TEORI-TEORI MOTIVASI

Motivasi dalam sebuah organisasi adalah bagaimana sistem organiasi dapat erjalan dengan lebih baik dan efektif. Karena dalam sebuah organisasi tidak mungkin semua akan menjadi pemimpin, maka sebagian dan sebagain besar mereka adalah bawahan yang mendapat perintah dari atasan.
Dominasi bawahan dalam sebuah organisasi menuntut dapat berjalannya bawahan dengan lebih baik, sehingga walaupun tidak ada atasan di kantror, namun roda organisasi dapat terus berjalan dengan baik, atau terjadi pergantian atasan maka tidak akan mengganggu jalannya organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Teori-teori motivasi secara sederhana dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu; teori motivasi secara konten  isi dan teori motivasi secara proses dengan beberapa tokoh.

Teori Motivasi Isi (Content Theories of Motivation)
1)      Hierarki Kebutuhan Abraham H. Maslow
Motivasi merupakan dorongan dari dalam diri setiap orang yang menyebabkan seseorang berperilaku seperti yang mereka lakukan. Motivasi itu timbul karena belum terpuaskan kebutuhan seseorang terhadap sesuatu yang belum dicapainya.
Menurut Abraham Maslow , motivasi menekannkan dua ide yaitu; pertama, orang mempunyai banyak kebutuhan, tetapi hanya beberapa  kebutuhan yang belum terpenuhi saja yang dapat mempengaruhi perilaku manusia. Kedua, kebutuhan manusia dikelompokkan dalam suatu hierarki kepentingan. Jika satu kebutuhan sudah terpenuhi , maka kebutuhan lain yang tingkatannya lebih tinggi akan muncul dan perlu dipuaskan.
Sebelum dijelaskan dengan lebih panjang Hierarki Kebutuhan maslow, berikut hierarki kebutuhan yang dikemukan oleh Abraham H. Maslow yang disarikan dari deskripsinya.
a)      Physiological (Fisiologi)
Dalam teori kebutuhan maslow hal yang pertama harus terpenuhi agar orang dapat bekerja dengan baik dan termotivasi dan menghaislkan produktivitas yang tinggi adalah bagaimana seseorang dapat dipenuhi kebutuhann fisiologinya. Kebutuhan fisiologi ini menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan pemenuhann tenaga dan fisik yang dipergunakan untuk bekerja,s eperti pemenuhan kebutuhan akan makan dan minum.
Kebutuhan mendasar harus dapat terpenuhi terlebih dahulu untuk dapat bisa memenuhi kebutuhan selanjutnya. Denan terpenuinya lebutuhan mendasar, menjadi tolak dasar pembentukan motivasi selanjutnya yang secara perlahan dapat menghilangkan kebutuhan satu demi satu dan sampai pada aktualisasi diri.
Kebutuhan fisiologis di sini bukan berarti sebagai bentuk dari homeostesis dari manusia itu sendiri. Dan perlu dipisahkan bahwa kebutuhan fisisologis dari manusia tidak semua karena dorongan homeostesis dan harus dipenuhi, sehingga antara yang satu dengan yang lainnya harus berdiri sendiri. Seseorang yang lapar mungkin membutuhkan makan, tapi orang yang mengantuk belum tentu ia harus tidur, dapat saja untuk menghilangkan kantuk ia minum minuman tertentu untuk menghilangkan kantuknya atau bergerak. Atau seperti orang yang membutuhkan seks, bagi mereka yang belum menikah tidak serta merta kemudian mencari perempuan sembarangan dan menyalurkan hasrat seksnya. Tapi lain halnya dengan masalah lapar, maka paling tidak harus ada sesuatu yang masuk ke dalam perutnya untuk bisa menghilangkan lapar.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang kuat pada diri setiap individu. Dan pada dasarnya manusia secara keseluruhan dalam kehidupan selalu merasa kurang dengan kehidupannya, dan itu karena kebutuhan fisiologisnya yang memebrikan motivasi besar. Seseorang yang kekurangan makanan, keamanan, kasih sayang, dan penghargaan kemungkinan besar akan lebih banyak membutuhkan makanan dari yang lainnya.[1]
Kesadaran itu hampir semuanya di dahului oleh rasa lapar, karena ia akan menggerakkan organisme dalam tubuh manusia dan mendominasinya. Sehingga semua tenaga manusia dikerahkan untuk memenuhi rasa lapar tersebut dan semua tujuan kehidupan manusia diarahkan pada satu tujuan untuk pemuasaan rasa lapar. Oleh karena itu ciri khas organisme lainnya dari manusia adalah keadaan yang selalu berubah dalam masalah falsafah kehidupannya atau cita-cita hidupnya ke depan. Bagi manusia yang sangat kelaparan seperti di negara-negara Afrika, mereka akan cendrung akan berpikir jika makannanya terjamin sepanjang hidupnya, maka sempurnalah kehidpunnya. Dan mereka tidak menghendaki yang lain-lainya. Tapi berbeda dengan masyarkat yang kebudayaan sudah tinggi dan kebutuhan akan makan sehari-hari terpenuhi, maka sosialisai dengan orang lain adalah menajdi kebutuhan dalam kehidupannya.
Karena kebutuhan fisiologis terutama fisik menjadi sangat urgen untuk dapat melakukan hal-hal lain yang lebih tinggi dalam masalah pekerjaa. Dalam kajiannya peter membuat sebuah kesimpulan bahwa ada bukti kuat yang mendukung pandangan bahwa kebutuhan eksistensi (kebutuhan fisik yang pokok) tidak terpenuhi, tidak satu pun kebutuhan pada tingkat kebutuhan yang lebih tinggi akan muncul. Ada juga beberapa bukti yang menunjukkan bahwa apabila kebutuhan keamanan tidak terpenuhi, orang-orang yang tidak sampai pada kebutuhannya yang lebih tinggi. Akan tetapi, hanya sedikit bukti yang mendukung pandangan bahwa di atas tingkat kebutuhan keamanan ada hierarki kebutuhan.[2]
Pada kebutuhan yang pertama ini Dimyati sedikit membedakan antara motivasi dengan motive walaupun dua-duanya berjalan bersamaan, hanya saja motivasi dilalui untuk memuaskan motive. Dalam kerangka berpikirnya motivasi diartikan sebagai drive yaitu kebutuhan-kebutuhan dasar seperti kebutuhan udara, air, makan, kehangatan, dan segala hal dari kebutuhan-kebutuhan tubuh.[3] Di mana kebutuhan-kebutuhan tersebut besasal dari stimulus di dalam tubuh.
b)      Safety and security (rasa aman dan jaminan)
Kebutuhan yang ini adalah muncul pada diri seseorang setelah mendapatkan dan terpenuhinya kebutuhan fisiologis. Baik dalam konteks permasalahan perutnya atau yang lainnya. Kebutuhan ini dapat berupa keamanan, kemantapan, ketergantunga, perlindungan, bebas dari rasa takut, cemas dan kekalutan, kebutuhan akan struktur, ketertiban, hukum, batas-batas, kekuatan pada diri pelindung, dan lain sebagainya.[4]
Pada kebutuhan pertama adalah kebutuhan untuk kelangsungan hidup, setelah kehidupan dapat berlanjut, maka seseorang ingin untuk mempertahankannya dan mungkin lebih dari itu yaitu rasa aman dan terjamin kehidupannya. Kebutuhan ini muncul karena setelah seseorang terpenuhi kebutuhan fisik yang pokok hari ini, orang ingin adanya jaminan tertentu bahwa kebutuhan itu dapat dipenuhi esok dan hari-hari selanjutnya. Dengan demikian secara otomatis orang akan membuat tembok dan lumbung pada diri mereka sendiri untuk dapat berlangsung kehidupannya.
Rasa aman juga dapat diartikan kebutuhan akan kestabilan, ketergantungan, perlingdungan, bebas dari rasa takut dan ancaman. Termasuk juga kebutuhan dalam mengikuti peraturan secara struktural, peraturan dan tata tertib, undang-udang dan batasan-batasan tertentu, dan sebagainya[5]
Hal ini menjadi sebuah bagian dari kebutuhan rasa aman dan keterjaminan karena pada saat orang melakukan pekerjaan apapun, maka ia membutuhkan rasa nyaman dan aman dalam menjalankan pekerjaannya. Tidak ada tekanan apalagi ancaman dalam pekerjaannya, baik oleh atasan maupun teman bekerja. Seseorang tidak akan mencapai produktifitas pekerjaan yang baik pada saat ia bekerja tidak nyaman, walaupun dapat selesai pada waktunya, tapi hasil yang didapatkan tidak memuaskan.
Rasa nyaman juga berkaitan dengan masalah fisiologi, karena pada saat suasana ruangan kerja tidak nyaman, seperti panas dan kondisi tubuh berkeringat, maka itu memberikan dampak pada rasa nyaman seseorang bekerja. Sedangkan reaksi metabolisme secara otomatis akan memberontak dan mencari tempat yang lebih nyaman bagi dirinya.
Begitu juga dengan pekerjaan yang berada di bawah tekanan atasan, dan selalu memberikan pengawasan yang berlebihan, maka itu juga akan memberikan pengaruh pada rasa aman dalam bekerja. Tapi di luar itu, orang yang ingin mendapatkan rasa aman dan keterjaminan juga harus bekerja sesuai dengan aturan, mentatai peraturan dan tata tertib yang ada di tempat ia bekerja agar ia mendapatkan rasa aman tersebut. hubungan ini juga dapat disebut dengan kebutuhan simbolik antar satu orang dengan lainnya.
c)      Social and Bellongingness Needs
Kebutuhan bellongingness atau rasa memiliki dan sosial, ini merupakan kebutuhan ketiga dalam uturan kebutuhan manusia sehingga mereka bisa termotivasi untuk bekerja.
Kebutuhan ini adalah kebutuhan untuk merasa memiliki akan sesuatu di sekelilingnya seperti rasa cinta akan sesama. Karena manusia butuh hubungan sosial, dan hubungan sosial tidak bisa dibangun atas dasar kepentingan individu semata, tapi rasa kebutuhan dan ketergantungan satu dengan yang lain yang menjadikan mereka saling ketergantungan dan ingin memelihara dan merasa memilki.
Karena manusia mahluk sosial maka ketergatungan kepada orang lain menjadikannya sebagai mahkluk sosial. Dan praktekknya di lapangan, seseorang kemudian ingin merasa diterima dalam kelompok sosial tersebut, berafiliasi, berinteraksi, sehingga akan timbul rasa membutuhkan, mencintai dan menyukai.
Oleh karena itu, seseorang tidak bisa mengesampingkan arti dari lingkungan tetangga, wilayah klan, golongan, kelas, kumpulan, teman-teman sekerja. Sebagaimana secara tidak sadar juga apa yang dilakukan oleh mahluk lain untuk nerkelompok, berkumpul, bergabung, dan merasa memiliki.[6]Bahkan Maslow menjelaskan bahwa perkembangan kelompok, pribadi dan masyarakat seperti yang disebut sebelumnya pasti mempunyai maksud tertentu. Sebagaian bermotif kehausana akan hubungan, keakraban, rasa saling memiliki, dan kebutuhan untuk mengatasi perasaan alienasi, tersendiri, keadaan yang asing, dan kesepian yang meluas.[7]
Rintangan terhadap pemenuhan kebutuhan ini merupakan inti yang paling sering didapati dalam berbagai kasus yang menunjukkan kegagalan menyesuaikan diri dan patologi yang lebih gawat.
Hal ini artinya, seseorang ingin sekali diterima dalam sebuah lingkungan, karena hakikat dirinya sebagai manusia yang membutuhkan orang lain. Tapi sering kali orang lain tidak menerima dengan beberapa alasan, atau diterima dengan tangan terbuka.
d)      Self Esteem Needs
Kebutuhan self esteem needs atau kebutuhan harga diri adalah akan penghargaan diri dari orang lain dan mencari harga diri sendiri. semua manusia di dalam masyarakat pasti ingin dan membutuhkan akan penilaian baik dari orang lain.
kebutuhan harga diri ini berupa kebutuhan terhadap kekuasaan, berprestasi, pemenuhan diri, kekuatan, dan kemampuan untuk memberi keyakinan, dan kehidupan serta kebebasan. Dapat juga sebagai bentuk kebutuhan akan nama baik (reputation) atau prestise, status, keberhasilan, pengakuan, perhatian, dan penghargaan.[8]
Maslow sendiri menjelaskan kebutuhan ini adalah kebutuhan alami dari setiap manusia yang dapat dikategorikan dalam dua macam. Pertama, keinginan akan kekuatan , prestasi, kecukupan, keunggulan dan kemampuan, kepercayaan pada diri sendiri dalam menghadapi dunia serta kemerdekaan dan kebebasan. Kedua, setiap orang memiliki apa yang disebut dengan nama baik atau gengsi, prestise, status, ketenaran, dan kemuliaan, dominasi, pengakuan, perhatian, arti yang penting, martabat, atau apresiasi.[9]
Pemuasan kebutuhan terhadap harga diri akan membawa kepada keyakinan diri, kekuatan, kemampuan, dan pemenuhan diri. Contohnya, setiap karyawan umumnya mempunyai ahrapan untuk dapat kebebasan diri dan memperoleh pengahrgaan. Setelah pengahrgaan diri didapatkan dan terpuasakan, maka akan berimbas kepada prestasi kerja.
Namun di samping pemuasan kebutuhan akan ahrga diri dapat membawa percaya diri, tapi rintangan menuju pemenuhan kebutuhan ini menimbulkan perasaan rendah diri, lemah dan tidak berdaya. Pada gilirannya perasaan ini melahirkan keputusasaan yang mendasar atau berbagai kecendrungan kompensatif atau neurotis. Suatu apresiasi terhadap perlunya kepercayaan diri yang mendasar dan pengertian bagaimana orang merasa tidak berdaya tanpa itu.[10]
e)      Self Actualization
Sesudah semua kebutuhan dasar terpenuhi, muncullah  kebutuhan aktualisasi diri, kebutuhan menjadi sesuatu yang orang itu mampu mewujudkannya secara maksimal seluruh bakat –kemampuann potensinya. Aktualisasi diri adalah keinginan untuk memperoleh kepuasan dengan dirinya sendiri (Self fullfilment), untuk menyadari semua potensi dirinya, untuk menjadi apa saja yang dia dapat melakukannya, dan untuk menjadi kreatif dan bebas mencapai puncak prestasi potensinya. Manusia yang dapat mencapai tingkat aktualisasi diri ini menjadi manusia yang utuh, memperoleh kepuasan dari kebutuhankebutuhan yang orang lain bahkan tidak menyadari ada kebutuhan semacam itu.
Kebutuhan ini adalah kebutuhan akan keinginan untuk bisa eksis menjadi dirinya sendiri dalam tataran dan jenjang tertentu. Meskipun kebutuhan-kebutuhan sebelumnya sudah terpenuhi, sebenarnya sudah bisa menjadikan setiap diri untuk temotivasi, tapi perasaan tidak puas dan ketidaksesuaian dengan keinginannya sendiri menjadikan seseorang ingin menampakkan diri dan mewujudkan dirinya sebagai orang yang mampu dan bisa.
Dari hasil penelitian Maslow tentang orang-orang yang sudah mampu mengaktualisasikan dirinya, didapatkan ada 15 ciri yang dimiliki, yaitu:
  • Memiliki persepsi kaurat tentang realitas
  •  Menikmati pengalaman baru
  • Memiliki kecendrungan untuk mencapai pengalaman puncak
  •  Memiliki standar moral yang jelas
  • Memiliki selera humor
  • Merasa bersaudara dengan semua manusia
  • Memiliki hubungan pertemanan yang erat
  •  Bersikap demokratis dalam menerima orang lain
  •  Membutuhkan privasi
  • Bebas dari budaya dan lingkungan
  • Kreatif
  • Spontan
  • Lebih berpusat pada permasalahan, bukan pada diri sendiri
  • Mengakui sifat dasar manusia
  • Tidak selalu ingin menyamakan diri dengan orang lain.[11]
Dari lima kebutuhan manusia untuk dapat termotivasi, menurut Maslow empat kebutuhan selain aktualisasi diri di sebut dengan kebutuhan-kebutuhan defisit atau D-Needs.[12]Jika seseorang kekurangan sesuatu, maka orang akan mengalami defisit, dan akan meresa membutuhkan sesuatu tersebut. tapi kalau sudah diperoleh apa yang dibutuhkan, maka orang tidak akan membutuhkan apa-apa lagi. Dengan kata lain, kebutuhan-kebutuhan yang empat jika sudah terpenuhi makan kebutuhan-kebutuhan lain tidak akan mendorong dan memotivasi seseorang.
Maslow juga menyebut empat kebutuhan ini dengan homeeostesis, yaitu prinsip yang mengatur cara kerja termostat (alat pengendali suhu). Kalau badan merasa kekurangan bahan-bahan tertentu, dengan serta mereta dia akan merasa memerlukannya. Sehingga kebutuhan aktualisasi adalah kebutuhan tambahan saja, dan bersifat ekstrinsik pada diri seseorang, itu tergantung orang yang menjadi motivatornya.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama