-bank yang berbasis syariah yang memberi kontribusi yang signifikan dalam perekonomian Islam.
4. Sosial dan Budaya
Salah satu ciri sosial yang ada di Indonesia adalah tentang pluralisme, dan salah satunya pluralisme dalam beragama. Dalam hal ini toleransi agama tidak hanya diwujudkan antar komunitas agama, tetapi juga intern komunitas agama tertentu. Toleransi agama diantara berbagai penganut agama yang berbeda membutuhkan saling pengertian dan saling menghormati.[12] Dengan begitu akan dapat menguntungkan bagi kedua belah pihak.

[1] Mujamil Qomar, Merintis Kejayaan Islam Kedua, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 10.
[2] Khoiriyah, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam Dari Arab Sebelum Islam Hingga Dinasti-Dinasti Islam, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm 94.
[3] Chandra Muzaffar, Kebangkiuatn Kembali Islam: Tinjauan Global dengan Ilustrasi dari Asia Tenggara, (Jakarta: LP3ES, 1989), hlm. 7.
[4] Oemar Bakkry, Kebangkitan Umat Islam Abad Ke-15, (Jakarta: Mutiara, 1980), hlm. 12.
[5] Akbar S. Ahmed, Postmodernisme Bahaya Dan Harapan Bagi Islam, (Bandung: Mizan, 1993), hlm. 49.
[6]Mujamil Qomar, Merintis Kejayaan Islam Kedua.., hlm. 33.
[7] Mujamil Qamar, Merintis Kejayaan Islam Kedua…, hlm. 100-101.
[8] Aunul Abied Syah, Islam Garda Depan, (Bandung: Mizan, 2001), hlm. 39.
[9] Hasan Asari, Esai-esai Sejarah Penddikan dan Kehidupan, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2009), hlm. 174.
[10] Mujamil Qomar, Fajar Baru Islam Indonesia?(Bandung: Mizan, 2012), hlm. 165-168.
[11] Mohammad Nuh, Kurikulum 2013, Kemdikbud.go.id/kemdikbud/artikel-mendikbud-kurikulum2013, diunduh pada 12 Juni 2014, pukul 15:19 WIB
[12] Aden Wijdan SZ dkk, Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2007), hlm. 213.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama