KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA KURIKULUM PENDIDIKAN NASIONAL

Banyak orang beranggapan bahwa apa perlunya kurikulum, yang penting proses belajar mengajar berjalan dengan lancar, itu sudah cukup. Anggapan di atas benar-benar saja, bagi mereka yang melihat kegiatan belajar mengajar hanya sebuah transfer ilmu saja, tidak melihat aspek-aspek yang lain. sehingga murid mau jadi apa, tidak diperdulikan. Apakah ia menyimpang dari moral atau tidak bukan menjadi urusan, yang terpenting memberikan ilmu saja.


Kurikulum tidak sesederhana yang diperkirakan, ia adalah sesuatu yang kompleks. Sebagaimana bahwa proses pendidikan itu adalah menjadikan manusia yang beradab dari satu tahapan ke tahapan berikutnya sampai menjadi sempurna. Dengan itu, prosesnya sangat panjang dan membutuhkan waktu yang sangat lama. oleh karena itu, untuk dapat melakukannya secara sistematis dan terstruktur, maka diperlukan jalan atau cara atau mahaj atau kurikulum. Dan orang yang mempunyai kewajiban untuk mengatur dan membuat kebijakan adalah pemerintah atau lembaga yang ditunjuk pemerintah untuk merancang kurikulum. Proses pendidikan manusia Indonesia ini akan diarahkan kemana dan akan jadikan manusia-manusia seperti apa?.

Kita tidak bisa pungkiri, berbagai Negara dapat dilihat karakter Negara dan orang yang berada di dalamnya melalui rancangan pendidikan yang mereka jalankan atau kurikulum yang menjadi acuan mereka. Secara umum seperti tradisi menghafal, tidak bertanya, yang penting belajar adalah kurikulum yang banyak dikembangkan di Negara arab. sedangkan mereka yang lebih mementingkan kemampuan oral dan kemampuan menganilis suatu masalah lebih kepada kurikulum eropa atau barat. dan beberapa contoh lainnya, yang itu bisa menjadi identitas Negara.

Memang untuk Indonesia sebagai Negara yang berkembang, dalam perjalanannya banyak melakukan perubahan-perubahan yang ekstrim dalam kurikulum. Ini tidak terlepas dari berbagai dinamika yang menimpa Negara Indonesia. dengan Negara berbasis kepulauan, tapi menganut sistem republik, tidak menganut sistem federal memang sangat susah mengarahkan manusia Indonesia menjadi satu kesatuan. apalagi masyarakat Indonesia dikenal beragam dengan berbagai suku, adat istiadat, bahasa, dan lains ebagainya, membuat bangsa indoensia menjadi bangsa yang paling heterogen. secara akal sehat, akan susah menyatukannya dan membentuknya menjadi satu dan menjadi cirri khas dalam pembentukan individu dan masyarakat Indonesia melalui satu kurikulum.

Kebijakan pemerintah terkait kurikulum sejak zaman kemerdekaan sampai saat ini mengalami perkembangan , jika dilihat dari masa pemerintahan para presiden, mulai dari presiden Soekarno sampai kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

1.    Pada Masa Presiden Soekarno
Sebelum Presiden Soerkarno menjabat resmi sebagai presiden, pendidikan di indoensia sudah berjalan dengan baik walaupun ada kasta-kasta tertentu yang boleh mengenyam pendidikan  pada saat itu seperti untuk orang-orang pribumi non priyayi dan orang-orang timur asing seperti china dan orang-orang belanda sendiri mempunyai sekolah-sekolah yang berbeda dan dengan kurikulum yang berbeda.
Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.

2.    Pada Masa Presiden Soeharto
Kurikulum pada masa Soeharto lebih pada pendidikan dengan orientasi untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.

3.    Pada Masa Presiden Bj. Habibie
Pada masa presiden Habibie, karena masa peralihan dari Soeharto dan stabilitas Negara masih kurang baik, pendidikan belum menjadi prioritas, masih menjalankan kurikulum sebelumnya. Tapi isu yang diangkat adalah otonomi dalam masalah pendidikan.

4.    Pada Masa Presiden Abdurrahman Wahid
Pada masa presiden Abdurrahman Wahid, kurikulum pendidikan tidak banyak berubah. Tapi beberapa kebijakan tentang pendidikan sudah mulai terangkat di permukaan. Diantaranya tentang pendidikan agama yang selama ini masih berjalan sendiri-sendiri dan tidak berkaitan dengan masalah-masalah social. atau pembelajaran agama selama ini masih dengan cara menghafal, padahal ilmu tidak hanya sekedar dalam hafalan, tapi harus dipraktikkan dan diteliti. Dalam skala nasional pada era Gus Dur system pendidikan yang selama ini sentral di pusat dirubah menjadi system desentralisasi, artinya pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mengelola pendidikan.

5.    Pada Masa Presiden Megawati
Walaupun Presiden Megawati hanya sebagai presiden pengganti, tapi beberapa upaya dalam pembenahan kurikulum mulai digarap dengan baik. Buktinya pada masa pemerintahan beliau disahkannya UU Sistem Pendidikan nasional

6.    Pada Masa Presiden Susilo Bambang Yodhoyono
memang puncak perubahan dari kurikulum terjadi pada masa kepemimpinan bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Di mana di perubahan kurikulum diberlakukan besar-besaran. Mulai dari kurikulum 2004 atau kurikulum yang berbasis KBK (2004), KTSP (2006).sampai dengan kurikulum 2013.

7.    Pada Masa Presiden Joko Widodo
Saat pemerintahan Jokowi saat ini masih memberlakukan kurikulum 2013 tapi dalam kabinetnya beliau memisahkan antara pendidikan dasar dan menengah dengan pendidikan tinggi. Untuk pendidikan dasar dan menengah ditangani oleh menteri pendididkan. Sedangkan untuk perguruan tinggi ditangani oleh menteri Ristek dan Pendidikan Tinggi.

Secara umum kebijakan pemerintah melalui undang-undang pendidikan dapat dibedakan sebagai berikut antara UU No. 2 tahun 1989 dengan UU No. 20 tahun 2003

PERIHAL
UU No. 2 tahun 1989
UU No. 20 tahun 2003
Jumlah bab dan pasal
20 bab dan 59 pasal
22 bab dan 77 pasal
Fungsi pendidikan nasional
Belum ada fungsi untuk membentukwatak (karakter)peserta didik.
Sudah ada fungsi untuk membentuk watak (karakter) peserta didik.
Jalur pendidikan
Hanya dua jalur pendidikan, yaitu: jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah
Ada tiga jalur pendidikan, yaitu: pendidikan formal, nonformal, dan informal.
Alokasi dana pendidikan
Belum ada aturan alokasi dana pendidikan dari APBN.
Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). (pasal 49 ayat 1)
Badan hukum pendidikan
Belum ada badan hukum pendidikan.
Sudah ada badan hukum pendidikan, sebagaimana tertuang pada pasal 53 bahwa “penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentukbadan hukum pendidikan”
Peran serta masyarakat dalam pendidikan
Hanya sebatas mitra pemerintah (pasal 47 ayat 1) “Masyarakat sebagai mitra Pemerintah berkesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.”
Sudah ada aturan tentang dewan pendidikan dan komite sekolah (pasal 56 ayat 1) “masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melaluidewan pendidikan dankomite sekolah/madrasah.”
Akreditasi
Belum ada aturan
Diatur dalam Bab XVI bagian kedua pasal 60 ayat 1, 2, 3, dan 4.
Sertifikasi
Belum ada aturan
Diatur dalam Bab XVI bagian ketiga pasal 61 ayat 1, 2, 3, dan 4.
Ketentuan pidana
Masih terbatas, hanya mengatur hukum pidana terkait dengan lulusan dan gelar akademik perguruan tinggi (pasal 55 dan 56)
Tidak hanya sebatas gelar akademik dan lulusan perguruan tinggi, tetapi juga menyangkut jiplakan karya ilmiah dan penyelenggara satuan pendidikan (pasal 67 – 71).
Kesetaraan
Belum ada ketentuan kesetaraan antara sekolah dengan madrasah
Madrasah setara dengan sekolah
Pengembangan kurikulum
Belum ada aturan tentang pengembangan kurikulum
Pengembangan kurikulum diatur dalam pasal 36 (pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan dan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik).

Aturan secara terperinci selanjutnya diatur dalam peraturan pemerintah tentang standar nasional pendidikan sebagai kebijakan yang lebih aplikatif dan lebih rigit mulai dari dari PP nomor 19 tahun 2005 menjadi PP Nomor 32 tahun 2013 dan menjadi PP nomor 13 Tahun 2015. Adapun hal-hal yang menjadi obyek perubahan adalah:
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan mengalami perubahan yang diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 Sejumlah pasal dan ketentuan pada PP 19/2005 dihapus.
1.    Pada pasal 1 Peraturan Pemerintah nomor 13 tahun 2015, terdapat beberapa ketentuan tambahan dan ada beberapa ketentuan yang diubah.
2.    Ketentuan tambahan pada pasal 1 adalah ayat 4 (kompetensi), 13 (Kompetensi inti), 14 (kompetensi dasar), 18 (Silabus), 19 (pembelajaran), 22 (buku panduan guru) dan 23 (buku teks pelajaran).
3.    Ketentuan yang diubah adalah ayat 6 (standar isi), 7 (standar proses), 8 (standar pendidik dan tenaga kependidikan), 9 (standar sarana dan prasarana), 10 (standar pengelolaan), 11 (standar pembiayaan), 12 (standar penilaian pendidikan), 17 (kerangka kurikulum), dan 31 (lembaga penjaminan mutu pendidikan).
4.    Pada Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 2013 terdapat pasal tambahan diantara pasal 2 dan 3, yaitu pasal 2A. Pasal 2A mengenai standar kompetensi lulusan.
5.    Ketentuan Pasal 2 ayat 1 (lingkup standar nasional pendidikan) diubah dan di antara ayat 1 dan ayat 2 disisipkan 1 ayat yakni ayat 1a (Standar Nasional Pendidikan digunakan sebagai acuan Pengembangan kurikulum untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.)
6.    Pada pasal 5 ayat 2 menyatakan standar isi (ruang lingkup dan tingkat kompetensi)
7.    Pasal 5A dan 5B disisipkan antara pasal 5 dan 6. Ruang lingkup materi dirumuskan berdasarkan kriteria muatan wajib, konsep keilmuan, karakteristik satuan pendidikan dan program pendidikan. Tingkat Kompetensi dirumuskan berdasarkan kriteria tingkat perkembangan Peserta Didik, kualifikasi Kompetensi Indonesia dan  penguasaan Kompetensi yang berjenjang.
8.    Pasal 6 sampai dengan 18 pada Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 dihapus.
9.    Pasal19 ayat 2 pada Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 dihapus.
10.  pasal 20 (perencanaan pembelajaran) pada Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 diubah. Semula pasal 20 Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 berbunyi “Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar” menjadi “Perencanaan Pembelajaran merupakan penyusunan rencana pelaksanaan Pembelajaran untuk setiap muatan Pembelajaran” pada Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 2013
11.  Pasal 22 (penilaian hasil pembelajaran) ayat 3 pada Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 dihapus.
12.  Pasal 23 dan 24, sama.
13.  Pasal 25 (standar kompetensi pendidikan) ayat 2 dan ayat 4 diubah serta ayat 3 pada Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 dihapus
14.  Pasal 25 (standar kompetensi pendidikan) ayat 2 dan ayat 4 diubah serta ayat 3 pada Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 dihapus
15.  Ketentuan pasal 26 hingga 42 pada kedua Peraturan Pemerintah sama.
16.  Pasal 43 ayat 5 (kelayakan isi, bahasa, penyajian dan kegrafikan buku teks) diubah dan di antara ayat 5 dan ayat 6 (standar sumber belajar selain buku teks) disisipkan 1 ayat, yakni ayat 5a (pengadaan buku teks pelajaran).
17.  Ketentuan pasal 44 hingga 63 pada kedua Peraturan Pemerintah sama. Pasal 64 (penilaian hasil belajar oleh pendidik) ayat 1 (penjelasan tentang penilaian hasil belajar) dan ayat 2 (kegunaan penilaian) diubah, di antara ayat 2 dan ayat 3 disisipkan 1 ayat yakni ayat 2a (ketentuan lanjutan diatur oleh Peraturan Menteri), serta ayat (3) sampai dengan ayat (7) dihapus.
18.  Pasal 65 (penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan) ayat 2(penilaian hasil belajar) dan ayat 5(prasyarat nilai untuk mengikuti ujian sekolah/madrasah) dihapus, serta ayat 3 (penilaian hasil belajar oleh pendidik), ayat 4 (penilaian hasil belajar melalui UN), dan ayat 6 (pihak yang menentukan penilaian akhir) diubah. Pada Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 Ayat 6, ketentuan mengenai penilaian akhir dan ujian sekolah/madrasah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP, dan pada Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 2013, ketentuan mengenai penilaian akhir dan ujian sekolah/madrasah diatur dengan Peraturan Menteri.
19.  Pasal 66 pada kedua Peraturan Pemerintah sama.
20.  Pasal 67, di antara ayat 1 (BNSP bertugas menyelenggarakan ujian nasional) dan ayat 2 (penyelenggaraan ujian nasional) Pasal 67 disisipkan 1 ayat, yakni ayat 1a (Ujian Nasional untuk satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk SD/MI/SDLB atau bentuk lain yang sederajat).
21.  Ketentuan pasal 68 pada kedua Peraturan Pemerintah sama. Pasal 69 (ujian nasional bagi seluruh peserta didik, formal maupun nonformal) ayat 1 (setiap peserta didik berhak mengikuti ujian nasional dan mengulanginya sepanjang dinyatakan belum lulus dari satuan pendidikan) diubah dan di antara ayat 2 dan ayat 3 disisipkan 1 ayat, yakni ayat 2a (pengecualian ujian nasional bagi peserta didik SD/MI/SDLB).
22.  Pasal 70 (mata pelajaran yang pada ujian nasional) ayat 1 (mata pelajaran ujian nasional SD/MI/SDLB) dan ayat 2 (mata pelajaran ujian nasional kejar paket A) dihapus serta ayat 4 (mata pelajaran ujian nasinal kejar paket B) diubah.
23.  Ketentuan pasal 70 pada kedua Peraturan Pemerintah sama.
24.  Pasal 72 (kelulusan) ayat 1 (kriteria kelulusan) diubah dan di antara ayat 1 dan ayat 2 (penetapan kelulusan peserta didik) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat 1a (ketentuan kelulusan SD/MI/SDLB).
25.  Ketentuan pasal 73, 74 dan 75 pada kedua Peraturan Pemerintah sama.
26.  Pasal 76 (BSNP) ayat 3 (tugas BSNP) ditambah 1 (satu) huruf, yakni huruf e (menelaah dan/atau menilai Buku Teks Pelajaran). Diantara Bab XI dan Bab XII disisipkan 1 bab, yakni Bab XIA. Bab XIA berisi ketentuan mengenai kurikulum (kerangka dasar, struktur, kompetensi inti, kompetensi dasar, beban belajar, silabus), struktur kurikulum satuan pendidikan dan program pendidikan (struktur kurikulum pendidikan anak usia dini formal, struktur kurikulum pendidikan dasar, struktur kurikulum pendidikan menengah, struktur kurikulum pendidikan formal), kurikulum tingkat satuan pendidikan, muatan lokal, dokumen kurikulum, pengelolaan kurikulum, dan evaluasi kurikulum. Pasal 89 (sertifikasi) diantara ayat 3 dan ayat 4 disisipkan 1 ayat, yakni ayat 3a (ijazah SD/MI/SDLB).
27.  Pasal 94 (pemberlakuan kurikulum) diubah. Penyesuaian dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini paling lambat 7 (tujuh) tahun.
28.  Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 2013 mengatur kembali standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, dan standar penilaian, serta kurikulum.
Pemberlakuan kurikulum 2013 pada awal pemerintahan Jokowi sempat ditunda oleh menteri pendidikan yang baru dengan alasan bahwa masih ada masalah dalam kesiapan buku, sistem penilaian, penataran guru, pendamping guru dan pelatihan kepala sekolah yang belum merata. Tapi pada tahun ini secara bertahap akan diberlakukan lagi kurikulum 2013.
Pemberlakukan kurikulum 2013 pada dasarnya ada beberapa alasan terkait dengan perkembangan zaman yang tidak bisa dibendung yaitu:
1.    Tantangan masa depan diantaranya meliputi arus globalisasi, masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi informasi, konvergensi ilmu dan teknologi, dan ekonomi berbasis pengetahuan.
  1. Kompetensi masa depan yang antaranya meliputi kemampuan berkomunikasi, kemampuan berpikir jernih dan kritis, kemampuan mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan, kemampuan menjadi warga negara yang efektif, dan kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda.
  2. Fenomena sosial yang mengemuka seperti perkelahian pelajar, narkoba, korupsi, plagiarisme, kecurangan dalam berbagai jenis ujian, dan gejolak social.
  3. Persepsi publik yang menilai pendidikan selama ini terlalu menitikberatkan pada aspek kognitif, beban siswa yang terlalu berat, dan kurang bermuatan karakter.
Wallahu a’lam bi al-shawab (diolah dari berbagai sumber)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama