RAMADHAN, ALLAH MENGIKAT SYAITAN


Setiap Ramadhan datang, rona kebahagian pada diri kaum muslimin sangat terlihat, ini dilihat dari antusiasme mereka menyambut Ramadhan dan persiapan segala bentuk ibadah yang akan dilakukan di Bulan Ramadhan. Berusaha memperbaiki diri, baik perilaku maupun pakaian, begitu juga suasana yang berbau maksiat, berusaha untuk dihentikan sementara. Tindakan ini adalah sebuah upaya menghilangkan suasana tidak baik yang merupakan pengaruh dari syaitan.
Wujud syaitan memang tidak bisa divisualisaikan dengan nyata, namun setiap orang meyakini bahwa wujud syaitan di dunia adalah perbuatan-perbuatan buruk, maksiat, dan segala hal yang dilarang oleh Allah subhanahu wata’ala. Di saat orang berbuat keburukan, dalam dirinya ada perasaan bahwa itu adalah dorongan syaitan yang selalu menjerumuskan umat manusia ke dalam kemaksiatan. Sehingga dalam keyakinan manusia, kanan diwakili oleh malaikat sedangkan kiri diwakili oleh syaitan. Pertarungan malaikat dan syaitan selalu terjadi pada diri manusia saat hendak melakukan suatu perbuatan, apakah kepada kebaikan atau keburukan?. Berbeda dengan catatan amal yang dilakukan oleh malaikat Raqib dan Atid, hanya sebatas mencatat amal manusia. Tapi yang mendorong manusia untuk melakukan perbuatan baik dan buruk, maka ada malaikat dan syaitan yang bertarung mempengaruhi manusia itu sendiri untuk berbuat.
Bulan Ramadhan sebagai sebuah bulan, di mana Allah mengekang syaitan untuk menggangu manusia melakukan perbuatan jelek. Keyakinan akan syaitan dibelenggu oleh Allah menjadikan manusia yang menyongsong Ramadhan tidak merasa takut dengan hal-hal buruk, mereka dengan suka cita bergembira menyambutnya. ini didasarkan pada hadis:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : (( إذا دخل شهر رمضان فتحت أبواب السماء ، وغلقت أبواب جهنم ، وسلسلت الشياطين
Artinya: Rasulullah SAW bersabda, “apabila datang Bulan Ramadhan maka dibuka pintu-pintu syurga dan ditutup pintu-pintu Jahannam, dan syaitan-syaitan dibelenggu”.
فعن أبي هريرة، عن النبي - صلى الله عليه وسلم - قال: " إذا جاء رمضان فتحت أبواب الجنة، وغلقت أبواب النار، وصفدت الشياطين ومردة الجن "
Artinya: Dari Abu Hurairah dari Nabi sallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “ apabila datang bulan Ramadhan, dibuka pintu-pintu syurga, ditutup pintu-pintu neraka, sayaitan-syaitan dibelenggu, dan jin lari”.
Keyakinan akan syaitan dibelenggu oleh kalangan kaum muslimin pada Bulan ramadhan sering menjadi keyakinan yang dapat divisualisaikan dalam kehidupan. Artinya syaitan dalam kehidupan dunia tidak hanya sebatas sifat buruk yang dilakukan oleh umat manusia, tapi ia adalah wujud nyata dalam dunia sebagai sebuah benda. Keyakinan ini dapat ditemukan pada masyarakat awam di pedesaan, di mana sebelum Ramadhan, di tempat-tempat tertentu yang dianggap angker dan banyak dihuni jin menjadi tempat yang menakutkan bagi mereka. Untuk berjalan melawatinya saja harus melakukan ritual tertentu agar tidak diganggu dan mendapatkan rasa aman saat melewatinya. Di beberapa tempat tidak cukup dengan meminta izin, mereka kemudian memberikan sesajian secara rutin. Tapi pada saat bulan Ramadhan tiba, rasa takut dan angker di tempat-tempat tersebut tidak lagi menjadi ketakutan bagi mereka, karena ada keyakinan bahwa syaitan dan jin yang selama ini mengganggu mereka dan menempati tempat-tempat angker tersebut telah dibelenggu oleh Allah, sehingga tidak ada waktu dan peluang untuk menggangu manusia lagi.
Keyakinan seperti ini sebenarnya baik saja, bisa menjadi sebuah sugesti bagi setiap orang bahwa tidak ada yang perlu ditakuti selain Allah. Akan sangat baik bila keyakinan ini terus ada walaupun di luar Bulan Ramadhan, sehingga tidak ada lagi setan yang perlu ditakuti, karena manusia adalah makhluk yang paling mulia diciptakan Allah dan diberikan kuasa untuk mengatur bumi ini. Jadi, mana mungkin makhluk yang terpilih takut kepada makhluk yang tidak terpilih sebagai khalifah.
Takut kepada Allah merupakan tingkatan iman yang tinggi bagi seorang manusia, dan untuk mencapainya membutuhkan riyadahdan latihan keimanan atau ujian keimanan yang diberikan Allah kepada hambanya, baik pada saat ia mendapatkan kesenangan maupun saat mendapatkan kesusahan. Kesenangan sering melalaikan diri manusia mengingat Allah dan kesusahan sering menjadikan manusia menyalahkan Allah, merasa tidak diberkahi dan diperhatikan nasibnya oleh Allah, sering pada tataran ini kemudian orang mengambil jalan pintas dengan murtad (keluar dari Agama Islam) na’uzubullah, atau paling rendah meminta pertolongan kepada selain Allah.
Dibelenggunya syaitan pada Bulan Ramadhan dalam banyak hadis adalah sebuah kinayahdan bukan suatu yang hakiki seperti seseorang mengikat suatu benda pada masa tertentu. syaitan yang mengganngu manusia bisa dari anak cucu syaitan sendiri yaitu jin dan dari manusia sendiri. sebagaimana dijelasakan dalam Surah al-Nassh:
مِن شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ
Artinya: Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. Dari (golongan) jin dan manusia.
Gangguan-gangguan syaitan pada Bulan Ramadhan bisa datang dari manusia itu sendiri dan jin yang menjadi seteru manusia. Walapun kedua-duanya adalah makhluk yang diciptakan dari bahan yang berbeda, tapi mempunyai beban yang sama dalam pandangan syari’at. Dibelenggunya syaitan di sini adalah dibelenggunya keinginan-keinginan dari dalam diri manusia untuk melakukan perbuatan-perbuatan maksiat pada Bulan Ramadhan. Khususnya di sini dalam keadaan puasa seseorang sangat haus dan lapar, sehingga sering membuat seseorang tidak dapat mengendalikan hawa nafsunya dan membatalkan puasanya. Dalam banyak pendapat bahwa dalam keadaan tertentu seseorang yang melanggar syari’at Allah tapi tidak menuju pada pemalingan terhadap Allah atau menyekutukan Allah, maka syaitan itu berasal dari diri manusia itu sendiri, artinya kemaksiatan dirinya sendiri. Jika kemaksiatan itu juga berkaitan dengan pemalingan manusia kepada selain Allah, maka itu adalah dari jin yang mengganggu manusia.
Dengan Bulan Ramadhan Allah memuliakan segala sesuatunya di bulan ini, karena Allah sendiri dalam hadis qudsi memberikan jaminan bahwa puasa itu untuk Allah dan Allah sendiri yang akan meberikan ganjarannya. secara maknawiyah bahwa syaitan sebagai pengganggu manusia untuk berbuat kejahatan telah dibelenggu oleh Allah agar tidak mengganggu manusia menuju sesuatu yang memalingkannya dari Allah. Maka selanjutnya adalah tergantung dari manusia itu sendiri, apakah dalam Bulan Ramadhan ia mampu memunculkan pada dirinya sisi rabbaniyahatau ia masih terjebak pada sisi syaitaniyahnya sendiri. Lagi sekali bahwa syaitan yang ada dalam diri manusia adalah syahwah al-Nafs(syahwat pada dirinya sendiri), yang membawa dirinya untuk melakukan sesuatu diluar ketentuan Allah subhanahu wata’ala.
Sehingga banyak ulama’ yang memberikan ilustrasi bahwa seandainya kemaksiatan yang dilakukan oleh manusia pada Bulan Ramadhan adalah dari syaitan yang menjadi seteru manusia, maka tidak akan ada orang yang melakukan maksiat di Bulan Ramadhan, karena syaitan telah dibelenggu oleh Allah pada Bulan Ramadhan. Oleh karena itu syaitan, perbuatan menyeleweng yang dilakukan oleh manusia pada Bulan Ramadhan adalah dari syahwat dirinya yang tidak bisa ia kendalikan sendiri dan syaitan manusia yang telah mendarahdaging pada dirinya dan menjadi perilaku dalam kehidupan.
Untuk itu, Bulan Ramadhan sebenarnya menjadi bulan yang sangat baik bagi seorang hamba untuk mendekatkan dirinya kepada Allah. maka ia tinggal menghilangkan sedikit demi sedikit sifat-sifat syaitaniyahdalam dirinya agar ia bisa keluar dari Bulan Ramadhan sebagai orang yang bertakwa. Tidak hanya sekedar menahan lapar dan haus, tapi perbuatan-perbuatan maksiat lainnya masih dilakukan, maka puasanya menjadi tidak berguna sama sekali di hadapan Allah. dan puasa tidak memberikan bekas apa pun bagi kehidupan selanjutnya.
Puasa adalah ibadah yang hanya Allah dan manusia sendiri mengetahuinya, adapaun orang lain sama sekali tidak mengetahui, apakah ia berpuasa atau tidak?. Di sini manusia ditempa untuk dapat menahan hawa nafsunya dalam keadaan tersembunyi. Jika dalam keadaan terang-terangan manusia masih bisa memperlihatkan amal ibadahnya di hadapan manusia dan dapat dilihat oleh manusia, tapi puasa tidak dapat dilihat dan diperlihatkan kepada manusia lainnya. Seyogyanya kemudian puasa dapat memberikan latihan kejujuran kepada manusia pada dirinya sendiri dan kepada Allah subhanahu wata’ala.
Syaitan telah dikekang untuk mengganggu manusia, kemudian bisakah manusia menghilangkan sifat syaitaniyahdalam dirinya?. Tentu sangat bisa, karena ibadah-ibadah Ramadhan yang dilakukan pada Bulan Ramadhan akan memberikan ketidaktenangan pada syaitaniyahyaitu jin yang ada adalam diri manusia. Karena jin sendiri bisa hidup dalam aliran darah manusia (yajri majara al-dam). Dalam Ramadhan orang dianjurkan untuk memperbanyak ibadah dan tilawatil qur’an, dengan kedua ritual ini jika dilakukan dengan rutin, maka sedikit demi sedikit jin-jin yang bersarang dalam tubuh manusia tidak akan betah tinggal dan menjadkan tubuh manusia itu bersih dan suci, tidak ada ganngguan (wiswas) dalam menjalankan perintah Allah. Dengan membaca al-Qur’an saja jin’ ifritakan lari terbirit-birit jika dibacakan Surah al-Baqarah. Sehingga alangkah baiknya di luar ibadah yang kita lakukan dengan menghidupkan malam Ramadhan dengan qiyam al-lail, maka dengan banyak memebaca al-Qur’an akan menjadikan jiwa manusia suci dan tentaram, (ala bi zikrillah tatma’innul qulub) ketahuilah dengan mengingat/zikir kepada Allah akan menangkan hati. Dan sebaik-baik zikir bagi seorang hamba adalah dengan membaca al-Qur’an.
Kita mungkin tidak akan pernah mampu menandingi para ulama’ terdahulu, di mana mereka dapat menghatamkan al-Qur’an pada setiap malamanya di bulan Ramadhan, dan itu dilakukan saat qiyam al-lail.
Oleh karena itu, yang terpenting saat ini adalah bagaimana kita bisa membersihkan jiwa dari sifat-sifat syaitaniyahdalam diri kita yang telah banyak ditempati oleh jin dan mengganggu manusia dalam menjalankan syari’atnya. Jika itu sudah dapat dilakakukan , maka arah keimanan dan keislaman kita akan jelas dan Ramadhan yang kita jalani ini dapat memberikan sebuah pelajaran yang berharga untuk kehidupan setelah Ramadhan dengan predikat sebagai insan yang bertakwa. Wallahu a’lam bi al-shawab

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama