I. PENDAHULUAN
Setelah khalifah Abbasiyah di Baghdad runtuh pada tahun 1258 akibat serangan tantara Mongol, kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya terpecah belah menjadi beberapa kerajaan kecil, satu sama lain saling berperang dan menjatuhkan untuk mendapatkan kekuasaan yang lebih luas lagi.
Pada abad XVI (periode pertengahan) situasi politik islam berkembang kembal, menjadi sebuah system politik yang “relatif universal” dengan munculnya tiga kerajaan besar yang salah satunya adalah kerajaan Mughal di India. Umat islam yang terpacah-pecah menjadi pendukung dari setiap kantong-kantong pranata politik yang bercarai berai di seluruh kawasan dunia islam, mampu disatukan kembali.
Kerajaan mughaldi India merupakan salah satu kerajaan Islam terbesar di dunia yang tidak dapat dihilangkan dalam lintasan sejarah peradaban Islam. Kerajaan ini mulai muncul pada abad 15 M.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana awal berdirinya kerajaan Mughal India?
B. Bagaimana fase-fase pemerintahan kerajaan Mughal India?
C. Apa saja kemajuan yang dicapai kerajaan Mughal?
D. Apa penyebab kemunduran dan runtuhnya kerajaan Mughal India?
III. PEMBAHASAN
A. Awal Berdirinya Kerajaan Mughal India
Sejarah islam di India memiliki proses yang sangat panjang. Gambaran umum ketika islam masuk di wilayah ini menunjukkan suatu indikasi yang sangat menyulitkan bagi proses islamisasi. Namun ketika pemerintahan Umayyah sejak tahun 711 M, mulai di kenalkan islam di wilayah ini dan mulai terbentuk pemerintahan muslim yaitu diantaranya periode Muhammad bin Qosim sampai Gaznawi (711-1186 M) dan periode Kesultanan Delhi (1192-1525). Namun setelah periode Kesultanan Delhi, kondisi kekuatan islam di India mengalami kemunduran dan menunjukkan hal yang sangat rumit, yakni bangkitnya pikiran lama yang percaya bahwa setiap kerajaan yang merdeka adalah khalifah ditengah-tangah lingkungannya sendiri. Ibrahim Lodi (1517-1526) sebagai pewaris kesultanan budak yang terakhir di Delhi India, mengalami berbagai kesulitan menegakkan kembali kewibawaan politiknya, mungkin karena ketidakmampuannya memerintah.[1]
Atas dasar itu Alam Khan yaitu keluarga Lodi yang lain mencoba menggulingkannya dengan bantuan Zahirudin Babur (1482-1530M). permintaan itu langsung diterima dan bersama pasukannya menyerang Delhi. Pada tanggal 21 April 1526 M terjadilah pertempuran yang sangat dahsyat di Panipat. Ibrohim Lodi beserta ribuan pasukannya terbunuh, dan Zahirudin Babur mengikrarkan kemenangannya dan kemudian menegakkan pemerintahannya. Dengan demikian, berdirilah kerajaan Mughal dan mengakhiri kesultanan budak-budak Turki. Kerajaan Mongol dan Mughal di India memiliki keterkaitan karena sama-sama didirikan oleh bangsa Mongol dan keturunannya. Sedangkan pengambilan nama Mughal adalah dari nama kebesaran bangsa Mongol.[2]
B. Fase-fase pemerintahan kerajaan Mughal India
1. Pemerintahan Babur
Zahirudin Muhammad atau lebih dikenal dengan Babur yang berarti singa adalah putera dari Umar Syaikh Mirza seorang penguasa di negeri Farghanah (Asia Tengah). sedangkan ibunya keturunan Jenghis Khan.[3] Masa pemerintahan Babur ditandai dengan dua persoalan besar, yakni bangkitnya kerajaan-kerajaan Hindu di seluruh India yang mencoba melepaskan dari kekuasaan Islam yang gejolak politiknya dapat diredam oleh Babur dan munculnya penguasa muslim yang tidak mengakui pemerintahannya di Afghanistan, namun Babur dapat menyelesaikannya dengan pertempuran di Gograth pada tahun 1529M. Babur hanya dapat menikmati usahanya merintis kerajaan Mughal selama lima tahun. Pada tahun 1530 M, Babur meninggal dunia dengan mewariskan wilayah kekuasaan yang begitu luas dan karier politik yang sangat cemerlang. Ia menyerahkan kekuasaan pada putra sulungnya Humayun.
2. Pemerintahan Humayun
Humayun memerintah tahun 1530-1539 M dan 1555-1556 M. Periode pemerintahannya banyak diwarnai kerusuhan dan berbagai pemberontakan. Pada tahun 1539 M Sher Khan Suri menginvasi pemerintahan Humayun di Delhi. Pasukan Humayun hancur dan Negara dalam kondisi tak menentu sedangkan Humayun barhasil meloloskan diri dan diterima baik oleh sultan Syafawi, Shah Tahmasph.yang kemudian membantu memberinya pasukan militer sebanyak 12.000 dan kemudian terkumpul menjadi 14.000 orang. Humayun mencoba kembali merebut kekuasaannya di Delhi.
Pada tahun 1555 M ia menyerbu Delhi yang saat itu diperintah Sikandar Sur.. Akhirnya ia bisa memasuki kota ini dan ia bisa memerintah kembali sampai tahun 1556 M . pada tahun 1556 M, ia meninggal dunia dan digantikan oleh putranya yang bernama Jalaludin Muhammad Akbar.
3. Pemerintahan Akbar
Ia adalah sultan yang sangat terkenal dari dinasti ini, dan ialah yang sebenarnya menciptakan system kerajaan. Sultan Akbar terkenal dengan gagasan-gagasannya yang sangat radikal dan liberal baik dalam aspek sosial maupun pemikiran keagamaan. Masa pemerintahannya cukup berhasil dan sangat stabil bahkan wilayah-wilayah kekuasaannya semakin luas. Dasar-dasar kebijakan sosialnya dengan politik sulakhul (toleransi universal). Dengan cara ini, semua rakyat dipandang sama, meraka tidak dibedakan sama sekali oleh ketentuan agama atau lapisan sosial.
Inilah periode yang benar-benar sinkretik membumi di India, suatu usaha pemerintahan islam untuk bisa diterima di kalangan rakyat India.. sultan Akbar ingin menembus batas-batas terdalam tradisi Hinduistik dan agama-agama lain di India. Ia meninggal pada tahun 1605 M setelah menderita sakit yang cukup parah karena kawan-kawan dekatnya dibunuh oleh anaknya Jahangir, mungkin disebabkan adanya rasa cemburu yang terlalu banyak sehingga memengaruhi ayahnya.
4. Pemerintahan Jahangir
Periode Jahangir (1605-1627M) adalah masa-masa stabil. Ia memerintah didasarkan pada pandaangan yang pragmatis dalam melihat sebuah fungsi kepemimpinan. Menurutnya kedaulatan raja adalah pemberian Tuhan. Dengan demikian, tidak begitu penting menjalankan hukum Tuhan (syariah). Yang diperlukan adalah bagaimanamemelihara kelestarian kehidupan duniawi ini, dan Tuhan memilih seorang pemimpin itu.
Ia menerapkan hukum islam hanya sebatas pada lembaga pengadilan saja seperti pada masa ayahnya, Akbar. Dalam kasus umum, hukum islam hanya berlaku bagi umat islam, sedangkan hukum kriminal berlaku bagi seluruhnya. Jahangir adalah sultan yang toleran dan sekuler serta punya kebijakan-kebijakan politik yang liberal, seperti yang di teladani dari ayahnya.
5. Pemerintahan Syeh Jehan
Pada periode ini kondisi Negara benar-benar stabil dan mengalami puncak keemasan yang luar biasa diantara kesultanan mughal, kecuali pada pemerintahan Akbar dan setalah syekh Jehan, Aurangseb. Pada periode ini dikembangkan kembali penaklukkan wilayah sampai pada batas-batas India seperti Kandahar, Balkh, Badakhsan dan Samarkhand. Kesan-kesan keberhasilannya diwarnai dengan suksesnya menata politik kenegaraannya.
Faktor-faktor yang mendorong puncak kemajuannya adalah sebagai berikut:
a. Syeh Jehan adalah seorang terpelajar, ia memiliki bakat kepemimpinan dan memiliki jiwa intelektual dan seni.
b. Kondisi sosial politik sangat stabil, mewakili kondisi yang sebelumnya.
c. Memberikan penghargaan yang luar biasa kepada para ilmuwan dan ahli seni dan bangunan.
Pada periode Syeh Jehan terutama pada akhir kekuasaannya adaa dua kebijakan yang secara keseluruhan dimainkan oleh kedua putranya, Darsyikuh dan Aurangseb, darsyikuh lebih berpikiran universal yakni lebih banyak menggunakan hukum-hukum hindu sedangkan Aurangseb lebih menekankan tradisi keislaman. Dan pada akhirnya Darsyikuh dibunuhn oleh Aurangseb dan ayahnya, sedangkan Syeh Jehan dipenjarakan. Ia mewarisi kesultanan pada tahun 1658 M.
6. Pemerintahan Aurangzeb
Sepanjang masa pemerintahannya antara tahun 1658-1707 M, politik dan agama. Dalam penaklukan wilayah-wilayah baru keberhasilannya sangat luar biasa. Dibandingkan sultan akbar yang menguasai wilayah baru sebanyak 15 daerah, Aurangzeb bisa mencapai 21 daerah baru: 14 daerah di india utara dan 6 di daerah dekkan dan satu buiah di Afghanistan.
Ia menerapkan nilai-nilai syariah yang ketat pada pemerintahannya yang pada periode-periode sebelumnya kurang begitu diperhatikan bahkan diabaikan sama sekali. Semangat politik islamnya didasarkan pada Alquran dan Sunnah serta dukungan para ulama’ sangat kuat, btetapi dilain pihak membuat kecemburuan. Kaum muslimin menganggap ia sebagai waliullah karena pembelaanya pada nilai-nilai syariah. Hal ini menjadi dukungan spiritual politik yang luar biasa. Sebaliknya, orang yang hindu fanatik menganggap iasebagai pemimpin yang zalim walaupun masih banyak pula kelompok non-muslim yang memberi dukungan karena keadilannya.[4]
C. Kemajuan yang Dicapai Kerajaan Mughal
Stabilitas politik yang berhasil diciptakan oleh Akbar mendukung pencapaian kemajuan di bidang perekonomian, ilmu pengetahuan dan peradaban. Kemajuan bidang ekonomi ditandai dengan kemajuan sektor pertanian dan perindustrian. Pada masa ini dikembangkan penanganan pertanian secara terstruktur.
Ilmu pengetahuan tidak banyak mengalami kemajuan dibandingkan dengan kemajuannya di masa-masa sebelumnya. Yang lebih menonjol adalah kemajuan dalam bidang seni syair dan seni arsitektur. Karya seni yang masih dapat dinikmati sekarang merupakan karya seni terbesar yang dicapai kerajaan Mughal adalah karya arsitektur yang indah dan mengagumkan, seperti istana Fatpur Sikri di Sikri dan Taj Mahal pada masa Syeh Jehan di Agra.[5]
D. Kemunduran dan Runtuhnya Kerajaan Mughal
Setelah satu setengah abad dinasti Mughal berada di puncak kejayaannya, para pelanjut Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan kebesaran yang telah dibina oleh sultan-sultan sebelumnya. Pada abad ke-18 M kerajaan ini memasuki masa-masa kemunduran.
Adapun hal-hal yang menyebabkan kemunduran kerajaan Mughal antara lain karena kekuasaan politiknya mulai merosot, suksesi kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan, gerakan separatis Hindu di India tengah, Sikh di belahan utara dan Islam di bagian timur semakin lama semakin mengancam. Sementara itu, para pedagang Inggris yang untuk pertama kali diizinkan oleh Jehangir menanamkan modal di India, dengan didukung oleh kekuatan bersenjata semakin kuat menguasai wilayah pantai.
Pada masa Aurangzeb pemberontakan terhadap pemerintahan pusat memang sudah muncul, tetapi dapat diatasi. Setelah ia wafat, penerusnya rata-rata lemah dan tidak mampu menghadapi problema yang ditinggalkannya.
Sepeninggal Aurangzeb (1707 M), tata kerajaan dipegang oleh Muazzam, yang kemudian bergelar Bahadur Syah (1707-1712 M). Setelah Bahadur meninggal, dalam jangka waktu yang cukup lama, terjadi perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana. Bahadur Syah diganti oleh anaknya, Azimus Syah. Setelah Azimus, raja-raja berikutnya adalah Jihandar Syah, kemudian Farukh Siyar (1719 M), Muhammad Syah (1719-1748 M), Ahmad Syah (1748-1754 M), dilanjutkan oleh Alamghir II (1754-1759 M), dan kemudian dilanjutkan oleh Syah Alam (1761-1806 M), Akbar II (1806-1837 M), kemudian di lanjutkan Bahadur Syah (1837-1858 M). Pada tahun 1761 M, Kerajaan Mughal diserang oleh Ahmad Khan Durrani dari Afghan. Kerajaan Mughal tidak dapat bertahan dan sejak itu Mughal berada di bawah kekuasaan Afghan, meskipun Syah Alam tetap diizinkan memakai gelar Sultan.
Ketika kerajaan Mughal memasuki keadaan yang lemah seperti ini, pada tahun itu juga, perusahaan inggris (EIC) yang sudah semakin kuat mengangkat senjata melawan pemerintah kerajaan Mughal. Pihak EIC mengalami kerugian, karena penyelenggaraaan administrasi perusahaan yang kurang efisien. Untuk menutupi kerugian tersebut dan sekaligus memenuhi kebutuhan istana, EIC mengadakan pungutan yang tinggi terhadap rakyat secara ketat dan cenderung kasar. Karena merasa ditekan, rakyat baik yang beragama Hindu maupun Islam bangkit mengadakan pemberontakan. Dengan demikian, terjadilah perlawanan rakyat India terhadap kekuatan Inggris pada bulan Mei 1857 M.
Akan tetapi, perlawanan mereka dapat dipatahkan dengan mudah, karena Inggris mendapat dukungan dari beberapa penguasa lokal Hindu dan Muslim. Inggris kemudian menjatuhkan hukuman yang kejam terhadap para pemberontak. Mereka diusir dari Delhi, rumah-rumah ibadah banyak yang dihancurkan, dan Bahadur Syah, raja Mughal terakhir, diusir dari istana (1858 M). Dengan demikian, berakhirlah sejarah kekuasaan dinasti Mughal di daratan India, dan tinggalah di sana umat Islam yang harus berjuang mempertahankan eksistensi mereka.
Adapun beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan dinasti Mughal itu mundur pada satu setengah abad terakhir, dan membawa kepada kehancurannya pada tahun 1858 M, yaitu:
1. Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi militer Inggris di wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh kekuasaan maritimMughal. Begitu juga kekuatan pasukan darat. Bahkan mereka kurang terampil dalam mengoperasikan persenjataan buatan Mughal sendiri.
2. Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elit politik, yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang Negara.
3. Pendekatan Aurangzeb yang terlampau “kasar” dalam melaksanakan ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya, sehingga konflik antaragama sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya.
4. Semua pewaris tahta kerajaan pada paro terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan.[6]
[1] Ajid Thahir, Perkembangan Peradaban Dikawasan Dunia Islam, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada 2004), hlm. 202
[2] Drs.H.Fatah Syukur NC, M.Ag, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2002), hlm.142
[3] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007), hlm. 314
[4]Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, hlm. 203-211
[5]Drs. H. Fatah Syukur NC, M.Ag, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 143
[6] Drs. Badri Yatim, M.A, Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamiyah II), (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995), hlm. 159-163
Posting Komentar