SERBA SERBI PENGAMEN KOTA MALANG




Hiruk pikuk suara pengamen di jalanan kota malang menjadi pemandangan biasa. Tidak hanya jalan besar, jalan-jalan kecil dan bahkan gang-gang menjadi tempat magang dan trayek mereka. Kalau di jalanan besar, mereka mengharapkan beberapa rupiah dari para pengendara mobil yang lalu lalang dan biasanya saat mereka berhenti di lampu merah atau perempatan. Sedangkan di jalan-jalan kecil mereka mengharapkan rupiah dari rumah ke rumah atau dari satu toko ke toko lainnya, tapi di sini sering juga di tempel peringatan, “ngamen gratis” artinya orang yang ngamen sebanyak apapun lagu yang dibawakan tidak akan diberikan apa-apa, alias gratis, bukan gratis ngamen di tempat itu.
Pemainan musik yang mereka bawa juga bermacam-macam, ada yang hanya sekedar membawa alat gesek yang terbuat dari tutup botol minuman yang digepengkan kemudian di susun di atas kayu dengan alat bantu paku. Mereka cukup memukulkan alat tersebut di tangan yang satunya dan hanya menghasilkan satu bunyi saja dan dengan iringan nyanyian yang sedikit kurang jelas. Alat seperti ini biasanya dibawa oleh mereka yang tidak punya skill mengamen atau memainkan musik sama sekali, atau tidak punya modal untuk membeli beberapa alat musik untuk mengamen, seperti gendang atau gitar anak-anak yang kecil. Biasanya orang-orang ini adalah anak-anak kecil yang masih belum masuk sekolah atau masih di bangku sekolah dasar. Ada di antara mereka yang hanya iseng saja untuk mencari uang jajan, ketimbang dian di rumah, cukup dengan berdiri saat lampu merah dan memukulkan alat tersebut, uang Rp. 500 sampai Rp. 1000 bisa mereka dapatkan dari satu orang pengendara. Jika yang memberikan 20 orang saja dengan nominal Rp. 500, maka dalam sehari ia sudah mendapatkan uang jajan Rp. 10.000. jumlah yang sangat lumayan untuk seorang anak-anak, kalau hanya untuk membeli jajan. Atau ada di antara mereka yang memang pekerjaanya sebagai pengamen dan tidak sekolah. Bisa karena malas sekolah dan lebih baik mengamen dengan penghasilan setiap hari, atau karena desakan kebutuhan orang tua sehingga anak-anak tersebut turun ke jalan mengamen untuk membantu ekonomi keluarga. Atau ada di antara mereka yang dimanfaatkan oleh beberapa orang, di mana penghasilan mengamen mereka diserahkan kepada oknum yang mengasuh mereka. Tentu dengan konpensasi kehidupan mereka lebih terjamin dan dari segi keamanan mereka diawasi oleh oknum tersebut.
Alat gesek sederhana ini sering dijumpai digunakana oleh ibu-ibu paruh baya atau tua dengan menggendong anak atau beserta seorang anak sebagai pertanda kemiskinan dan kesusahan yang sedang dialaminya. Karena tidak mempunyai skill, mereka juga terlihat hanya memukulkan saja alat tersebut dengan diiringi nyayian yang tidak jelas. Mereka sering terlihat berkeliling dari satu toko ke toko lain atau dari satu warung ke warung lainnya, dan beberapa, satu dua orang masih berani mengamen di lampu merah. Tapi bisanya mereka lebih banyak terlihat dari warung ke warung. Karena kemungkinan besar, uang bisa didapatkan dari mereka yang sedang makan. Orang ke warung untuk makan, tidak mungkin tidak membawa uang, paling tidak uang susuk dari belanjaan bisa mereka dapatkan, minimal Rp. 500. Atau target mereka adalah orang yang mempunyai warung, di mana tidak akan ada alasan bagi pemilik warung untuk mengatakan tidak punya uang recehan. Dan ini bisa juga menjadi penilaian orang-orang yang makan di warung, apakah pemilikw arung dermawan atau tidak?. Masa hanya sekedar uang Rp. 500 atau Rp. 1000 rupiah tidak mampu atau tidak ikhlas memberikannya kepada pengamen, dengan uang bayaran es teh atau teh hangat sudah mencukupi dan bahkan lebih. Di samping itu juga, pengamen dari ibu-ibu tua ini, karena hanya menggesek-gesekkan saja dengan iringan lagu yang tidak jelas membuat pengunjung dan pemilik warung merasa terganggu, dan tidak menghibur sama sekali. Agar tidak terlihat terlalu lama di tempat itu biasanya baru saja mulai menggesekkan alat yang dipakai mengamamen, pengunjung dan pemilik langsung memberikannya uang agar lekas pergi, sehingga tidak mengganggu dan membuat pengunjung tidak nyaman atau jijik makan. Karena pakaian mereka biasanya sangat lusuh dan sedikit bau tanah, yang membuat pengunjung warung merasa jijik. Kalapun tetap belanja, tapi mereka biasa lebih memilih dibungkus ketimbang makan di situ.
Atau ada yang sedikit membutuhkan biaya dalam mengamen, yaitu mereka yang menggunaka Tape Player sebagai media. Di mana di dalamnya sudah disiapkan kaset karaoke, pada saat akan mengamen mereka tinggal memencet tombol palay di Tape Player kemudian mereka bernyanyi. Ini memang terlihat seperti karaoke, karena yang bernyayi adalah pengamen sendiri, sedangkan musik berasal dari kaset yang dipasang di Tape player. Lagu-lagu yang disuguhkan biasanya lagu jawa dan lagu dangdut atau lagu pop yang didangdutkan, tapi biasanya yang terdengar adalah lagu dangdut jawa. Entah mereka merekam sendiri atau bisa didapatkan di pasaran intrumennya. Dalam berpakain, mereka sedikit rapi tapi norak. Dengan memakai pakaian adat atau pakaian khas kuda lumping, mengecat seluruh mukanya dengan motiv tertentu sehingga seperti wayang orang atau topeng. Dalam beraksi pun mereka tidak hanya sekedar bernyayi tapi juga berjoget dan memperlihatkan mimik muka yang sangat lucu. Mereka punya trayek di sekitar perumahan, warung, dan toko-toko, sangat jarang dan bahkan tidak ada yang mencari uang di lampu merah. Mereka ada yang berkelompok, 3 orang maksimal dan 1 orang minimal, tapi biasanya jumlah mereka 2 uang, satu membawa alat Tape player dan yang satunya berjoget, bernyanyi dan mengambil uang dari pemberi. Uang yang diparkan sama saja dengan pengamen lainnya, hanya saja mereka harus mengeluarkan sedikit modal, seperti membeli baterai untuk tape player atau accu. Belum lagi kalau tape playernya rusak, tentu modal yang harus dikeluarkan sangat besar.
Namun ada juga yang mengamen terlihat iseng saja, karena mereka terlihat tidak menjadikannya sebagai pekerjaan, hanya iseng mencari uang jajan atau lain sebaginya. Yaitu mereka yang mengamen dengan peralatan musik lengkap dan dengan personil lebih dari tiga orang. Ada yang memgang gitar, gendang, alat gesek, dan ada yang bernyayi. Mereka ini biasanya bukan anak-anak dan bukan juga orang tua, biasanya mereka anak-anak muda yang masih produktif dan terlihat bukan sebagai pengamen, walapun pekerjaan mereka sebagai pengamen. Dalam mengamen mereka membawakan lagu yang sangat variatif dan biasanya lagu yang lagi trend di televisi atau radio atau lagu-lagu yang sedikit agak nge-bit karena suara gendangnya sangat keras. Mereka terlihat sangat terlatih dalam membawakan lagu dan memainkan musik, dalam perkiraan saya, mereka mungkin hanya ingin mengasah kemampuan mereka saja dan mengamen bukan tujuan utama. Lihat saja properti yang mereka pakai, dari baju, celana, model rambut, handphone, sampai mereka punya sepeda motor masing-masing yang diparkirkan jauh dari tempat mereka mengamen. Kalau hanya sekedar mencari uang, sangat sia-sia menghabiskan waktu dan tenaga berkeliling dari satu-warung ke warung dan darip perumahan satu ke perumahan lainnya. Pengamen dari anak-anak muda ini memang sedikit menghibur, ada musik yang dimainkan dan ada lagu yang dinyanyikan. Tidak seperti pengamen lainnya, yang hanya mengandalkan alat gesek atau alat elektronik lainnya dan dengan kemampuan bernyayi yang tidak baik. sehingga paling tidak dalam anggapan saya, mereka ini sebenarnya lebih banyak mendapatkan hasil dari para pemberi, tapi pembagiannya juga lebih banyak karena personilnya yang banyak.
Dan ada beberapa cara lain lain, seperti anak-anak punk, yang secara khusus mengamen bukan cara utama dalam meminta uang di jalanan, hanya bagian kecil saja, selebihnya dengan meminta kepada para pengguna jalan atau mereka yang berkendara. Dan mereka hanya terlihat di lampu-lampu merah saja, tidak ada yang berkeliling dari warung ke warung atau dari toko ke toko.
Terlepas dari profesi dan bentuk mengamen mereka, sebenarnya penghasilan dari mengamen lumayan besar. Jika dilihat dari nominal individu yang memberikan memang kecil, tapi jika dikalkulasikan orang yang memberi, maka jumlahnya bisa mencapai ratusan ribu rupiah. Coba saja kalau satu orang pengamen berkeliling mengamen dari satu warung ke warung lainnya, atau dari toko ke toko atau dari para pengendara di jalanan. Dalam satu hari saja, kalau hanya 20 orang memberikan kepada satu orang Rp. 500, maka satu orang mempunyai penghasilan Rp. 10.00 perhari walapun tentunya di bawah terik matahari. Tapi kalau mereka mendapatkan Rp. 1000 atau lebih dari 20 orang, maka nilainya menjadi Rp. 20.000, begitu seterusnya jika dikalkulasikan pemberian dan jumlah orang yang memberi kepada satu orang. Bisa dibanyangkan prospek ekonomi yang lumayan tinggi, jika tekun dan punya kreasi unik, bisa menjadi kaya mendadak dengan hanya mengamen.
Tapi yang terpenting adalah tidak menghardik mereka, kalau kita ingin memberikan, silahkan kita memberikan seikhlasnya. Dan kalaupun tidak berniat memberikannya, maka janganlah mengardik pekerjaan yang mereka lakukan, “wa ‘amma al-saila fala tanhar”. Semuanya kita serahkan urusan baik dan buruknya kepada Allah, tanpa kita harus menjadi hakimnya. Wallahu ‘a’lam bi al-Shawab

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama