SEORANG MUSLIM SEPERTI LEBAH


Semenjak Islam datang ke muka bumi ini, banyak perubahan yang terjadi terutama dalam memandang seorang manusia di hadapan manusia lainnya. Bertolak belakang dengan peradaban arab jahiliyah yang menjadikan manusia terkelompok dalam klan-klan, di antara klan paling rendah adalah budak, bahkan mereka setengah manusia dan binatang. Mereka dapat dieprjualbelikan di pasar dan budak perempuan sendiri tanpa dinikahi secara agama dapat digauli oleh tuannya. Begitu juga dengan perempuan, mereka dianggap manusia kotor dan tidak memberikan manfaat bagi kehidupan. Mereka yang datang bulan (haid) diasingkan dari keluarga ke tempat jauh sampai ia suci dari haid atau yang lebih kejam lagi adalah mereka para lelaki arab sangat malu mempunyai anak perempuan dan tidak segan-segan untuk membunuh mereka hidup-hidup saat masih balita. Na’uzubillah.
Islam datang dengan membawa rahmat bagi seluruh alam. Dia tidak hanya agama bagi orang arab saja, tapi agama terakhir semua ummat di muka bumi ini. Agama-agama yang terdahulu otomatis terhapus karena sifatnya hanya untuk kaum tertentu.
Semenjak Nabi Muhammad diangkat sebagai Nabi dan diperintahkan untuk menyebarkan agama baru yang diwahyukan, banyak yang menentang, tidak hanya orang-orang arab saja, bahkan keluarga nabi sendiri menjadi penentang keras terhadap apa yang dibawa. Abu Jahl adalah orang yang paling menentang agama baru yang dibawa Nabi, karena akan mengancam agama nenek moyang yang sudah mereka anut bertahun-tahun. Dan puncak penentangan dari orang-orang Makkah terhadap dakwah Nabi adalah saat rencana pembunuhan beliau pada malam Nabi akan melakukan hijrah ke Madinah. Allah telah menyelamatkan beliau dan agama yang dibawa.
Semenjak nabi berada di Makkah, beliau tidak pernah membalas perlakuan kasar orang Arab Qurays dengan perlakuan kasar atau melakukan perlawanan. Beliau hanya membalasnya dengan senyum dan berbesar hati atas perlakuan mereka, karena beliau menganggap bahwa orang arab qurays belum mengetahui jelas apa yang dibawa Nabi.
Saat Nabi berada di Madinah pun tidak pernah melakukan pemaksaan terhadap penduduk madinah, kecuali mereka melakukan penindasan terlebih dahulu kepada kaum muslim. Dan sebaliknya, orang-orang kafir Qurays menjadi musuh nyata bagi kaum muslimin, karena telah mengusir Nabi dan kaum muslimin dari kota Makkah. Kehidupan di madinah ditandai dengan toleransi antara beberapa pemeluk agama, terutama orang-orang Yahudi. Dan untuk menciptakan perdamaian di Madinah, dicetuskan Piagam madinah sebagai ikrar perdamaian antar suku dan agama, saling menjaga antara satu dengan lainnya, tidak melakukan permusuhan, dan menciptakan kedamaian. Mereka yang menjadi perusuh adalah musuh bersama, tapi kemudian orang-orang Yahudi selalu berkhianat dan melakukan penindasan dan penyiksaan kepada kaum muslimin, dan tindakan tegas pun dilakukan oleh Nabi dengan mengusir orang-orang Yahudi dari Kota Madinah.
Kaum muslimin di Madinah telah memberikan sebuah gambaran bahwa Islam cinta damai dan tidak mencari musuh dan melakukan permusuhan kepada agama lain, kecuali mereka melakukan permusuhan terlebih dahulu. Sehingga nabi mengibaratkan kaum muslimin seperti lebah yang mewarisi sifat-sifat antara lain:
Pertama, Lebah makan makanan yang bersih dan baik, tidak akan menyukai bunga yang tidak baik dan terbaik. Begitu juga Ummat islam dalam masalah makanan harus selektif, tidak hanya makan sembarangan, tanpa memperdulikan kehalalan dan keharamannya. Makanan dalam islam dapat dikatakan baik jika mengandung dua hal yaitu halal dan tayyib. Makanan yang halal adalah makanan yang secara syari’at telah dihalalkan, dan apa yang diluarnya diharamkan. Dalam hadis Rasulullah sudah jelas diterangkan bahwa yang halal itu jelas dan haram itu juga sudah jelas dan perkaran antara halal dan haram adalah perkara yang mutashabihat (tidak jelas), dan orrang yang meninggalkan syubhat itu lebih baik bagi dirinya. Tapi makanan yang baik tidak hanya sekedar halal, tapi dia juga tayyib, artinya baik bagi tubuh manusia sendiri dan logis untuk dimakan. Sebongkah batu walapun halal, tapi dia tidak tayyib untuk dimakan, maka dia menjadi makanan yang tidak baik.
Islam memperhatikan akan kehalalan dan ketayyiban makanan karena dari makanan akan membentuk perilaku seseorang. Dari makanan yang ia konsumsi akan menjadi darah, dan darah tersebut akan membentuk dan mengendalikan orang, sifat baik dan buruk juga muncul dari makanan yang ia konsumsi. Jika ia makan makanan yang halal dan baik, maka perilaku yang muncul adalah baik. Tapi jika makanan yang dimakan adalah makanan yang haram, maka perbutannyanya akan mengarah pada suatu yang dilarang oleh Allah.
Kedua, lebah mengeluarkan madu yang manis bermanfaat bagi manusia. Ini memberikan sebuah pengertian bahwa apa yang keluar dari mulut dan tingkah laku seorang muslim hendaklah sesuatu yang baik di dengar dan dilihat oleh orang lain. Tidak sibuk dengan fitnah, menggunjing, gosip dan lain sebagainya. Kata-kata yang keluar selalu menyejukkan setiap orang yang mendengarkan, tidak pernah menyakiti hati saudara muslimnya, dan apabila memungkinkan kata-katanya menjadi obat hati bagi orang lain.
Atau bermakna bahwa perilaku seorang muslim tidak menyebabkan orang lain menjadi bahaya, dan tidak menjadi penyakit bagi orang lain dengan melakukan permusuha dan tindakan aniaya kepada orang lain atau seperti tidak membuang kotoran di sembarang tempat, membuang sampah sembarangan, meludah semaunya, dan lain sebagainya yang muncul dari perilakuorang itu sendiri.
Ketiga, lebah di mana saja ia hingga tidak pernah mematahkan ranting kayu yang ia tempati. Ini mengisyarakan bahwa seorang muslim tidak pernah menjadi parasit bagi orang lain. Di mana saja ia tinggal dan bermasyarakat tidak pernah mengganggu ketenangan dan ketentraman orang lain, apalagi dalam satu komunitas. Bahkan Rasulullah dengan tegas menyatakan dalam hadisnya untuk kita memuliakan dan mengamankan tetangga, dalam sebuah potongan hadis dikatakan,” barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhirat maka hendaklah jangan mengganggu tetangganya”.
Seorang muslim tidak pernah “gote” atau dalam bahasa indonesia kurang lebih adalah usil. Tidak pernah membuat orang lain senang, selalu ada saja yang dilakukan supaya orang lain marah atau tidak senang. Begitu juga tidak merusak fasilitas umum seperti mencoret tembok, merusak fasilitas umum, atau lain sebagainya. Artinya di mana dan kapan saja seorang tidak pernah melakukan perbuatan yang merugikan oranf lain.
Keempat, lebah tidak akan pernah menyerang kalau tidak diganggu, ini mengibaratkan bahwa seorang muslim tidak pernah mencari musuh dalam kehidupan ini. Seorang muslim harus dapat menjadi pengaman dalam kehidupan di dunia dan menciptakan perdamaian. Tidak dengan alasan agama kemudian mencari musuh dan menghakimi orang lain dengan ijtihad dirinya sendiri. tapi pada saat orang luar Islam melakukan kezoliman dan mungkin pembunuhan kepada keum muslimin, maka seorang muslim harus berada di barisan depan untuk melakukan perlawanan dan tidak ada toleransi. Tidak boleh memberikan ruang gerak kepada mereka yang memusuhi Islam dan kaum muslimin. Dan kalapun terjadi peperangan dengan orang-orang kafir, maka tidak boleh mundur dari medan peperangan kecuali dengan alasan strategi, karena mundur dari medan peperangan termasuk dosa besar dan termasuk orang yang boleh dibunuh dalam syari’at Islam.
Kelima, lebah selalu mentaati pemimpin mereka dan semua tindakan dikendalikan oleh pemimpin. Ini adalah salah satu sifat yang layak untuk dituruti . Ummat saat ini, ketaatan kepada pemimpin sepertinya sudah rapuh dan bahkan tidak ada sama sekali. Memang tunasnya tidak saat ini, tapi ribuan tahun yang lalu setelah Nabi wafat bayak terjadi pengingkaran terhadap pemimpin dan puncaknya awalnya pada masa akhir kekhalifahan dan puncak akhirnya adalah dengan tumbangnya kekhalifahan Turki Utsmani.
Ketaatan seorang pengikut kepada pemimpin dalam Islam seperti ketaatan seorang makmum kepada imam saat shalat. Ia tidak boleh berbeda dengan gerakan imam sama sekali, apalagi akan mendahului imam. Pada saat imam melakukan kesalahan, seorang makmum bisa menegur imam, jika kesalahan yang dilakukan tidak sampai merusak shalat, maka saat imam tidak mengiraukan kesalahan yang dilakukan, makmun harus tetap mengikuti imam. Tapi pada saat imam melakukan kesalahan yang menyebabkan shalat batal dan saat ditegur tidak mengiraukannya, maka seorang makmum baru boleh berpisah (mufaraqah) dengan imam.
Alangkah indahnya jika kaum muslimin mempunyai perilaku seperti lebah yang selalu mentaati pemimpinnya. Maka kedamaian akan ditemukan, tidak ada pertumpahan darah yang menghilangkan nyawa banyak orang, dan kebayakan dari mereka adalah orang-orang kelas bawah. Namun ketaatan tersebut tentu harus dibarengi dengan perilaku yang baik ditampakkan oleh pemimpin dan ayak sebagai pemimpin. Kalau tidak maka tidak ada ketaatan kepada siapapun jika melangar larangan dan syari’ah Allah dan Rasulnya.
Mudah-mudahan tentunya kita menjadi pribadi muslim yang mencintai kedamaian dan menjadi orang orang yang bermanfaat bagi semua orang. Karena seorang muslim dapat dinilai sejauh mana kebermanfaatannya kepada orang lain. Tidak hanya mementingkan diri sendiri dan tidak melakukan makar permusuhan kepada sesama muslim, dan tidak juga kepada orang-orang di luar Islam, kecuali pada saat syari’at memerintahkan. Wallahu ‘a’alam bi al-Shawab

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama