HILANGNYA RUH SHALAT TARAWIH


Dalam Bulan suci Ramadhan untuk dapat mencapai ketakwaan, maka kaum muslimin dituntut untuk melaksanakan berbagai macam dan bentuk ibadah untuk mengisi haru-hari Ramadhan. baik dengan meperbanyak ibadah-ibadah ghairu mahdah atau meningkatkan kualitas ibadah mahdah. Jika semua aktivitas dilandaskan pada niat karena Allah maka semua akan bernilai ibadah pada Bulan Ramadhan dan dilipatgandakan oleh Allah. Kalau ibadah sudah lillahi ta’ala, maka akan secara otomatis Allah akan memberikan ganjaran yang setimpal. Sekedar niat baik saja diberikan ganjaran oleh Allah, apalagi akan melaksanan niat yang sudah ada dalam hati.
Di antara sekian ibadah yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah dan dipraktekkan oleh para sahabat dan para tabi’in adalah Shalat Tarawih, yaitu shalat yang dilakukan setelah Shalat Isya’ dengan jumlah raka’at tertentu. Ada yang 20 raka’at dan ada yang 8 raka’at, keduanya dengan landasan dalil masing-masing, dan mereka yang melaksanakannya terserah apa yang diyakini sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Tapi jika merujuk pada tradisi kaum muslimin di seluruh penjuru dunia, atau sebagaimana menjadi kiblat kaum muslimin yaitu kota Makkah dan Madinah, maka melakukan 20 raka’at menjadi sebuah alternatif bagi mereka yang hanya sekedar taklid dan ikut-ikutan saja.
Memang untuk shalat 20 raka’at adalah waktu yang cukup lama, apalagi akan mengkuti tradisi dari imam-imam di Kota Makkah dan Madinah. Untuk ukuran keimanan orang indonesia akan sangat sulit untuk mengikuti. Karena jumlah raka’at yang begitu banyak, para pemuka agama di Indoneisa menyederhanakan bacaan-bacaan dalam Shalat Tarawih agar tidak terlalu lama. Dengan bacaan surah-surah pendek dan dengan tempo yang sedikit lebih cepat, membuat Shalat Tarawih tidak terlalu lama untuk dilaksanakan. Berbeda degan mereka yang melakukan shalat delapan raka’at, lebih sedikit dari 20 raka’at, tapi surah-surah yang dibaca dalam setiap raka’atnya tidak ada yang pendek-pendek, bahkan di beberapa tempat memberlakukan setiap raka’at satu lembar dari lembaran al-Qur’an. Sehingga porsi waktu pelaksanaan shalat 8 raka’at dengan 20 raka’at tidak jauh berbeda. Namun lagi-lagi mereka yang sedikit malas dengan bacaan yang panjang-panjang juga tidak mau berjama’ah pada Shalat Tarawih 8 raka’at.
Seiring perkembangan zaman, Shalat Tarawih yang menjadi ibadah dianjurkan dalam Bulan Ramadhan, sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan oleh kaum muslimin, baik secara keseluruhan maupun sedikit. Mereka menganggap bahwa Shalat Tarawih terlalu banyak menghabiskan waktu kaum muslimin, atau dengan alasan Shalat Tarawih adalah shalat sunnah, jadi tidak perlu untuk dijalankan dengan terlalu serius atau terlalu lama, lebih baik disisi dengan hal-hal lain lebih penting yag bernilai ibadah di sisi Allah.
Sebagai alternatif untuk hanya sekedar menunaikan ibadah Shalat Tarawih. di beberapa tempat kemudian menerapkan Shalat Tarawih 8 raka’at, tapi dengan bacaan surah-surah pendek seperti yang dibaca pada Shalat Tarawih degan 20 raka’at. Dengan itu secara otomatis, waktu pelaksanaan Shalat Tarawih setelah Shalat Isya’ tidak lebih dari Shalat Sunnah Rawatib. Padahal Shalat Tarawih adalah ibadah yang sangat dianjurkan untuk mengisi malam Ramadhan sebagai ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Walapun dalam kenyataannya, nabi hanya dua malam saja melaksanakan Shalat Tarawih dengan berjama’ah karena dikhawatirkan menjadi wajib oleh ummatnya dan menyusahkan mereka.
Image masyarakat tentang Shalat Tarawih sedikit lama kemudian mencari alternatif lebih cepat dan lebih pendek. Diperparah lagi oleh mereka yang menjadi pelaksana kegiatan Shalat Tarawih di masjid-masjid yang ada. Hal itu dilakukan agar jama’ah banyak dan menggantinya dengan kegiatan ceramah yang tidak mempunyai urgen sama sekali. Artinya, ceramah dijadikan sebagai tameng untuk mempersingkat Shalat Tarawih. Ceramah dikondisikan lebih lama agar Shalat Tarawih lebih pendek, karena waktu habis diambil dengan ceramah agama. Padahal yang dianjurkan adalah meningkatkan kualitas Shalat Tarawih sebagai bentuk menghidupkan malam Bulan Ramadhan.
Tarawih pada hakekatnya adalah melaksanakan shalat dengan santai dan banyak beristirahat, sehingga tidak boleh Shalat Tarawih dikerjakan dengan tergesa-gesa, karena tuma’ninah dalam shalat adalah rukun shalat, diperlukan juga kekhuyu’an dan ketawaddu’an dalam menjalankannnya. Boleh saja mempercepat bacaan, asalkan tidak menghilangkan hak huruf dari bacaan al-Qur’an tersebut. Tapi yang terjadi sebaliknya, untuk mempersingkat waktu, bacaan banyak yang tidak sempurna.
Lihatlah bagaimana para sahabat, tabi’ain dan para ulama’ dalam menghidupkan malam Ramadhan. Mereka tidak mengisi Ramadhan dengan hal-hal yang tidak penting dan menjadi bagian dari Ramadhan tersebut. Memberikan kesempatan bagi ummat untuk meraih ibadah yang berkualitas. Beberapa di antara mereka menghabiskan malam sampai fajar untuk shalat dan bahkan ada yang mengkhatamkan al-Qur’an pada setiap malam Ramadhan. Namun untuk ummat saat ini tentu sangat susah untuk dilakukan, sekedar satu jam menghidupkan malam Ramadhan dengan tarawih saja sudah sangat menyusahkan. Mereka shalat 20 raka’at dengan bacaan-bacaan yang cepat, mereka shalat 8 raka’at juga dengan bacaan-bacaan pendek dan terus diulang-ulang pada setiap malamnya. Alangkah baiknya menghidupkan malam dengan tarawih sambil meresapi al-Qur’an secara keseluruhan dari ayat-ayat yang ada dan tidak hanya sebagian saja. Untuk itu diperlukan imam yang paling kompeten dalam bacaan al-Qur’an dan hafalannya. Tidak hanya sekedar bergiliran dan dengan ayat yang jalan ditempat serta kualitas bacaan yang tidak baik.
Menciptkan suasana khusyu’ dan tawaddu’ saat shalat sangat bergantung dari imam yang memimpin shalat. Jika imam mempunyai bacaan yang baik dan dengan hafalan yang baik, tentu makmum akan dapat meresapi dengan baik apa yang dibaca oleh imam. Oleh karena itu, sebaiknya imam tarawih tidak banyak, cukup 2 atau 3 orang yang mempunyai kompetensi baik, sehingga bacaan al-Qur’an bisa terus berlanjut dari satu surah-ke surah yang lainnya. Tidak mengulangi surah yang sama, karena ini akan memberikan pengaruh pada kekhusyu’an jama’ah dalam beribadah. Menemukan sesuatu yang baru pada setiap bacaan imam adalah sesuatu yang diharap-harapkan. Dari bacaan ayat-ayat azab agar mereka bisa meratapi dosa-dosa dan pada ayat-ayat janji Syurga bisa memberikan seyuman bagi mereka dan bagi imam sendiri. Tidakkah seperti itu yang dipraktekkan oleh Nabi, sahabat, tabi’in, tabi’ tabi’in dan para ulama’-ulama’ terdahulu.
Keadaan telah terkondisikan oleh para imam dan para pelaksana Shalat Tarawih rehingga menjadikan jama’ah Shalat Tarawih meremehkannya. Padahal di antara mereka ada yang menginginkan kualitas shalat tarawaih lebih baik, untuk mendapatkan pahala yang berlimpah. Karena dalam shalat tidak hanya shalat, tapi di dalamnya ada qirah’ah al-qur’an dan itu merupakan anjuran dalam puasa Ramadhan untuk memperbanyak tilawah. Mendengar saja mendapatkan pahala yang sama dengan orang yang membaca al-Qur’an. Jadi alangkah baiknya shalat-Shalat Tarawih diperbaiki dan ditingkatkan kualitasnya agar ruh tarawih dalam menghidupkan malam ramadhan tidak hilang maknanya.
Dengan kondisi saat ini, Shalat Tarawih langsung dilaksanakan selesai Shalat Isya’ agar memungkinkan bagai kaum muslimin yang tidak menghafal al-Qur’an dapat menikmati bacaan-bacaan al-Qur’an dalam shalat. Dan dengan keadaan yang berbagai macam kegiatan, maka sebaiknya setelah shalat isya’ langsung dilaksanakan Shalat Tarawih, tanpa diselingi dengan ceramah yang panjang dan membuat jama’ah selanjutnya tidak khusyu’ untuk menjalankan Shalat Tarawih. Ceramah boleh saja dilakukan, tapi setelah Shalat Tarawih ditunaikan. Tapi ada memberikan alasan, kalau ceramah dilaksanakan selesai Shalat Tarawih, maka jama’ah akan banyak yang bubar, kalau sebelum tarawih akan tetap di masjid. Tapi bagi saya akan lebih baik jama’ah banyak yang meninggalkan masjid saat ceramah dilaksankan ketimbang jama’ah meninggalkan masjid saat Shalat Tarawih dilangsungkan. Kita tidak bisa menyalahkan orang, karena jangan sampai kita memposisikan kualitas keagamaan kita dengan kebanyakan orang. Jadi sebenarnya, kitalah yang salah menjadi pengelola dengan mengkondisikan jama’ah tidak betah dan tidak menikmati Shalat Tarawih dengan khusyu’. Karena dengan sendirinya jama’ah akan mengkalkulasikan waktu yang dibutuhkan di dalam masjid dari shalat isya’ sampai shalat tarawih. Jika Shalat Tarawih langsung dilaksanakan selesai Shalat Isya’, waktu satu jam atau lebih akan sangat ringan ketimbang satu jam tapi sebelumnya diisi dengan ceramah.
Lagi sekali, ruh dari Ramadhan adalah qiyamul lail, tilawatil qur’an,  dan iktikaf pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Sedangkan yang lainnya adalah sebagai penunjang kualitas amalan-amalan bulan Ramadhan, tentu yang sifatnya sunnah saja, bukan yang telah menjadi kewajiban seperti shalat lima waktu. Untuk itu, perlu diperbanyak qiyamul lail dan bacaan-bacaan al-Qur’an agar kaum muslimin terbiasa dengan tradisi tersebut. Segala sesuatu yang terbiasa dilakukan akan sangat mudah untuk dilakukan selanjutnya. Tapi sering belum dicoba sudah menganggapnya susah dan berat. Dengan Shalat Tarawih 20 atau 8 raka’at silahkan saja, asal kualitas dari Shalat Tarawih baik, tidak hanya sekedar asal-asalan. Walllahu A’lam bi al-Sawab.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama