TIDUR DALAM BULAN RAMADHAN


Sementara ini berkembang anggapan dalam masyarakat bahwa tidurnya seorang yang berpuasa dalam Bulan Ramadhan adalah ibadah dan mempunyai kedudukan dengan ibadah ghairu mahdah lainnya. Sebenarnya apa saja dari perbuatan mubah jika diniatkan semata-mata karena Allah dan meningkatkan ketaatan kepadanya dapat bernilai ibadah. Artinya segala sesuatu, kecuali yang sudah terang-terangan dijelaskan dalam agama sebagai perbuatan makruh atau haram, maka tidak bisa perbuatan tersebut bernilai ibadah walapun diniatkan semata-mata karena Allah. Perbuatan baik jika diniatkan baik, maka akan menjadi baik dan bernilai ibadah. Sedangkan jika niat baik,  diniatkan dengan niat buruk, maka dia akan menjadi tidak baik. Seperti orang yang sholat karena riya’ atau ingin dilihat orang lain, maka ia tidak mendapatkan pahala apa-apa dari perbuatan shalatnya. Kebalikannya dengan perbuatan yang dilarang, diniatkan baik tetap menjadi perbuatan buruk apalagi akan diniatkan dengan jelek.
Tidur adalah kebutuhan setiap manusia dan bahkan semua mahluk hidup yang telah diciptakan oleh Allah. Setelah orang melakukan banyak aktivitas, maka secera otomatis semua anggota badan akan merasa kelelahan dan dengan sendirinya butuh disitirahatkan. Istirahat atau tidur adalah hak anggota badan untuk mendapatkannya, akan menjadi tidak baik jika hak-hak anggota badan tersebut tidak diberikan. Kaki mempunyai hak untuk berhenti berjalan, tangan mempunyai hak untuk berhenti sementara bekerja, kepala mempunyai hak untuk tidak berpikir dalam beberapa saat, dan paling pernting adalah mata mempunyai hak untuk dipejamkan sejenak. Seseorang akan menjadi zalim saat hak-hak anggota tubuh tersebut tidak diberikan, sebagaimana pengertian dari zalim adalah wad’u al- shai’ fi ghairi mahalliha (menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya)
Lalu kemudian yang menjadi pertanyaan adalah, kapan seseorang harus tidur, terutama dalam bulan suci Ramadhan?. Secara umum sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah dalam ayat suci al-Qur’an:
ÙˆَجَعَÙ„ْÙ†َا اللَّÙŠْÙ„َ Ù„ِبَاسًا
Atinya: Dan Kami jadikan malam sebagai pakaian. (an-Naba’ ayat 10)
ÙˆَÙ‡ُÙˆَ الَّØ°ِÙŠ جَعَÙ„َ Ù„َÙƒُÙ…ُ اللَّÙŠْÙ„َ Ù„ِبَاسًاوَالنَّÙˆْÙ…َ سُبَاتًا ÙˆَجَعَÙ„َ النَّÙ‡َارَ Ù†ُØ´ُورًا
Artinya: Dialah yang menjadikan untukmu malam (sebagai) pakaian, dan tidur untuk istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha. (al-Furqan 47)
Dalam petunjuk Allah dalam Ayat Suci al-Qur’an, maka Allah telah menjadikan bagi manusia malam hari sebagai waktu untuk beristirahat dan tidur sedangkan siang harinya untuk bekerja. Ini berlaku secara umum bagi manusia dan bagi makhluk lainnya kebiasaan. Karena sturktur malam telah diciptakan oleh Allah dapat memulihkan segala bentuk kelelahan yang dialami oleh anggota tubuh setelah seharian bekerja dan berpikir. Waktu ini juga berlaku pada Bulan Ramadhan, di mana waktu untuk tidur dan istirahat adalah pada malam hari dan bukan pada siang hari.
Porsi tidur dan istirahat harus sesuai dengan petunjuk Nabi, di mana malam hari sebagai waktu untuk tidur dan dipergunakan dengan sebaik mungkin. Tidak dihabiskan untuk hal-hal yang tidak penting dan menyia-nyiakan waktu, sehingga malam dihabiskan begitu saja tanpa dengan ibadah, dan mengganti sinag harinya untuk tidur. Ini sudah menyalahi kehendak Allah, atau sesuatu yang sudah didesain baik oleh Allah dan bahkan sudah menyalahi struktur dan desain Alam sendiri. Allah menciptakan siang untuk bekerja dan malam hari untuk istirahat, jika dibalik, maka akan terjadi sesuatu negatif yang tidak diketahui oleh orang. Sama halnya dengan penciptaan manusia, laki-laki sudah diciptakan dengan jelas begitu juga dengan perempuan sudah diciptakan dengan jelas. Saat kedua ciptaan ini tidak jelas atau dibalik akan menjadi sesuatu yang tidak sempurna dan baik. Atau anggota tubuh yang ada tempatnya terbalik, hidung di perut, mata di kaki atau lainnya, tentu akan menjadi tidak sempurna dan akan membahayakan manusia itu sendiri.
Atau menjadikan malam dan siang hari Ramadhan untuk tidur, juga menyalahi apa yang sudah digariskan Allah dan Rasulnya. Ini termasuk perbuatan yang sudah berlebih-lebihan, artinya melebihi kadar yang semestinya dilakukan oleh anggota tubuh manusia. Sedangkan perbuatan berlebih-lebihan adalah perbuatan syaitan dan dilarang dalam agama. Ibnul Qayyim al-Jauziyah pernah berkata, “ Setiap orang berakal mengetahui bahwa tiada jalan bagi setan terhadap dirinya kecuali dari tiga perkara. Yang pertama: sikap berlebih-lebihan dan boros. Seseorang melebih-lebihkan sesuatu di atas kadar kebutuhan, sehingga sesuatu itu menjadi tersisa. Sisa inilah yang menjadi bagian setan dan menjadi pintu masuknya ke dalam hati. Cara menghindarkan diri diri dari pemborosan ini adalah selalu berhati-hati dengan tidak memberikan kepada diri lebih dari kebutuhannya, baik itu dalam hal makanan, tidur, kelezatan dan istirahat. Jika anda sudah menutup pintu ini, pasti anda sudah maan dari masuk musuh. Kedua: kelalaian, karena orang yang berzikir selalu berada dalam benteng dzikir. Ketika ia lalai berarti ia mmebuka pintu benteng dan masuklah musuh ke dalam benteng tersebut. akhirnya ia mendapati kesulitan dan sangat susah untuk mengusirnya. Ketiga: mengerjakan hal-hal yang tidak berguna dalam segala urusan.
Mengubah waktu malam menjadi siang hari untuk tidur tidak baik, dan menjadikan malam dan siang hari untuk tidur sangat tidak baik. Ramadhan bukan menjadikan seseorang malas, tapi Ramadhan menjadikan seseorang untuk dapat bekerja lebih baik. Karena pekerjaan yang dilakukan jika diniatkan karena Allah subhanahu wata’ala, maka akan dilipatgandakan oleh Allah. Karena ibadah tidak hanya terbatas pada apa yang telah menjadi kewajiban, mencari nafkah untuk keluarga adalah ibadah, bekerja dengan maksimal adalah ibadah, membantu orang yang membutuhkan adalah ibadah, dan segala bentuk pekerjaan mubah akan bernilai ibadah dihadapan Allah dan akan dilipatgandakan bagi pelakunya. kita tentu jangan terjebak pada yang wajib saja, karena yang wajib sudah tertentu waktu dikerjakannya, sedangkah di luar itu sangat banyak ibadah yang dapat dilakukan, seperti membaca al-Qur’an. Saat waktu segang bekerja seseorang dapat dipergunakan untuk membaca al-Qur’an, baik dalam hafalan atau dengan mushaf. banyak hal yang bisa dilakukan oleh seseorang untuk mengisi hari-hari ramadhan di luar pekerjaan tidur.
kita ketahui bersama bagaimana Rasulullah dan para shabat melewatkan sebagian besar Bulan Ramdhan dengan peperangan dan semuanya membuahkan hasil kemenangan. Ini memberikan isyarat bahwa Bulan Ramadhan bukan untuk bermalas-malasan, kalaupun harus bekerja sangat keras dan menguras tenaga, bukan menjadi alasan untuk tidak berpuasa. Sebagaimana yang terjadi pada Rasulullah dan para sahabat yang harus menghadapi peperangan pada Bulan Ramadhan.
Memang tidur juga akan bernilai ibadah di hadapan Allah, selama tidur itu diniatkan karena untuk memberikan kekuatan kepadanya melakukann ibadah-ibadah yang lainnya. Seperti dengan tidur malam akan membuatnya dapat bangun lebih pagi untuk makan sahur, shalat subuh, dan bekerja. atau tidur pada siang hari agar dapat lebih segar di sore hari untuk melakukan ibadah shalat ashar dan ibadah-ibadah lainnya. Maka pada posisi ini, tidur akan bernialai ibadah dan bahkan menjadi snagat dianjurkan. Anjuran Rasulullah adalah tidur pagi-pagi dan bangun pagi-pagi. Artinya, kalau tidak ada hal penting dilakukan setelah shalat tar`wih, maka sebaiknya seseorang menyegerakan tidur, agar waktu yang dibutuhkan tubuh untuk istirahat tercukupi dan dapat bangun lebih pagi agar dapat melakukan qiyam al-lail dan tilawatil qur’an. Tidak menhabiskan waktu selesai shalat tarawih untuk hal-hal yang tidak penting yang menyebabkan terlambat tidur dan tidak bisa bangun lebih pagi.
Begitu juga sebaliknya, tidak tidur sama sekali tidak baik. Karena itu sama artinya menyalahi kodrat yang telah ditetapkan oleh Allah, karena semestinya anggota tubuh perlu untuk istirahat dan mata perlu untuk dipejamkan. Untuk ukuran orang biasa yang masih tingkatan keimanan saat ini, sangat susah untuk tidak tidur kemudian diisi dengan ibadah, sebagaimana Rasulullah, para sahabat, tabi’in, tabi’ tabi’in, dan para ulama’ terdahulu melakukannya. Kebayakan kemudian orang tidak tidur karena perkara-perkara yang tidak bernilai ibadah, dan bahkan menjurus para perbuatan yang dilarang Allah. Memang Rasulullah saat-saat Ramadhan, hampir semua malamnya digunakan untuk ibadah kepada Allah, dan bahkan sepanjang malam beliau shalat untuk menghidupkan malam (qiyam al-lail). Tak terkecuali para sahabat, para tabi’in, dan para ulama’-ulama’ terdahulu, sebagian besar mereka menghatamkan al-Qur’an dalam shalat malam mereka. dan bahkan di antara mereka ada yang menghatamkan al-Qur’an setiap malamnya. Bagi kita dengan kualitas keimanan yang sangat jauh, sangat tidak memungkinkan untuk melakukan apa yang telah dilakukan oleh ulama’-ulama’ terdahulu. paling tidak, kalaupun menghabiskan malam untuk beribadah, tapi kebutuhan tidur tidak akan pernah terlepaskan.
Kita menyadari porsi keimanan dan kedekatan kita kepada Allah, maka kita berusaha mendekatkan diri kepada Allah sesuai dengan kadarnya. Saat untuk tidur, maka kita tidur, dan pada saat untuk bekerja, maka kita bekerja. Tentu akan sangat baik, apabila malam-malam Ramadhan bisa kita hidupkan dengan beribadah, seperti shalat dan membaca al-Qur’an, tapi kemudian tidak mengqada’nya pada siang hari untuj tidur. Kalau itu yang terjadi lebih baik tidur pada malam hari, dan pada siang harinya kita bisa maksimalkan untuk ibadah dan bukan untuk tidur. Karena Allah telah menjadikan malam hari untuk dipergunakan manusia istirahat dan siang hari untuk bekerja mencari nafkah.
Yang terpenting tentunya adalah segala apa yang dilakukan diniatkan karena Allah, karena dengan itu semua amal ibadah akan bernialai ibadah di hadapan Allah. Wallau ‘a’alam bi al sawab.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama