SUPERVISI PENDIDIKAN (4)


SUPERVISI SECARA LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG[1]

PENDAHULUAN
Pendidikan Indonesia saat ini masih mencari dan mengkonstruk model pendidikan dengan kurikulum yang terbaik. Berbagai macam kurikulum telah diterapkan sesuai dengan perkembangan zaman. Cara pembelajaran pun semakin bervariasi di antara para guru, walaupun metode ceramah adalah metode yang tidak bisa ditinggalkan oleh sebagian guru dalam mengajar.

Keragaman suku dan agama di Indonesia membuat pemerintah sangat susah untuk menentukan seperti apa bentuk pendidikan ideal di Indonesia terutama kurikulumnya. Ketidakmampuan para penentu kebijakan pendidikan membuat orang-orang pesimis bisa mengakomodir pendidikan ideal bagi masyarakat bangsa ini. Bahkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hasan (kini mantan) pernah menjelaskan bahwa mustahil membuat kurikulum yang baku bagi seluruh indonesia. Selain dampaknya kurang baik di bidang kependudukan, dana, sarana dan prasarana, maka daerah-daerah pun tidak mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan diri. Karena daerah pada akhirnya akan diitnggalkan oleh penduduk usia produktif yang terdidik. Daerah seharusnya diberi kesempatan mengembangkan wilayahnya melalui kesempatan mengintegrasikan potensinya melalui kurikulum.[2]
Belum lagi kasus tawuran yang terjadi saat-saat ini dan telah menewaskan beberapa siswa, memberikan citra buruk bagi dunia pendidikan, terutama pada tingkat sekolah menengah pertama, menengah atas, dan menengah kejuruan. Peristiwa-peristiwa tersebut mengindikasikan ketidakmampuan guru dan praktisi pendidikan dalam sekolah untuk menuntun dan membimbing siswa sebagai seorang peserta didik yang pembelajar. Karena pada usia-usia remaja menjadi usia yang potensial untuk mengembangkan pengatahuan yang tidak mampu untuk dilakukan oleh orang dewasa. Ingatan dan berpikir mereka masih cemerlang, belum dibebani oleh pikiran-pikiran untuk mencari nafkah dan lain sebagainya. Tidak kemudian menyalahkan orang tua yang tidak mampu mengawasi anak-anak mereka setelah pulang dari sekolah.
Peristiwa penyelewengan dan kenakalan atau bahkan kriminalitas peserta didik perlu menjadi bahan pertimbangan bagi penentu kebijakan untuk memberikan predikat dan penilaian terhadap lembaga sekolah, kepala sekolah, komite, pejabat sekolah, dan guru. Tidak hanya sekedar penilaian di atas kertas (portofolio) saja, atau hanya di dalam kelas saja. Karena penhlaian seperti itu tidak memberikan sumbangsih banyak bagi dunia pendidikan, tapi hanya bagi mereka yang berkepentingan dengan jabatan saja.
Pendidikan jika diibaratkan adalah proses abstrak, seperti angin yang menerpa pepohonan, benda dari angin tidak terlihat, tapi efek yang ditimbulkan bisa menjadi sangat dahsyat. Proses pendidikan dalam lembaga sekolah tidak hanya sekedar pemberian materi kemudian mereka mengerti dengan materi tersebut, tapi bagaimana pemberian ilmu itu menjadi sebuah pribadi yang berguna bagi pengetahuan tersebut dan bagi orang lain.
Kita tahu bahwa pengetahuan berkembang dari proses berfikir kritis dari apa yang terjadi di sekitar, atau dalam pengetahuan secara umum disebut dengan filsafat, dalam Islam disandingkan juga dengan hikmah atau kebijaksanaan. Seharusnya orang yang berilmu menjadikannya lebih bijaksana. Atau dalam pendidikan sekarang ini yang dikembangkan tidak hanya hardskill(kemapuan menangkap materi), tapi juga softskill (kemampuan menangkap nilai). Dengan itu, saat ini para supervisor tidak lagi hanya menilai indikator hardskill yang dilakukan oleh guru, tapi juga softskill yang dikembangkan kepada peserta didik.
Yang menjadi permasalahan tentunya sekarang adalah, apakah pengetahuan supervisor sudah seimbang dengan pengetahuan guru tentang dunia pendidikan?. Jika pengetahuan supervisor rendah, maka rusaklah dunia pendidikan. Tapi jika sudah memumpuni dan bahkan lebih dari guru, maka optimisme dapat tercapai dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia.
Memang supervisor hanya berorientasi pada guru yang secara tidak langsung mengarah kepada pengembangan peserta didik. Tapi kadangkala sebagian guru juga sering main kucing-kucingan dengan penentu kebijakan dan peserta didik. Asalkan kewajiban mengajar sudah tercapai, maka terlepaslah beban sebagai seorang guru dan tidak ada kewajiban lain. Saat perangkat-perangkat pembelajaran sudah dibuat secara berkala, maka selesailah tugas dan kewajiban kepada kepala sekolah atau supervisor, tidak ada yang perlu dikerjakan lagi.
Pengawasan atau supervisi pada tataran portofolio tidak susah bagi guru dan sekolah untuk melakukannya. Tapi di luar itu yang berkaitan secara tidak langsung kepada sekolah dan guru sering tidak dapat dilakukan dengan baik. Oleh karena itu perlu kiranya dalam makalah ini membahas bagaimana pengawasan atau supervisi dilakukan dengan lebih efektif dan berpengaruh, tidak hanya kepada sekolah, kepala sekolah, dan guru tapi juga kepada supervisornya sendiri. Sehingga upaya untuk pengembangan pendidikan betul-betul diterapkan dalam proses pendidikan. Sehingga jiwa-jiwa pancasila dapat lahir dari pendidikan yang diterapkan di Indonesia.
Guru yang di menjadi target supervisi dalam proses belajar mengajar, tentu mereka mempunyai karakter yang berbeda-beda. Satu guru dengan guru yang lainnya mempunyai perbedaan dalam mengembangkan potensi belajar siswa/siswi, begitu juga dengan perbedaan mata pelajaran yang diajarkan. Perbedaan-perbedaan tersebut juga menjadi sesuatu yang harus diketahui oleh praktisi pendidikan termasuk supervisor sebagai pengawas bagi guru. Selama ini supervisor hanya bekutat pada hal-hal yang  sederhana, seperti langsung ke kelas untuk melihat guru mengajar, tanpa terkecuali semua guru. Atau hanya melihat kelengkapan perangkat pembelajaran sebagai bentuk pengawasan secara tidak langsung. Lalu apakah hanya itu saja yang dilakukan oleh pengwas (supervisor)?, inilah yang menjadi permasalahan dalam makalah ini, sehingga selanjutnya dapat diungkap hal-hal yang dapat dilakukan oleh pengawas berbagai cara kepengawasan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
SUPERVISI SECARA LANGSUNG (DIRECT) DAN TIDAK LANGSUNG (INDIRECT)
Dalam usaha meningkatkan program sekolah, kepala sekolah dan supervisor dapat menggunakan berbagai teknik atau metode supervisi pendidikan. Supervisi dapat dilakukan dengan berbagai cara, dengan tujuan agar apa yang diharapkan bersama dapat tercapai. Teknik supervisi pendidikan berarti suatu cara atau jalan yang digunakan supervisor pendidikan dalam memberikan pelayanan atau bantuan kepada para guru.
Dalam pengembangannya supervisi atau pengawasan sangat dibutuhkan dalam dunia pendidikan. Karena susah mewujudkan pribadi-pribadi yang sadar akan pekerjaan dan kewajibannya. Tidak hanya anak kecil, orang dewasa dan bahkan tua pun sangat susah untuk bisa sadar diri, kemudian tanpa perintah dan ajakan dapat melakukan sesuatu untuk kepentingan pendidikan. Mesti harus diawasi atau bahkan dipaksa untuk melakukannya agar bisa sadar dari kelemahan dan kebodohannya.
Pada dasarnya tugas-tugas yang melekat pada diri supervisor sudah menjadi bagian yang secara langsung maupun tidak langsung dalam melakukan sepervisi kepada guru. Tidak banyak dalam litertaur seperti apa supervisi langusng dan tidak langsung yang dilakukan oleh supervisor dalam tugasnya mensupervisi guru atau kepala sekolah. Selama ini yang dilakukan hanya sebatas berkunjung ke kelas sebagai bentuk dari supervisi langsung dan melihat kelengkapan administrasi perangkat pembelajaran sebagai bentuk supervisi tidak langsung yang dilakukan supervisor.
Namun, dengan berbagai perkembangan pendidikan saat ini tentu tidak hanya sekedar dua macam hal tersebut di atas yang dapat dilakukan. Dunia pendidikan sudah berubah, begitu juga dengan berbagai macam perangkat dan teknologi yang menjadi bagian dari pendidikan itu sendiri. Sehingga berbagai metode langsung dan tidak langsung dapat dilakukan oleh supervisor, sesuai dengan kebutuhan guru terhadap pengembangan prestasi belajar siswa di kelas.

Supervisi Langsung (Direct)
Supervisi secara langsung atau direktif adalah pendekatan terhadap masalah yang bersifat langsung.[3]Atau bantuan khusus kepada guru perseorangan.[4] Pada pendekatan supervisi ini, seorang supervisor lebih dominan dalam melihat dan menilai permasalahan yang terjadi pada sekolah, kepala sekolah, dan paling penting pada guru. Permasalahan-permasalahan yang menjadi fokus penilaian adalah prose pengajaran yang dilakukan guru di dalam kelas.
Supervisor memberikan arahan langsung. Sudah tentu pengaruh perilaku supervisor lebih dominan. Pendekatan direktif ini berdasarkan pemahaman terhadap psikologi behaviorisme. Prinsip behaviorisme ialah bahwa segala perbuatan berasal dari refleks, yaitu respon terhadap rangsangan / stimulus. Oleh karena guru ini mengalami kekurangan, maka perlu diberikan rangsangan agar ia bereaksi. Supervisor dapat menggunakan penguatan (reinforcement) atau hukuman (punishment). Pendekatan seperti ini dapat dilakukan dengan perilaku   supervisor seperti: menjelaskan, menyajikan, mengarahkan, memberi contoh, menetapkan tolak ukur, menguatkan.
Supervisor secara langsung dapat dilakukan dengan berbagai cara sesuai dengan kemampuan supervisor untuk mensupervisi guru. Antara lain beberapa cara yang dapat ditempuh dalam mensupervisi secara langsung:
a.       Kunjungan Ke Kelas
Mengajar adalah suatu pengetahuan (knowledge), mengajar itu suatu keterampilan (skill), tapi mengajar juga suatu kiat (art). Sejalan dengan tugas mengajar supervisi juga sebagai kegiatan mendidik dapat dikatakan bahwa supervisi adalah suatu pengetahuan, suatu keterampilan dan juga suatu kiat.
Yang dimaksud kunjungan kelas ialah supervisi yang dilakukan oleh supervisor dengan mengamati seorang guru yang sedang mengajar. Tujuannya untuk memberikan penilaian bagaimana guru mengajar, apakah sudah memenuhi syarat-syarat didaktis atau metodik yang sesuai. Dengan kata lain, untuk melihat apa kekurangan atau kelemahan yang sekiranya masih perlu diperbaiki.
Supervisi dengan cara ini adalah supervisi yang paling umum dilakukan oleh supervisor dalam menilai guru, bisa atau tidak seorang guru mengajar. Karena sifatnya langsung dan supervisor berada di ruangan tentu akan sangat berbeda dengan hanya guru dan murid saja di dalam ruangan. Perbedaan cara mengajar dan dalam mengusai kelas seorang guru berbeda-beda. Ada guru yang dalam mengajar fokus pada mata pelajaran dan tidak menerima suasana ribut, ada guru yang dalam keadaan ribut masih dapat mengajar, atau ada guru yang merasa nyaman tidak ada orang lain selain dia dan siswa di dalam ruangan. Ada juga yang siapa pun berada dalam ruangan tidak menjadi masalah baginya.
Penilaian langsung di dalam kelas memang menjadi penialaian riil terhadap cara guru mengajar, menguasai kelas, menggunakan media, penguasaan materi, pengayaan materi, dan lain sebagainya. Dengan itu, seorang supervisor langsung dapat memberikan penialian sesuai dengan standar dan prosedur penilaian yang sudah ditetapkan. Dari hasil melihat langsung mengajar guru, supervisor kemudian dapat memberikan bimbingan dan arahan terkait kekurangan-kekurangan selama proses belajar mengajar, yang tentunya dilakukan di luar kelas, setelah proses belajar mnegajar dilaksanakan, tidak langsung menegur di dalam ruangan.
Karena perbedaan setiap guru dalam mengajar, menguasai kelas, metode, cara dan lain sebagainya, maka tidak dapat seorang supervisor menegur langsung dalam kelas. Kalaupun itu dianggap sebagai kesalahan oleh seorang supervisor, maka dapat didiskusikan di luar kelas, sehingga ada masukan, kenapa seorang guru menggunakan metode atau cara tertentu dalam mengajar.
Mensupervisi dengan kunjungan ke kelas secara langsung dapat dilakukan oleh supervisor dengan berbagai cara antara lain;
Pertama, kunjungan tanpa memberitahukan sebelumnya ( unannounced Visitation) yaitu supervisor datang dengan tiba-tiba tanpa memberitahu guru yang disupervisi atau kepala sekolah dengan mensupervisi acak terhadap guru mata pelajaran tertentu. supervisi seperti ini lebih pada melihat langsung apakah guru melakukan pekerjaannya sesuai dengan aturan aturan atau tidak. Ini tentu sifatnya lebih pada inspeksi, di mana pengawasan yang dilakukan oleh supervisor lebih kepada meneliti/mengawasi apakah guru atau bawahan menjalankan apa-apa yang sudah diinstruksikan dan ditentukan oleh atasan atau tidak, sampai di mana guru-guru atau bawahan menjalankan tugas-tugas yang telah diberikan dan ditentukan atasannya.[5]Cara seperti ini lebih pada mencari kesalahan yang dilakukan oleh guru, hanya sekedar melakukan fungsi mengawasi, tidak membantu atau memberikan bimbingan kepada guru.
Melakukan supervisi dengan tidak memberitahu terlebih dahulu kepada guru yang bersangkutan atau kepada kepala sekolah mempunyai sisi positif dan negatif dalam pelaksanaannya. Sisi positifnya adalah supervisor dapat mengetahui keadaan yang sesungguhnya, sehingga ia dapat menentukan sumbangan apakah yang diperlukan oleh guru tersebut. Bagi guru sendiri dengan kunjungan tiba-tiba menjadi latihan dalam melaksanakan tugas  mengajar agar setiap guru mempersiapkan diri. Sedangkan sisi negatifnya biasanya seseorang yang datang secara tiba-tiba dapat mengakibatkan guru menjadi bingung karena ia berprasangka bahwa pekerjaannya akan dinilai, juga bagi guru-guru yang kurang senang dikunjungi akan beranggapan bahwa supervisor datang untuk kesalahan saja, sehingga mengakibatkan timbulnya hubungan yang kurang baik antara guru dan supervisor.[6]
Kedua,kunjungan dengan memberitahukan terlebih dahulu (announced visitation) yaitu seorang supervisor memberitahu pihak sekolah bahwa ia akan melakukan kunjungan dan supervisi kepada para guru yang mengajar pada hari itu. Atau supervisor telah menentukan jadwal supervisi dalam setiap bulannya, dengan jadwal tersebut menjadi panduan sekolah menerima kedatangan supervisor.
Cara seperti ini juga memiliki nilai positif dan negatifnya. Nilai positifnya bagi supervisor kunjungan direncanakan ini sangat tepat dan ia punya konsep pengembangan yang kontinyu dan terencana. Guru-guru pun dapat mempersiapkann diri sebaik-baiknya karena ia sadar bahwa kunjungan ini akan membantu dia untuk dinilai.[7]Dan adanya pembagian waktu yang merata bagi pelaksanaan supervisi terhadap semua guru yang memerlukannya. Dengan demiakian akan tercapai efiseiensi kerja dan meningkatkan proses belajar mengajar.[8]Sedangkan nilai negatifnya adalah kemungkinan kurangnya kesempatan bagi guru-guru yang lebih banyak membutuhkan supervisi.[9]lebih parah lagi dengan memberitahu guru akan sengaja mempersiapkan diri sehingga ada kemungkinan muncul hal-hal yang dibuat-buat dan serba dilebih-lebihkan.[10]
Ketiga,Kunjungan atas undangan guru (visit upon invitation) di mana guru yang membutuhkan bantuan melalui pihak sekolah mengundang supervisor untuk menilai dan melakukan bimbingan terhadap proses mengajar yang dilakukan oleh guru. Sisi positifnya adalah guru mendapatkan bimbingan secara khusus pada waktu yang khusus sehingga ia akan dapat bimbingan lebih baik oleh supervisor. Begitu juga hubungan yang baik antara guru dan supervisor dan komunikasi yang baik tidak lagi menganggap supervisor sebagai musuh atau orang yang hanya mencari kesalahan guru dalam mengajar. Sisi negatifnya kemungkinan terjadinya sikap manipulasi tingkah laku dari pihak guru dengan membuat suasana tidak wajar (dibuat-buat), misalnya pada saat itu segala sesuatu di dalam kelas dipersiapkan sebaik-baiknya, padahal di lain waktu keadaan tidak seperti pada saat dikunjungi.[11]Tindakan ini secara tidak langsung mengajarkan sikap tidak terpuji bagi siswa, karena gurunya sendiri berbuat curang dan berbohong.
Supervisi dalam arti luas sebenarnya bertujuan untuk membimbing dan mengarahkan guru agar menjaga dan mengembangkan mutu dalam proses pembelajarannya. Tidak ada manupulasi atau tingkah yang dibuat-buat untuk membohongi atau mencurangi, atau salaing menyalahkan antara guru dengan supervisor yang menjadi pembimbingnya.  Secara lebih rinci dijelaskan bahwa supervisi dengan teknik kunjungan langsung ke kelas menurut Neagley dalam Atmodiwiryo (2011) bertujuan:
1)      Membantu guru yang belum berpengalaman.
2)      Membantu guru yang sudah berpengalaman sehubungan dengan kekeliruan  yang dilakukan olehnya.
3)      Membantu guru pindahan yang belum jelas mengenai situasi dan kondisi kelas yang diajarkannya.
4)      Membantu melaksanakan inovasi pendidikan atau melaksanakan suatu proyek pendidikan
5)      Mengamati perilaku guru pengganti
6)      Mengamati kegiatan tim pengajar melakukan tugasnya pada kelompok kecil siswa atau kelompok besar siswa.
7)      Mendengar nara sumber mengajar.
8)      Mengamati cara guru bidang studi khusus (di SD) tutor pemandu bidang studi IPA, IPS, dan Bahasa Indonesia.
9)      Membantu menilai pemakaian alat bantu pendidikan (di SD), media, buku, alat peraga, KIT dan sebagainya.[12]
Supevisor dalam melakukan kunjungan ke kelas, tidak hanya sekedar melihat-lihat saja, tapi ia harus dapat mempersiapkan diri dengan bahan memadai sebagai bentuk bimbingan kepada guru. Oleh karena itu, seorang sepurvisor harus dapat melakukan langkah-langkah atau tahapan-tahapan, mulai dengan tahap persiapan, tahap Pengamatan, tahap akhir kunjungan, dan tahap tindak lanjut

b.      Observasi Kelas
Observasi kelas dalam supervisi pendidikan adalah mengamati proses pembelajaran secara teliti di kelas.[13]Sebagaimana fungsi dari observasi adalah melakukan pengamatan secara langsung dengan mata, memperhatikan segala sesuatu yang menjadi obyek observasi. Kunjungan ke sebuah kelas untuk mencermati situasi/peristiwa yang sedang berlangsung di dalam kelas.
Supervisi dengan langsung ke ruangan kelas dengan observasi sedikit berbeda. Di mana pada kunjungan kelas, seorang supervisor telah menentukan guru-guru yang akan disupervisi di kelas. Sedangkan pada observasi kelas, supervisor hanya sebatas mengamati setiap guru dari kelas-kelas yang berbeda-beda pada saat proses belajar mengajar, dengan atau tanpa masuk ke dalam kelas. Tapi pada perilaku observer sebaiknya tidak diketahui oleh guru dan murid agar apa yang ia observasi atau amati memperlihatkan kenyataan yang sebenarnya.
Supervisor dalam melakukan pemecahan masalah melalui observasi kelas dengan memberikan perbandingan dari satu kelas ke kelas lainya dan dari guru satu dengan guru lainnya, bagaimana tingkat partisipasi siswa di dalam kelas dan pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru. Dengan melakukan perbandingan, maka supervisor dapat memberikan masukan kepada guru yang tingkat partisipasi siswanya kurang baik dan pengelolaan kelas yang kurang baik juga.
Supervisor secara pribadi melakukan observasi kepada guru yang mengajar di dalam kelas sebatas pada memberikan bimbingan dan arahan kepada guru yang berkaitan dengan keefektifan proses belajar mengajar. Beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai bahan-bahan observasi seorang supervisor antara lain:
1)      Usaha dan aktivitas guru-siswa dalam proses belajar mengajar.
2)      Cara-cara penggunaan media pengajaran dari segi proses.
3)      Reaksi mental para siswa dalam proses belajar mengajar segi personel dalam arti psikis.
4)      Keadaan media pengajaran yang dipakai, segi material dan lain-lain.[14]
5)      Bagaimana guru memulai dan menutup pelajaran.
6)      Kecocokan Metode yang dipakai dengan bahan mengajar yang disajikan.
7)      Perkembangan siswa dalam segi afeksi.
8)      Perkembangan siswa dalam segi kognisi.
9)      kemampuan para siswa dalam segi psikomotortik.[15]
Aspek-aspek yang diobservasi dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan supervisor kepada guru yang bersangkutan. Tapi pada intinya yang diamati atau diobservasi terbatas pada pengelolaan kelas dan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar, sebagai sebuah tanda bahwa proses belajar berjalan dengan efektif. Ini Artinya guru yang bersangkutan sudah mampu menciptakan suasana belajar kepada siswa yang selanjutnya. dapat diterapkan kepada guru lain.
Di samping sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi guru lain dari hasil observasi. Secara mendetail Ametembun (1975) dalam Burhanuddin (1994) memberikan perincia tujuan dari observasi kelas antara lain:
1)      Untuk memperlajari praktek-praktek mengajar dan mendidik setiap guru dan mengevaluasinya.
2)      Menemukan kelebihan-kelebihan khusus dan sifat-sifat yang menonjol pada setiap guru.
3)      Untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan guru dalam menunaikan tugasnya.
4)      Untuk mendorong guru agar lebih sungguh-sungguh dan lebih baik kerjanya.
5)      Untuk memperoleh bahan-bahan dan informasi guna menyusun program supervisi.
6)      Untuk mengetahui sampai di mana penerapan prinsip-prinsip dan saran-saran yang diberikan.
7)      Untuk menanamkan kepercayaan diri supervisor dan pada program supervisinya.
8)      Untuk mempererat dan memupuk integritas sekolah.
9)      Untuk mempelajari perubahan-perubahan administratif yang mempengaruhi pelajaran.
10)  Bagi supervisor sendiri sebagai pengumpulan bahan dan pengalaman yang dapat dipergunakan bagi pertumbuhan diri dan perbaikan program supervisinya.[16]

c.       Teacher Group Supervision
Dalam supervisi ini, supervisor memanfaatkan para guru yang ada di sekolah tersebut untuk melakukan supervisi. Guru yang akan disupervisi mengajar seperti biasa di depan siswa/siswi, kemudian para guru berada juga di dalam kelas di belakang megitari para siswa. Para guru akan memberikan penilaian mereka mulai dari guru masuk ke dalam kelas, membuka pelajaran, menyampaikan materi, interaksi dengan siswa, sampai pada menutup pelajaran. Namun agar tidak keluar dari esensi yang menjadi penilaian, maka setiap guru diberikan pedoman penilaian dalam sebuah kertas, bisa dalam bentuk pilihan atau komentar atas apa yang dilihat dari seorang guru yang mengajar.
Cara ini dapat ditempuh oleh seorang supervisor dan kepala sekolah kepada guru baru maupun lama untuk mencari kualitas guru yang baik pada setiap mata pelajaran. Karena dengan sistem ini, seorang guru dapat mengetahui kemampuannya dalam menyampaikan pelajaran dan menguasai kelas dari masukan sesama guru. Dan ini sedikit memberikan pekerjaan lebih ringan bagi seorang supervisor. Tapi pada guru yang mempunyai mental kurang baik, cara seperti ini akan membuatnya semakin gugup, tidak konsentrasi, takut salah, dan lain sebagainya. Sehingga, bukan semakin baik dan bagus dalam menyampaikan pelajaran, tapi malah semakin buruk.
Tapi lazimnya jika ingin melakukan peningkatan mutu pembelajaran, dengan cara ini guru yang disupervisi dapat melihat kelemahannya dari penilaian sesama guru, baik satu bidang pelajaran atau berbeda. Menjadi masukan untuk menerapkan berbagai macam metode pembelajaran yang lebih efektif dan menyenangkan. Sedangkan bagi guru-guru yang segaja dijadikan sebagai supervisor, secara tidak langsung mereka mendapatkan pengetahuan baru dan dapat membandingkan cara mengajarnya dengan guru yang diobservasi,  jika banyak kelebihan yang didapatkan, maka ia dapat melakukannya saat mengajar.
Guru-guru yang menjadi supervisor agar tidak jauh keluar dari esensi yang ingin dicari oleh supervisor, maka diperlukan panduan dalam penilaian yang dibuat oleh supervisor. Bisa dalam bentuk check list, guru tinggal mencentangkan tanda rumput pada kolom yang dibuat, atau pada item-item tertentu guru diberikan keleluasan untuk memberikan catatan-catatan dengan alasan yang logis, atau berbagai cara yang dapat dimengerti oleh guru-guru yang menjadi supervisor sesuai dengan kebutuhan supervisor terhadap guru yang disupervisi.
d.      Interview Pribadi (Individual Conference)
Interview pribadi adalah pembicaraan yang dilakukan oleh seorang supervisor dengan seorang guru di luar jam kelas tentang proses mengajar yang dilakukan guru. Melakukan tukar pikiran, diskusi, dan pemecahan masalah.
Interview ini dilakukan oleh seorang supervisor kepada guru dengan tujuan memberikan kemungkinan pertumbuhan jabatan guru melalui pemecahan kesulitan yang dihadapi. mengembangka perihal mengajar yang lebih baik. Memperbaiki segala kelemahan dan kekurangan pada diri guru. dan menghilangkan atau menghindari segala prasangka.[17]
Melakukan pertemuan secara individual bagi seorang supervisor dengan guru akan memberikan kesan positif pada diri guru. Karena apa yang dilakukan oleh supervisor tidak hanya sekedar melakukan penyalahan kepada guru, tapi ada usaha dialog terbuka sehingga kesulitan-kesulitan dalam mengajar dapat diperbaiki, atau jika supervisor melakukan kesalahan masukan, dapat didiskusikan oleh guru.
Pertemuan individu dengan guru dapat dilakukan di luar jam pelajaran guru yang bersangkutan di dalam kelas atau di luar kelas. Swearingen (1961) dalam Prasojo (2011) mengklasifikasikan empat jenis pertemuan individual yaitu:
a)      Classroom-comference, yaitu percakapan individual yang dilaksanakan di dalam kelas ketika para peserta didik sedang meninggalkan kelas (istirahat).
b)      Office-comference, yaitu percakapan individual yang dilaksanakan di ruang kepala sekolah atau ruang guru, di mana sudah dilengkapi dengan alat-alat bantu yang dapat digunakan untuk memberikan penjelasan pada guru.
c)      Causal-conference, yaitu percakapan individual yang bersifat informal, yaitu dilaksankan secara kebetulan bertemu dengan guru.
d)     Observational visitation, yaitu percakapan individual yang dilaksanakan setelah supervisor melakukan kunjungan kelas atau observasi kelas.[18]
Hubungan baik dan dekat dengan guru sangat diperlukan oleh seorang supervisor agar guru dapat berkomunikasi dengan baik. Pembicaraan tidak akan berjalan dengan baik bila seorang supervisor tidak bersahabat dalam proses komunikasi. Jarak antara supervisor dan guru harus dihilangkan, sehingga tidak terkesan antara atasan dan bawahan, tapi bagaimana situasi seperti persahabatan dan hubungan kawan. Untuk itu supervisor tidak mendominasi dalam pembicaraan, memulai pembicaraan dengan hal-hal yang positif pada guru, ciptakan situasi dan kondisi yang dapat membuat guru mau dan berani untuk menganalisis dan mengevaluasi hasil pekerjaannya sendiri, dan supervisor memposisikan dirinya sebagai kolega bukan sebagai atasan guru.[19]
e.       Supervisi Melibatkan Siswa (Student Supervision)
Supervisi ini adalah supervisi dengan memanfaatkan beberapa orang siswa untuk menilai secara diam-diam tentang perilaku guru yang mengajar di kelas tempat para siswa itu belajar. Penentuan siswa yang menjadi supervisor dilakukan oleh supervisor setelah melakukan konsultasi dengan kepala sekolah atau wakil kepala sekolah yang membidangi kurikulum. Dan harus dapat dipastikan bahwa siswa yang ditugasi untuk mensupervisi secara diam-diam dapat melakukan tugasnya dengan baik.
Teknik supervisi yang dilakukan oleh siswa adalah dengan hanya melakukan check list pada lembaran yang sudah disediakan oleh supervisor, tidak dengan tulisan atau kata-kata, karena keterbatasan mereka menangkap dan menialai secara oral kepada guru. Sehingga pembuatan check list juga harus baik dan dapat dimengerti oleh siswa yang mensupervisi.
Ada beberapa langkah yang dilakukan dalam melakukan proses supervisi memanfaatkan jasa siswa antara lain:
a)      Mula-mula supervisor menentukan guru yang akan disupervisi.
b)      Kemudian supervisor membuat alat-alat observasi yang berbentuk cek atau skala penilaian. Alat ini digandakan sebanyak siswa yang akan dimintai bantuan.
c)      Dua atau tiga siswa yang dipercaya oleh supervisor dipanggil dan diminta bantuan menuliskan hasil pengamtannya terhadap perilaku gurunya sendiri ketika mengajar dalam kelas.
d)     Supervisor berpesan kepada siswa-siswa ini agar kerjanya dilakukan secara diam-diam supaya tidak diketahui oleh teman-teman yang lain dan guruny, termasuk pada hari-hari berikutnya tetap dirahasiakan kepada siapa pun.
e)      Supervisi dilaksanakan di dalam kelas.
f)       Hasil pengamatan siswa diserahkan kepada supervisor segera setelah selesai mengobservasi guru.
g)      Supervisor memeriksa dan menilai data itu. Kalau cara kerja guru dipandang sudah relatif baik, maka supervisi selesai sampai di sini.
h)      Tetapi kalau guru dipandang masih perlu perbaikan, maka dengan cara tertentu supervisor memanggil guru tersebut dengan mengatakan ada informasi tentang dirinya yang perlu dibicarakan. Pertemuan balikan akan terjadi, membahas informasi tadi.
i)        Penguatan dilakukan terhadap perilaku-perilaku positif yang ditunjukkan guru.
j)        Kalau guru dan supervisor memandang perlu ada tindak lanjut sebab masih ada yang patut dieprbaiki, maka tindak lanjut pun disepakati.[20]
Dengan supervisi ini, maka guru akan bertindak secara alami sebagaimana ia mengajar pada hari-hari biasa. Dengan itu supervisor dapat melakukan penilaian yang obyektif kepada guru yang bersangkutan. Namun di sisi lain, karena siswa yang diberikan kepercayaan untuk melakukan penilaian, kemungkinan besar untuk menceritakannya kepada teman lainnya di sekolah atau di luar sekolah. Dan ini akan memberikan reputasi yang kurang baik bagi guru yang bersangkutan jika cara mengajarnya tidak baik. Oleh karena itu, pelibatan siswa ini lebih baik tidak dilakukan di tingkat sekolah dasar dan menengah pertama. Akan lebih baik dilakukan pada siswa/siswi kelas menengah umum, karena dianggap sudah dapat berpikir lebih matang dan dewasa.

f.       Rapat Guru (Rapat Supervisi)
Seorang supervisor juga dapat memanfaatkan moment rapat guru dan staf sekolah untuk melakukan supervisi pada setiap individu guru sebagai sebuah masukan yang membangun bagi sekolah. Rapat guru dapat dimanfaatkan karena keberadaannya yang sangat baik dalam forum, tidak hanya sebagai sebuah ajang penyalahan atau menjustifikasi guru tertentu akan kesalahan-kesalahannya dalam mengajar, tapi juga sebagai bentuk saling tukar pikiran antara pihak sekolah dengan supervisor demi peningkatan prestasi siswa di kelas.
Rapat guru biasanya diselenggarakan secara berkala dalam setiap bulannya dan telah dijadwalkan oleh kepala sekolah. Tapi Rapat guru juga dapat dilakukan oleh pihak sekolah karena ada masalah yang dihadapi bersama oleh guru. Atau dapat juga rapat yang diselenggarakan oleh supervisor untuk membahas masalah-masalah yang menyangkut usaha perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan pada umumnya dan mutu pengajaran pada khususnya.[21]
Rapat guru yang diselenggarankan sekolah dapat berupa rapat administratif dan rapat supervisi. Rapat administratif, yaitu suatu rapat yang diadakan dengan tujuan untuk membicarakan masalah-masalah yang menyangkut aspek-aspek administrasi sekolah. Sedangkan rapat supervisi, yaitu jenis rapat yang berkenaan dengan aspek pembinaan situasi belajar-mengajar secara keseluruhan, baik antara pimpinan dan guru-guru, maupun yang diikuti oleh seluruh staf.[22]Dan rapat supervisi inilah yang diinginkan, walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa setiap rapat guru juga rapat tentang administrasi dengan alasan waktu dan efisensi. Tapi bukan menjadi masalah, asalkan esensi dari perbaikan mutu pengajaran di tidak terlupakan dengan masalah-masalah administratif.
Namun kemudian rapat guru bukan hanya sebagai ajang pertarungan ide dan usulan, tapi mengaplikasikannya di lapangan jauh lebih penting. Di sinilah peran dan fungsi kepala sekolah untuk memberikan kontrol dan terutama wakil kepada sekolah bidang kurikulum untuk melakukan pemantauan terhadap hasil kesepakatan rapat. Sedangkan supervisor hanya sebatas memberikan masukan, bukan sebagai pelaksana keputusan, ia hanya memantau perkembangan dari hasil kesepakatan rapat, baik masukan dari segala kekurangan guru atau hal-hal pengembangan metode pengajaran dan media pengajaran yang akan dieprgunakan.
Atas dasar kesepakatan rapat supervisor dapat menajdikannya sebagai patokan, sejauh mana komitmen guru dalam melakukan apa yang menjadi keputusan dan komitmen sekolah untuk menjalankannya. Guru-guru yang tidak menjalankan hasil keputusan dapat diberikan teguran ingatan, agar mereka mematuhinya.
Hal penting yang harus diperhatikan adalah, guru-guru yang menjadi bagian dari masalah harus dipastikan menghadiri rapat, agar mereka mengerti apa yang harus dilakukan. Tentu masalah-masalah tersebut dari hasil catatan-catatan kepala sekolah dan supervisor selama melakukan pengawasan. Karena jika guru yang menjadi bagian dari masalah tidak hadir dan tetap rapat dilaksanakan, akan mendatangkan masalah baru bagi sekolah dan akan merugikan siswa/siswi.
g.      Supervisi Sistem CCTV
Perkembangan zaman terutama masalah peralatan elektronik semakin berkembang pesat. Dunia pendidikan pun terpengaruh oleh pengaruh-pengaruh tersebut. Dalam proses belajar mengajar, media pengajaran menjadi sangat penting, tidak hanya media yang manual saja, tapi yang elektrik sudah berkembang dengan pesarnya, seperti komputer, papan tulis digital, LCD Proyektor dan lain sebagainya.
Melakukan supervisi dengan sistem CCTV adalah memanfaatkan peralatan elektronik CCTV untuk melakukan pemantauan terhadap guru yang mengajar di kelas, situasi kelas, situasi sekolah, efektivitas belajar, keamanaan, kebersihan, dan lain sebagainya. Namun secara khusus dalam masalah supervisi guru, maka yang menjadi pengamatan khusus adalah suasana kelas di mana guru sedang mengajar.
CCTV adalah kamera control yang pasang di tempat-tempat tertentu untuk mengawasi keadaan tertentu. Dalam konteks pendidikan, maka kamera CCTV dipasang dan diletakkan di dalam ruangan sekolah, diketahui atau tidak oleh guru dan siswa. Kamera akan mengawasi selama proses belajar mengajar dilaksanakan. dan dapat merekam kegiatan yang sifatnya dibutuhkan oleh sekolah sebagai sebuah penialian, seperti melakukan penialaian terhadap cara mengajar guru.
Supervisi dengan memanfaatkan kamera CCTV sangat baik dan memungkinkan dapat melihat setting alami guru dalam mengajar. Sehingga data-data valid guru yang mengajar dapat dipertanggungjawabkan dengan baik. Cara seperti ini di samping dapat melihat langsung setiap person dari guru, juga dapat melihat mengajar guru secara keseluruhan. Melakukan penilaian langsung dan sekligus melakukan observasi pada setiap guru. Secara waktu dan tenaga akan sedikit menghemat, dari pada harus keliling kelas, atau berada di kelas langsung memperhatikan guru yang mengajar.
Namun yang menjadi permasalahan dengan supervisi CCTV ini adalah sumber daya manusia yang kurang dalam proses aplikasinya. Bukan karena tidak ada sumber daya, tapi kadang kala sekolah lebih mementingkan lapangan basket ketimbang penunjang pendidikan yang lebih penting.

Supervisi Tidak Langsung
Yang dimaksud pendekatan tidak langsung (non-direktif) adalah cara pendekatan terhadap permasalahan yang sifatnya tidak langsung. Jika pada supervisi langsung khusus kepada guru perseorangan, sedang bantuan kepada sekolah melalui pertemuan dengan kelompok guru-gurunya disebut dengan sueprvisi tidak langsung. [23]Supervisi tidak langsung juga lebih mengenai kegitan sekolah secara keseluruhan dan mengenai pekerjaan mengajar, staf pengajar sebagai kelompok, di mana tiap guru mempunyai tugas bagian dari keseluruhan tugas pekerjaan bersama.[24]
Perilaku supervisor tidak secara langsung menunjukkan permasalahan, tapi ia terlebih dulu mendengarkan secara aktif apa yang dikemukakan guru-guru. Ia memberi kesempatan sebanyak mungkin kepada guru untuk mengemukakan permasalahan yang mereka alami. Pendekatan non-direktif berdasarkan pemahaman terhadap psikologi humanistik.
 Psikologi Humanistik sangat menghargai orang yang akan dibantu. Oleh karena pribadi guru yang dibina begitu dihormati, maka ia lebih banyak mendengarkan permasalahan yang dihadapi guru-guru. Guru mengemukakan masalah, Supervisor mencoba mendengarkan, memahami apa yang dialami guru-guru. Perilaku supervisor dalam pendekatan non-direktif adalah seperti: mendengarkan, memberi penguatan, menjelaskan, menyajikan, memecahkan masalah.[25]
Dalam supervisi tidak langsung seorang supervisor dapat memanfaatkan beberapa kesempatan dan media, yang memungkin ia dapat melakukan supervisi dengan tepat dan terarah. Di antara cara yang dapat ditempuh oleh supervisor adalah:
a.       Perangkat Pembelajaran
Pada supervisi ini, yang disupervisi bukan orangnya tapi produknya yang dibuat oleh guru dalam bentuk perangkat pembelajaran. Penilaian ini lebih kepada penilaian yang bersifat portofolio yaitu sekumpulan sistematik tentang pekerjaan seseorang.[26]Dalam hal ini guru, maka sekumpulan pekerjaannya adalah hal-hal yang berkaitan dengan benda dan pekerjaan menjadi seorang guru.
Sebagaimana lazimnya seorang guru, maka seharusnya setiap guru membuat perangkat-perangkat pembelajaran yang terdiri dari silabus, SP dan RPP. Dalam perangkat-perangkat ini akan tergambar seperti apa guru akan melakukan proses belajar mengajar. Dari pertemuan setiap tatap muka, sampai untuk pertemuan-pertemuan berikutnya. sebenarnya banyak perangkat yang harus dipersiapkan oleh seorang guru antara lain. 1). Silabus, walapun sudah ada dan di forum MGMP, alangkah baiknya dikembangkan sesuai dengan kearifan lokal daerah masing-masing. 2). Program Tahunan, 3). Program Semester 4). Rencana Pelaksanaan 5). Rencana Pelaksanaan Harian 6). Catatan Hambatan Belajar Siswa. 7). Analisis KKM. Analisis ini digunakan untuk menghitung KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang akan ditetapkan pihak sekolah, biasanya pelajaran yang satu dengan lainnya tidak sama, 8). Kisi-kisi Soal. Kisi-kisi dibuat sebelum menyusun soal, sehingga soal sesuai dengan Kompetensi dasar maupun Standar Kompetensi yang ingin dicapai 9). Soal-soal Ulangan. Soal dibuat dengan sebaik-baiknya dengan mengacu Kisi-kisi soal 10). Analisis Butir Soal,  11). Analisis Hasil Ulangan. 12). Laporan Penilaian Akhlak Mulia dan Kepribadian Siswa dan lain sebagainya.
Dengan perangkat pembelajaran maupun penilaian lainnya yang dibuat oleh guru pada setiap mata pelajaran, seorang supervisor dapat melakukan penilaian terhadap setiap individu guru tentang proses belajar mengajar yang akan mereka lakukan. Dari perangkat ini seorang supervisor dapat menjadikannya sebagai acuan untuk melihat dengan nyata apa yang akan dilakukan oleh seorang guru di dalam kelas.
Karena proses ini adalah proses yang kontinyu, maka supervisor dalam menilai dengan baik guru yang membuat perangkat pembelajaran dengan hanya copy paste (mencontek), yang hanya dilakukan untuk memenuhi persyaratan saja. Supervisor dapat membandingkan pekerjaan satu guru dengan guru lainnya, dari proses yang akan dilakukan, metode, sumber, gaya, sampai pada bahasa kalimat yang dipergunakan. Begitu juga dapat dijadikan sebagai penilaian perkembangan pengetahuan guru dan kreativitas guru dalam setiap semester atau setiap tahun. Apakah ada perubahan dalam perangkat pembelajarannya, terkait dengan sumber dan metode atau sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Jika ada perbedaan, maka ada usaha dari seorang guru untuk melakukan perbaikan dan peningkatan dalam proses pembelajaran, tapi jika sama dari tahun ke tahun, maka dapat dijadikan sebagai sebuah penilaian bahwa guru yang bersangkutan tidak bisa melakukan inovasi dan kreativitas lebih baik untuk prestasi siswa.
Penilaian tidak hanya dilakukan dengan memeriksa hard copydari guru, dengan melakukan pemeriksaan soft copy dapat memberikan efesiensi dalam menialai pekerjaan guru. Apalagi sistem digital sudah berkembang dengan pesat, terutama personal computer (PC) atau laptop/netbook. Akan sangat baik bila mempunyai sistem program yang dapat melacak sistem plagiasme atau hanya copy paste dari milik guru lainnya.
b.      Pertemuan MGMP/PKG
Keberadaan organisasi guru pada satu bidang mata pelajaran memberikan sumbangsih sangat besar bagi guru. Karena dalam organisasi semua guru dengan salah satu bidang pelajaran dapat melakukan inovasi bersama dalam pembelajaran atau melakukan rembug bersama terhadap masalah-masalah yang berkaitan pelajaran tersebut.
Di sini guru-guru dalam mata pelajaran sejenis berkumpul bersama untuk mempelajari suatu masalah atau sejumlah bahan pelajaran. Masalah-masalah yang dibicarakan dapat dilakukan mapping terlebih dahulu dari setiap guru, kemudian prioritas masalah dibicarakan, didiskusikan, dan dirembug bersama untuk mencari jalan keluar. Ataupun ada inovasi pembelajaran terbaru dari seorang guru dan berhasil dilakukan, dapat menjadi sumbangsih bagi guru lain untuk menerapkannya di sekolah masing-masing.
Saat ini perkumpulan guru-guru untuk tingkat dasar, karena mereka kebayakan adalah guru kelas, tidak membidangi satu mata pelajaran saja, tergabung dalam Pusat kegiatan guru (PKG). Sedangkan untuk guru-guru tingkat sekolah/madrasah tsanawiyah/SMP sampai Aliyah/SMA tegabung dalam musyawarah guru mata pelajaran (MGMP).
Karena perkumpulan ini secara khusus membidangi satu mata pelajaran, maka sangat baik bagi guru untuk melakukan sharing pengalaman mengajar. Dan kesamaan materi menuntut kesamaan metode dan teknik dalam penyampaiannya, hanya kemudian respon siswa yang berbeda-beda, di sinilah yang perlu menjadi bahan diskusi. Guru tidak akan sungkan untuk mempertanyakan metode yang ia pergunakan benar atau tidak kepada guru lainnya atau di dalam forum. Atau paling rendah, guru yang mengerti beberapa metode saja dalam menyampaikan materi mendapatkan pengayaan dan tambahan ilmu dari sesama guru bidang studi.
Pada forum ini juga, sebagai bahan evaluasi bagi ketua perkumpulan untuk memantau perkembangan anggota MGMP dalam melakukan proses belajar mengajar. Kegiatan ini secara tidak langsung telah memberikan kontribusi bagi perbaikan pengajaran dan pendidikan dan mempermudah pekerjaan supervisor, tidak harus turun ke lapangan pada semua sekolah yang menjadi areal tanggungjawabnya. Maka ia pun cukup hanya melakukan observasi terus menerus untuk menjaga kualitas dari proses belajar mengajar yang dilakukan oleh seorang guru. Kalaupun terjadi masalah, maka supervisor dapat juga menyerahkan pembinaan kepada forum MGMP.
c.       Lokakarya ( Workshop)
Sebenarnya ada beberapa diskusi ilmiah yang hampir sama dengan lokakarya atau workshop, tapi penekanannya saja yang berbeda. Lokakarya (workshop) sendiri  adalah suatu usaha untuk mengembangkan  kesanggupan berpikir dan bekerja bersama-sama, baik mengenai masalah-masalah teoritis maupun praktis degan maksud untuk meningkatkan kulitas hidup pada umumnya dan kualitas profesional  pada khususnya.[27]
Workshop ini dilakukan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan dari guru sendiri untuk mengembangkan profesi dan keahliannya dalam bidang pengajaran. Di mana dalam workshop dikendalikan oleh orang-orang ahli dalam bidangnya untuk memberikan pemecahan masalah, terutama dalam pendidikan dan pengajaran. Di sini supervisor tidak terlibat secara langsung maupun tidak langsung, karena tidak dapat melakukan intervensi terhadap temu ilmiah ini.
Ada beberapa ciri dari lokakarya (workshop) ini, yaitu masalah yang dibahas dalam lokakarya bersifat life centered dan muncul dari peserta sendiri. Selalu menggunakan sejauh mungkin aktivitas mental dan fisik agar tercapai taraf pertumbuhan profesi lebih tinggi dan lebih baik dari semula. Cara yang digunakan adalah metode pemecahan masala, musyawarah, dan penyelidikan. Musyawarah kelompok diadakan menurut kebutuhan. Menggunakan resource person dan resource materials yang memberikan bantuan guna mencapai hasil yang sebaik-baiknya. Senantiasa memelihara kehidupan yang seimbang di samping memperkembangkan pengetahuan, kecakapan, perubahan tingkah laku, dan kesempatan untuk bervariasi seperti melakukan tamasya untuk menambah pengalaman, dan lain-lain.[28]
Melalui lokakarya (workshop) ini guru dapat mengetahui permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam dunia pendidikan terutama pengajaran, baik dari guru lain maupun hasil pemikiran dia tentang metode mengajar yang selama ini dipraktekkan. Dengan itu, guru akan terpacu untuk mengembangkan diri dan berangkat dari kesadaran diri akan tugas-tugasnya sebagai seorang guru. Tidak hanya sekedar berada di kelas untuk menghilangkan tanggung jawab atau mengajar hanya sekedarnya untuk menghabiskan waktu dan jam pelajaran.
d.      Penialian diri sendiri
Melakukan evaluasi atau penilaian terhadap diri sendiri adalah hal yang jarang dan sangat sudah untuk dilakukan seseorang. Di mana sifatnya memang sangat subyektif, guru sangat susah menilai diri dengan obyektif terutama mengenai kekurangan-kekurangannya dalam mengajar, apalagi kekeurangan itu menjadi point tersendiri bagi perkembangan karirnya sebagai guru.
Penilaian diri dalam kontek sekolah memang jarang terdengar dan mungkin tidak pernah dilakukan. berbeda dengan di tingkat perguruan tinggi, ada evaluasi diri walaupun itu dalam tingkat universitas, fakultas, atau program studi. Sedangkan secara khusus bagi dosen yang sertifikasi ada evaluasi diri sebagai sebuah perbandingan dengan penilaian orang-orang yang ada disekitarnya.
Cara menilai diri sendiri sebenarnya untuk memberikan gambaran jelas dan sebagai sebuah perbandingan antara penilaian yang dilakukan oleh supervisor secara langsung dengan penilaian guru terhadap dirinya sendiri. Dan ada beberapa tipe dan alat yang dapat dipergunakan dalam penialian ini antra lain;
a)      Suatu daftar pandangan/pendapat yang disampaikan kepada murid-murid yang menilai pekerjaan atau suatu aktivitas. Biasanya disusun dalam bentuk bertanya, baik secara tertutup maupun secara terbuka dan tidak perlu memakai nama.
b)      Menganalisa test-test terhadap unit-unit kerja.
c)      Mencatat aktivitas murid-murid dalam suatu  catatan ( record), baik mereka bekerja secara perseorangan mupun secara kelompok. seperti self evaluation check list dan analisanya.[29]
Melakukan evaluasi dan penilaian terhadap diri guru sendiri adalah sikap memberikan kepercayaan kepada mereka dalam mengembangkan potensi dan kreativitas mereka dalam usaha meningkatkan prestasi belajar siswa. Karena dengan itu, mereka akan terpacu untuk melakukan eksperimen-eksperimen baru dalam pembelajaran, peningkatan kualitas siswa dan prestasi siswa dalam bidang pelajaran yang berbeda-beda. Karena perbedaan sifat dan daya nalar siswa yang berbeda-beda pada setiap mata pelajaran, maka cara yang ditempuh pun berbeda.
Cara supervisi ini sebenarnya sangat akan memudahkan bagi supervisor dalam menilai guru dengan keterbatasan tenaga yang dimiliki untuk mengawasi. Guru diberikan untuk menialai diri dengan menulis dan menceritakan semua aktivitas dan kegiatan yang ia lakukan dalam upaya peningkatan kualitas prestasi peserta didik, usaha-usaha apa yang pernah ia lakukan, bagaimana ia melakukannya, siapa saja yang ia libatkan. Dalam proses belajar mengajar apakah disenangi oleh siswa atau tidak?, metode yang digunakan, media yang sering digunakan. Dari tulisan ini kemudian supervisor dapat melakukan perbandingan dengan hasil observasi atau hasil dari siswa yang ia pakai untuk menilai. Jika apa yang dinilai benar atau mendekati kebenaran, maka supervisor harus tetap mensuport dan memberikan guru tersebut mengembangkan diri dengan cara seperti itu dan bila memungkinkan supervisor memfasilitasi untuk pengembangan tingkat lebih tinggi lagi.
e.       Laporan Kegiatan Belajar mengajar
Membuat laporan kegiatan belajar mengajar termasuk supervisi secara tidak langsung, di mana supervisor dan kepala sekolah dapat melakukan penilaian terhadap guru tertentu dengan laporan-laporan perkembangan proses belajar mengajar yang ia lakukan. Laporan dapat berupa laporan utuh atau dalam bentuk tulisan-tulisan yang mencerminkan kegiatan yang pernah ia lakukan.
Sekolah dapat menyediakan sarana dan prasarana seperti buletin sekolah, di mana guru menulis segala sesuatu yang berkaitan dengan proses belajar mengajar. Prestasi-prestasi yang sudah dicapai dalam mengajar di kelas atau masalah-masalah yang sering dihadapi dari kalangan siswa. Dengan itu memungkinkan ada masukan dari pihak-pihak sekolah dan orang-orang yang berkepentingan dengan sekolah tersebut. Dari tulisan-tulisan ini supervisor dapat menilai, sejauh mana para guru mengembangkan potensinya dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Prestasi tersebut tidak hanya sekedar prestasi dalam bidang kognitif saja, bisa apektif dan psikomotorik siswa/siswi.
Atau sekolah dapat menyediakan fasilitas di website sekolah dengan menyediakan blog bagi setiap guru bidang studi. Melalui blog tersebut mereka dapat menulis segala sesuatu yang berkaitan dengan pegembangan potensi siswa atau potensi guru sendiri. Di sini juga guru dalam melakukan interaksi bertukar pengalaman dengan guru lainnya atau dengan supervisor sendiri.
Cara seperti ini ditempuh agar guru yang bersangkutan tidak terjebak pada status guru hanya di sekolah saja. Tapi bagaimana mereka juga di luar sekolah dapat mempresntsikan diri sebagai pendidik. Karena proses pendidikan bukanlah proses sebab akibat, tapi proses interaksi simbolik yang melekat pada dirinya secara utuh, tidak berbeda-beda. Seperti pada pagi hari menjadi guru, di siang hari menjadi tukang ojek, sopir, bussines man, atau lain sebagainya. Karena bisa jadi, pekerjaan guru yang dilakoninya bisa hanya menjadi sebatas melepas tanggungjawab dan fokus pada pekerjaan lainnya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa guru di luar sekolah mereka harus melakukan persiapan-persiapan untuk mengajar untuk hari berikutnya dan melakukan analisis-analisis khusus berkaitan dengan siswa/siswi yang membutuhkan bantuan secara khusus. Bagaimana dapat melakukan profesinya sebagai guru dengan fokus kalau waktu di luar waktu mengajar tidak dipergunakan untuk kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan potensi dirinya dan siswa/siswi, tapi dengan kegiatan lain dan habis untuk itu.


APLIKASI MODEL SUPERVISI
Di atas telah dijabarkan panjang lebar mengenai teknik supervisi langsung dan tidak langsung yang sebenarnya juga masuk dalam kategori supervisi individu dan supervisi kelompok. Tapi melihat kebutuhan khusus dari guru, diperlukan kiranya pendekatan secara langsung dan tidak langsung untuk menunjang peningkatan kualitas pengajaran guru. Jika di atas lebih banyak bersifat teoritik maka pada aplikasi model supervisi akan melihat pada posisi apa, di mana, dan bagaimana supervisi langsung dan tidak langsung diterapkan kepada guru. Mengingat keragaman dari cara, pribadi, sifat, metode, dan pendekatan yang dilakukan guru terhadap siswa. Agar supervisi yang dilakukan tidak terkesan asal-asalan dan hanya memenuhi tugas pelaporan kepada atasan saja.
Aplikasi pendekatan supervisi yang akan dibahas berikut adalah sesuai dengan karakter keseharian guru dalam ruang lingkup sekolah dan kelas, pada saat melakukan proses belajar mengajar.
1.      Guru dengan Komitmen Rendah dan Abstraksi Rendah
Tidak semua guru yang mengajar mempunyai visi dan misi yang sama. Setiap guru mempunyai cara dan tujuan yang berbeda-beda dalam proses transfer ilmu kepada siswa/siswi. Walapun secara umum tujuan yang ingin dicapai oleh sekolah sudah jelas dan arah yang pasti.
Di lapangan ada guru yang dalam kesehariannya mempunyai komitmen sangat rendah Ini terlihat dari jarangnya masuk ke sekolah, baik pada jam mengajar maupun tidak mengajar. Kasus-kasus tersebut sering dijumpai pada sekolah-sekolah negeri maupun swasta. Untuk sekolah swasta dengan komitmen lembaga yang rendah akan membuat para guru juga mempunyai komitmen yang rendah. Sehingga banyak sekali guru yang masuk sekolah seenaknya saja, kapan saja ia bisa masuk sekolah, saat itu saja ia masuk. Kalaupun setiap hari masuk sekolah tapi selalu telat waktu. Berbeda sedikit dengan sekolah negeri, karena ikatan dinas biasanya mempunyai komitmen yang lebih baik daripada sekolah swasta. Tapi tidak menutup kemungkinan ada beberapa guru di sekolah negeri yang mempunyai komitmen rendah. Biasanya keadaan ini terjadi pada saat seorang guru merasa diri senior di antara guru-guru lainnya. Menganggap tidak akan guru lain yang berani menegur, sehingga di luar itu ia merasa sibuk dengan pekerjaan lain selain pekerjaan mengajar. Atau tidak menutup kemungkinan pada guru bukan senior, karena alasan tertentu ia jarang sekali masuk atau selalu telat masuk sekolah. Pada kasus seperti ini maka ini menjadi masalah besar bagi sekolah, karena akan merusak tatanan dan aturan sekolah sendiri.
Atau komitmen yang rendah sering diperlihatkan dengan tidak ada keinginan yang kuat untuk mengembangkan diri, siswa, dan sekolah. Ia hanya sekedar masuk untuk memenhui tanggung jawab atau hanya sekedar absen untuk mendapatkan tunjangan lauk pauk saja, dan itu dengan mengambil waktu paling minimal dan bukan waktu maksimal. Setelah beberapa jam berada di sekolah, maka dianggap cukup kehadirannya, setelah itu pulang melakukan kegiatan lain di luar profesinya sebagai guru.
Dengan komitmen rendah kemudian ditambah dengan abstraksi rendah. Jarang masuk sekolah dan mengajar pada saat jam pelajarannya, di kelas pun ia sangat jarang memberikan pelajaran sesuai dengan bidang studinya. Waktu belajar lebih banyak diisi dengan cerita, membicakan hal-hal tidak penting, mengisi waktu mengajar tidak penuh hanya paruh waktu saja dengan alasan sibuk atau melakukan tugas dari sekolah atau tugas rumah atau bahkan tugas negara. Ia hanya masuk ke ruangan kelas hanya sekedar untuk menggugurkan kewajiban saja sebagai seorang guru. Siswa ditinggalkan dengan menyuruh mereka menulis beberapa paragraf materi atau mengerjakan soal-soal di dalam buku pelajaran, bahkan lebih parah membiarkan siswa tidur dan menganggur asalkan mereka tidak keluar dari ruangan kelas. Atau paling maksimal hanya melakukan standar mengajar secara konvensional, tidak pernah mampu mengembangkan diri, apalagi siswa yang diajarkan. Ia mengajar dengan jalan lurur saja, tidak mau berusaha lebih, merasa cukup dengan apa yang ada di dalam buku pelajaran semata.
Pada kasus ini, maka supervisor harus bertindak tegas dengan memberikan teguran kepada guru yang bersangkutan. Tidak mengenal guru baru atau lama, yunior maupun senior. Supervisi yang harus dilakukan oleh supervsor adalah dengan melakukan supervisi langsung tidak dengan sueprvisi tidak langsung, karena ia akan merasa aman dan seenaknya dalam melakukan sesuatu, terutama pada proses belajar mengajar.
Supervisi langsung yang dipakai oleh supervisor pada guru model seperti ini adalah dengan melakukan supervisi langsung ke dalam kelas. Supervisor dapat mempertanyakan semua kelengakapan perangkat pembelajaran pada saat itu sebelum dimulai proses belajar mengajar, atau menayakan kelengkapan apa yang akan dipakai untuk menjelaskan pelajaran pada hari itu. Kalau guru yang bersangkutan tidak membawa apa-apa, bahkan buku pelajaran saja tidak dibawa, hanya bawa pakaian dan badan saja, maka bisa diapstikan guru tersebut tidak mempunyai kesiapan sama sekali untuk mengajar. Kalaupun akan mengajar, maka akan hanya diisi dengan hal-hal yang tidak penting. Supervisor tidak boleh bosan untuk membimbing di samping berkonsultasi dengan kepala sekolah. Karena itu menjadi tanggung jawabnya yang ia juga mempertanggujawabkannya ke atasan.Bimbingan guru seperti ini harus lebih intesnif agar bisa memulihkan komitmen dan abstraksinya.
Jika pada  waktu tertentu tidak ada perubahan, maka supervisor dapat memberikan saran kepada kepala sekolah untuk mengistirahatkan sementara waktu untuk mencari tahu permasalan yang dihadapi oleh guru tersebut. Supervisor kemudian mengambil langkah untuk diskusi empat mata dengan guru yang bersangkutan. Membicarakan masalah-masalah yang ia hadapi dan perilaku-perilaku non-kependidikan yang ia tampakkan selama ini. Mengapa ia melakukan hal tersebut?, supervisor dapat melakukan bimbingan secara intensif. Jika permasalahan sudah didapatkan, dan kemugkinan dapat diatasi oleh sueprvisor, maka secara bertahap diberikan kesempatan untuk mengembangkan diri lagi.
Akan tetapi yang menjadi masalah, pada kasus seperti ini biasanya terjadi bukan pada guru baru, tapi kebanyakan pada guru lama dan merasa lebih senior dari guru lainnya. Maka di sini dibutuhkan seorang supervisor yang dapat mengimbangi guru-guru bermasalah tersebut. Mereka merasa bahwa mengajar tidak memberikan prestesius terhadap karir mereka sebagai guru, atau merasa diri dan berkata dalam diri,”masa kok saya masih ngajar anak kecil”. Atau mereka dengan titel akademik yang sudah tinggi dan merasa enggan untuk mengajar lagi. Apalagi mereka mengajar di sekolah dasar, maka akan merasa sedikit lucu dengan gelar master masih menjadi guru kelas. Ini kemudian sering berulah dan membuat sekolah menjadi sudah mengatasinya termasuk supervisor.
2.      Guru dengan Komitmen Rendah dan Abstraksi Tinggi
Berbeda dengan guru yang mempunyai komitmen Rendah dan Abstraksi Tinggi, di mana terhadap tugas sebagai seorang guru tidak terlalu menjadi perhatian besarnya. Tugas dan fungsinya sebagai seorang guru dianggap sebagai bahagian yang tidak terlalu penting baginya, karena mengajar atau tidak mengajar murid masih tetap bisa dan lulus. Tapi itu berlaku untuk dirinya sendiri, tapi pada dasarnya ia mempunyai kemampuan yang baik untuk mengembangkan diri dan siswa, ia pun dapat melakukan inovasi-inovasi yang baik dalam pembelajaran, hanya saja semangat untuk mengajar tidak baik, hadir ke kelas pun sangat jarang.
Guru seperti ini sebenarnya mempunyai potensi baik jika dikembangkan, hanya saja terkadang ia tidak mau berusaha untuk melakukannya. Bisa jadi karena keinginannya yang ideal untuk pengembangan prestasi akademik tidak diakmodir oleh sekolah menjadikannya acuh dengan proses belajar mengajar. Kalaupun ia masuk untuk mengajar maka hanya sebatas masuk untuk mengajar, di luar itu ia tidak mau tahu seperti apa prestasi siswa dan sekolah. yang terpenting kewajibannya sebagai guru memberikan materi pelajaran dengan baik dan hasil siswa pada mata pelajarannya baik diikuti oleh siswa serta nilai mereka baik, serta mengerjakan tugas-tugas yang diberikan, cukup baginya sebagai sebuah prestasi dalam mengajar.
Atau bisa saja pada guru seperti ini menunjukkan sikap, ia sangat mempunyai keinginan dalam mengembangkan prestasi siswa dan sekolah dalam bidang akademik. Bagaimana membangun sekolah yang bermutu?, proses pembelajaran yang efektif, manajemen sekolah yang baik, bagaimana mencetak siswa dengan prestasi bagus?, kegiatan-kegiatan sekolah dan siswa, dan lain sebagainya. Tapi itu hanya sebatas ide dan gagasan saja, pada saat diminta untuk merealisasikannya tidak dapat melakukannya sama sekali, bahkan sering terkesan tidak mempunyai kemampuan untuk merealisasikannya.
Jika seorang supervisor menemukan keadaan seperti ini, maka supervisor dapat melakukan kolaborasi dengan menggunakan supervisi langsung dan supervisi tidak langsung. Untuk supervisi langsung dengan cara langsung ke kelas tidak akan efektif, karena sebenarnya abstraksinya bagus dalam proses belajar mengajar di dalam kelas pada kelas yang menjadi tanggungjawabnya. Supervisi langsung yang dapat dipakai adalah dengan melakukan percakapan individual dengan guru yang bersangutan.Supervisor melakukan diskusi secara pribadi dengan masalah yang dihadapi oleh guru, bukan pada tataran proses pembelajaran, tapi lebih pada komitmennya sebagai seorang guru yang tidak hanya bertanggungjawab dengan kelas yang ia ajar saja, tapi lebih luas kepentingan sekolah. Atau pada tataran lebih sempit di kelas, perlu mempertanyakan proses belajar mengajar yang ia lakukan dengan semaunya, walaupun target pembelajaran dapat dicapai. Seperti, seenaknya masuk kelas dan mengajar seenaknya, pada saat jam mengajarnya ia harus mengajar, tidak hadir dan dengan entengnya ingin bertuakar jam mengajar dengan guru lain, atau akan mengisi pada hari ini dan jam sekian.Sueprvisor harus dapat memberikan pemahaman kepada guru yang bersangkutan bahwa guru tidak hanya dia sendiri, di mana seenaknya membaut aturan sendiri dan mengajar pada jam tertentu. Semua elemen sekolah harus mengikuti aturan yang ada, karena kalau semuanya memakai aturan sendiri, maka akan hancur sistem pendidikan yang ada.
Dari diskusi tersebut, supervsor dapat memberikan pandangan yang lebih luas dan jika memungkinkan membaut deal-deal tertentu dengan guru yang bersangkutan agar tidak hanya abstraksinya saja yang baik di kelas, tapi ia harus menjalankannya dengan aturan yang ada.
Supervisor juga dapat menggunakan rapat guru atau rapat supervisi untuk mempertegas masalah-masalah yang dihadapi oleh guru. Termasuk yang berkaitan dengan aturan-aturan yang ada, agar komitmen semua guru dapat searah dan satu langkah, sehingga apa yang diinginkan oleh sekolah dapat tercapai dengan baik dan tidak tumpang tindih.
Sedangkan dengan supervisi tidak langsung, supervisor dapat mengarahkan dengan pertemuan MGMP/PKG.  Di mana dalam forum ini, ia dapat mengetahui bagaimana guru lain dari sekolah lain melakukan inovasi dalam peningkatan prestasi sekolah dan siswa serta bagaimana melakukannya dan merealisasikannya. Pertukaran informasi tersebut dapat menjadi dasar perubahan bagi seorang guru, tidak hanya sekedar membuat ide dan gagasan, tapi bagaimana melakukannya dalam tindakan nyata. Seperti siswa tidak hanya sekedar mampu dalam bidang kognitif saja, tapi bidang apektif dan psikomotorik juga. Jika guru hanya menjejali siswa dengan kognitif, memang nilai ujian mereka bagus, dan guru dianggap sudah mampu untuk dan berhasil. Tapi siswa-siswa tersebut tidak mempunyai sikap afektif dan psikomotorik yang bagus. Bisa bagaimana ia mempraktekkan ilmu yang didapatkan atau yang paling penting nilai yang dapat ditangkap dari pelajaran yang ia pelajari.
Dalam bentuk yang sama, guru juga dapat diarahkan untuk mengikuti seminar, lokakarya, workshop, dan sejenisnya yang dapat mengembangkan ide dan gagasan-gagasannya dalam bentuk aplikasi nyata, melalui pertukaran pendapat dan pengetahuan baru untuk melakukannya.
3.      Guru dengan Komitmen Tinggi dan Abstraksi Rendah
Dapat dijumpai juga dalam keseharian di sekolah seorang guru yang mempunyai komitmen tinggi tapi abstaraksinya rendah. Guru-guru dengan sifat ini biasanya lebih energik, di mana dalam masalah disiplin dijunjung sangat tinggi, bahkan waktu masuk sekolah, jam pelajaran, waktu istirahat, dan jam pulang menjadi perhatian besar. Di kelas sendiri guru seperti ini hampir tidak pernah tidak masuk dan terkenal sangat rajin, tapi itu hanya sekedar perhatian besar terhadap tugasnya saja. Tapi di sisi lain tidak terlihat inovasinya dalam proses pembelajaran. Ia mungkin hanya mencukupkan diri dengan pedoman-pedoman dalam buku dalam mengajar, tidak berusaha untuk mencari sesuatu yang lebih baik untuk meningkatkan proses belajar mengajar. Lebih parah lagi adalah dalam proses belajar mengajar, ia hadir di dalam kelas hanya sekedar untuk melepaskan tanggung jawab saja, tidak mempersiapkan bahan ajar dengan baik, materi pelajaran yang disampaikan tidak terarah dan terkesan ngawur, ngelantur kesana dan kemari sampai waktu jam pelajaran selesai.
Dalam skala yang lebih luas di sekolah, ia tidak pernah mempunyai ide dan gagasan yang baik untuk mengembangkan sekolah. Untuk menjadi sekolah yang berprestasi saja tidak tahu bagaimana dan seperti apa bentuknya. Apalagi di dalam kelas, tidak mempunyai inovasi sama seklai dalam proses belajar mengajar, bahkan metode yang paling ampuh dan populer dipakai adalah metode ceramah. Ia mampu berceramah pelajaran dari awal jam pelajaran sampai akhir pelajaran, tanpa memberikan kesempatan kepada siswa/siswi untuk bertanya. Apalagi akan mengembangkan metode pembelajaran yang menyenangkan dan efektif.
Tapi pada guru seperti ini adalah guru bertipe pekerja keras,  walaupun abstraksinya rendah. Ia mampun melakukan hal-hal yang aifatnya praktis, terutama berkaitan administrasi sekolah, kegiatan sekolah, dan hal-hal lain yang sifatnya lebih aplikatif dan bisa dilakukan dengan tanpa harus melibatkan otak untuk berpikir atau memahaminya.
Para guru tipe ini, maka yang dilakukan oleh supervisor dengan metode supervisi langsung dan tidak langsung atau melakukan kolaborasi pada hal-hal tertentu. Supervisi langsung yang dapat digunakan adalah langsung ke kelas. Karena ini berkaitan dengan abstraksinya yang rendah, maka sering terjadi pada guru seperti ini adalah tidak ada inovasi yang berarti dalam proses belajar mengajar. Lebih parah lagi adalah ia tidak fokus pada pelajaran saat mengajar, lebih banyak bercerita tentang hal-hal di luar pelajaran. Bisa berupa pengalaman-pengalamannya dalam belajar, berkunjung, study tour, dan cerita-cerita lain, yang sedikit berkaitan dengan pelajaran, tapi lebih banyak menyimpang dari pelajaran. Supervisor langsung berada di kelas memperhatikan cara mengajar guru tersebut. Mengamati dan menilai proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru tersebut. cara ini dilakukan agar, materi yang disampaikan tidak mengambang atau tidak jelas, sehingga siswa semakin kebingungan. Dengan hadis langsung di dalam kelas, maka guru seperti ini akan merasa terawasi setiap saat dan dapat membaut perangkat pembelajaran dengan baik. Walapun pada dasarnya ia juga ingin prestasi siswa/siswinya juga baik, tapi hanya sekedar memberikan dorongan dan motivasi tanpa kejelasan arah dan tujuan yang ingin dicapai. Jika tidak sesuai dengan prinsip-prinsip dalam mengajar dan tidak sesuai dengan perangkat yang ia buat, maka setelah pelajaran dapat dilakukan bimbingan dan arahan. Namun sebenarnya, tipe guru seperti ini karena ia lebih energik, sering merasa bahwa ia berada di atas dari lainnya, tak terkecuali supervisor. Oleh karena itu, supervisor harus mampu melakukan bimbingan tanpa membuatnya tersinggung atau merasa digurui dan disalahkan.
Supervisi yang dapat ditempuh secara langsung dalam guru seperti kasus ini adalah dengan teacher group suervision, di mana guru-guru di selokah yang bersangkutan diminta untuk memberikan penilaian terhadap proses mengajar guru yang akan disupervisi. Cara seperti ini biasanya lebih baik, karena tidak hanya dinilai oleh seorang sueprvisor saja. Dengan penilaian dilakukan oleh guru lain, maka sikap egois dari guru yang disupervisor dapat ditekan, sehingga dengan sendirinya ia akan dapat merubah diri dan memperbaiki proses mengajarnya di dalam kelas.
Atau supervisor dapat menggunakan supervisi siswa/siswi, jika guru yang bersangkutan dinilai tidak dapat berkembang dengan hadirnya supervisor atau guru sebaya di dalam kelas. Dengan memanfaatkan tenaga siswa, supervisor dapat melakukan penilaian dan akan didapatkan setting yang lebih alami dan dapat lebih obyektif untuk melakukan penilaian. Tapi perlu juga diketahui bahwa daya nalar siswa/siswi yang belum sempurna, sehingga sering penilaian tersebut hanya sebatas suka dan tidak suka saja. Maka kejelasan instrumen yang diberikan kepada mereka mesti diperhatikan agar penilaian tidak salah.
Sedangkan supervisi tidak langsung yang dilakukan oleh supervisor pada guru seperti ini adalah dengan supervisi perangkat pembelajaran. Karena kelemahannya pada abstraksinya, maka perangkat-perangkat yang berkaitan dengan tugas dari guru harus menjadi perhatian utama, karena biasanya guru-guru seperti ini tidak memperhatikan dengan baik masalah perangkat dan bahkan tidak pernah membuat dengan alasan sudah menguasai materi atau mengetahui tugas yang harus dilakukan. Supervisor dapat melakukan pengecekan secara bertahap dalam kurun waktu tertentu, jika tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pengajaran, maka supervisor membimbing dan mengarahkan guru yang bersangkutan.
Jika secara pribadi supervisor tidak dapat mengarahkan dengan baik proses perangkat pembelajaran yang harus dibuat, maka diarahkan ke forum MGMP/PKG. Dalam forum ini biasanya guru mendapatkan bimbingan secara sistematis oleh para ahli atau dari guru yang menjadi fasilitator. Dengan berada di dalam forum, guru akan merasa mempunyai kewajiban dan tanggung jawab yang sama, tidak seperti berada dalam bimbingan supervisor yang terkesan atasan dan bawahan. Kalau dengan forum, karena status mereka sama, maka guru akan merasa terhormat dan setara, sehingga diskusi dapat dilakukan dengan baik dan terarah.
4.      Guru dengan Komitment Tinggi dan Abstraksi Tinggi
Pada tipe guru seperti ini dengan komitmen tinggi dan abstraksi tinggi, di mana tidak hanya mempunyai komitment untuk memajukan prestasi siswa tapi ia juga mempunyai jalan keluar, ide, penjelasan, inovasi dalam proses pembelajaran. Kualifikasi guru seperti ini sangat jarang ditemukan, sudah sangat ideal dan guru dengan kompetensi sangat baik.
Dalam hal ini, maka seorang supervisor tidak perlu lagi melakukan supervisi secara langsung, tapi cukup dengan mensupervisinya secara tidak langsung. Terutama melalui penialian diri sendiri atau membuat laporan secara tertulis di majalah sekolah atau web sekolah. Dengan cara itu ia dapat terus mengembangkan diri dan memikirkan inovasi-inovasi dalam pembelajaran yang dapat ia berikan sumbangsih kepada guru lainnya di sekolahnya sendiri atau sekolah lain.
Sebenarnya pada tahap ini, dengan sifat ideal yang dimiliki, merekalah yang pantas kemudian yang menjadi seorang supervisor yang diandalkan. Tidak dari seorang guru yang mempunyai komitmen rendah dan abstraksi rendah yang membuatnya digarasikan dan daripada tidak berguna kemudian dijadikan sebagai pengawas/supervisor. Atau guru yang mempunyai komitmen rendah tapi dengan abstraksi rendah, yang membautnya menjadi diberhendtikan menjadi guru dan menjadi seorang supervisor.
Penjelasan di atas adalah sebagian kecil dari bentuk-bentuk supervisi yang perlu dilakukan oleh supervisor dengan melihat kualitas dan kualifikasi dari guru masing-masing, karena setiap guru membutuhkan supervisi yang berbeda dan bimbingan yang berbeda, tidak bisa disamaratakan.
Pada tiper guru pertama, mereka adalah guru yang sangat lemah dan mungkin dapat dikatakan sebagai guru yang tidak mempunyai kualifikasi baik untuk menjadi seorang guru.  Kedua, guru seperti ini adalah guru yang lebih bersifat konseptor, hanya dapat memberikan ide dan gagasan namun tidak dapat melakukannya degan baik. Ketiga, guru seperti ini adalah guru yang energik, ia hanya mampu melakukan sesuatu pada tataran yang mudah dimengerti, tapi ia tidak bisa mengembangkan sesuatu atau melakukan proses berpikir untuk mendesain sesuatu lebih kreatif dan inovatif. Sedangkan keempat ini adalah guru yang sangat ideal dan guru yang sangat dibutuhkan oleh lembaga pendidikan dalam memajukan pendidikan di Indonesia. Semua tipe tersebut dapat digambarkan dengan berikut ini dalam Mariyati (2007) sebagaimana dikutib Pidarta (2009):[30]
 
 
Dari tipologi guru-guru di atas maka secara operasional, pendekatan supervisi yang dapat dipergunakan oleh supervisor sebagaimana dalam tabel berikut ini:



KESIMPULAN
1.      Guru dengan komitmen rendah dan abstraksi rendah termasuk guru yang lemah. Supervisi yang dilakukan oleh supervisor adalah supervisi langsung dengan kunjungan ke kelas, observasi, dan pembicaraan individual.
2.       Guru dengan komitmen rendah dan abstraksi tinggi termasuk guru yang hanya mempunyai ide dan gagasan atau guru konseptor. Pendekatan supervisi yang dipergunakan adalah supervisi langsung dengan observasi, Supervisi siswa, teacher group supervision. Sedangkan cara supervisi tidak langsung dengan workshop, seminar, lokakarya, dan sejenisnya.
3.       Guru dengan komitmen tinggi dan abstraksi rendah, ini termasuk guru yang energik. Maka supervisi yang digunakan adalah kombinasi supervisi langsung dan tidak langsung. Supevisi langsung dengan teacher group supervision, supervisi siswa, dan rapat guru. Sedangkan supervisi tidak langsung dengan melihat produk perangkat pembelajaran, workshop, lokakarya, seminar, dan pertemuan MGMP.
4.      Guru dengan komitmen tinggi dan abstraksi tinggi, maka ini termasuk guru yang profesional dan supervisi yang dipergunakan adalah supervisi tidak langsung, terutama dengan memberikan kepada guru melakukan penilaian diri dan membuat laporan pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA
Atmodiwiryo, Soebagio. 2011. Manajemen Pengawas dan Supervisi Sekolah Teori dan Praktek Jakarta: Ardadizya Jaya.
Burhanddin. 1994. Ananlisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan . Jakarta: Bumi Aksara.
Maryono. 2011. Dasar-dasar Menjadi Supervisor Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Mufidah,  luk-luk Nur. 2009. Supervisi Pendidikan. Yogyakarta: Teras.
Muslim,  Sri Banun. 2009. Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas Profesinalisme Guru. Bandung: Alfabeta.
Prasojo,  Lantjip Diat dan Sudiyono. 2011. Supervisi Pendidikan. Yogyakarta: Gava Media.
Pidarta, Made. 2009. Supervisi Pendidikan Kontekstual. Jakarta: PT. Rieneka Cipta.
Purwanto, M. Ngalim. 1990. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Rohmad,  Ali. 2009. Kapita Selekta Pendidikan . Yogyakarta: Teras,.
Sahertian,  Piet A.. 2000. Konsep & Dasar Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Rieneka Cipta
Sahertian, Piet A. dan Frans Mataheru. 1982. Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Sahertian, Piet A.. 2008. Konsep Dasar dan Tekhnik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia . Jakarta: Rieneka Cipta.
Sutisna, Oteng.1987. Administrasi Pendidikan Dasar Teoritis untuk Praktek Profesional. Bandung: PT. Angkasa.
Suwandi, Sarwiji. 2010. Model Assesmen Dalam Pembelajaran. Surakarta: Yuma Pustaka.


[1]Makalah disampaikan oleh Weli Arjuna Wiwaha pada Mata Kuliah Pengembangan Sistem Supervisi Pendidikan Islam, Kamis 08 November 2012.
[2]Ali Rohmad, Kapita Selekta Pendidikan (Yogyakarta: Teras, 2009), 43-44.
[3]Piet A. Sahertian, Konsep & Dasar Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia ( Jakarta: PT. Rieneka Cipta, 2000), 46.
[4]Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan Dasar Teoritis untuk Praktek Profesional, (Bandung: PT. Angkasa, 1987), 239.
[5]M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1990), 80
[6]Piet A. Sahertian dan Frans Mataheru, Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), 46.
[7]Luk-luk Nur Mufidah, Supervisi Pendidikan (Yogyakarta: Teras, 2009), 87.
[8]Piet A. Sahertian dan Frans Mataheru, Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan, 47.
[9]Ibid
[10]Luk-luk Nur Mufidah, Supervisi Pendidikan, 87
[11]Sahertian, Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan, 48.
[12]Soebagio Atmodiwiryo, Manajemen Pengawas dan Supervisi Sekolah Teori dan Praktek (Jakarta: Ardadizya Jaya, 2011), 263.
[13]lantjip Diat Prasojo dan Sudiyono, Supervisi Pendidikan, (Yogyakarta: Gava Media, 2011), 104.
[14]Burhanddin, Ananlisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan(Jakarta: Bumi Aksara, 1994), 333.
[15]Soebagio Atmodiwiryo, Manajemen Pengawas dan Supervisi Sekolah Teori dan Praktek, 261.
[16]Burhanddin, Ananlisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan, 332.
[17]lantjip Diat Prasojo dan Sudiyono, Supervisi Pendidikan, 105.
[18]Ibid, 105-106
[19]Sri Banun Muslim, Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas Profesinalisme Guru ( Bandung: Alfabeta, 2009), 75.
[20]Made Pidarta, Supervisi Pendidikan Kontekstual (Jakarta: PT. Rieneka Cipta, 2009), 158-159.
[21]Sri Banun Muslim, Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas Profesinalisme Guru, 76.
[22]Burhanddin, Ananlisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan, 314.
[23]Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan Dasar teoritis untuk praktek profesional, 239.
[24]Ibid, 240.
[25]Luk-luk Nur Mufidah, Supervisi Pendidikan, 41. Baca juga Soebagio Atmodiwiryo, Manajemen Pengawasan dan Supervisi Sekolah Teori dan Praktek, 233.
[26]Sarwiji Suwandi, Model Assesmen Dalam Pembelajaran (Surakarta: Yuma Pustaka, 2010), 92.
[27]Maryono, Dasar-dasar Menjadi Supervisor Pendidikan ( Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), 49.
[28]Piet A. Sahertian,  Konsep Dasar dan Tekhnik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia(Jakarta: Rieneka Cipta, 2008), 105-106.
[29]Sahertian, Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan, 82
[30]Made Pidarta, Supervisi Pendidikan Kontekstual, 145.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama