3 KALIMAT SAKTI



Allah sudah menciptakan manusia berbeda dengan makhluk lainnya. Bahkan dengan bangsa jin sendiri Allah memberikan derajat yang lebih tinggi darinya, walaupun mempunyai kewajiban yang sama dengan manusia sebagai dua makhluk yang diberikan beban syari’at (at-tsaqalain). Dari semua segi telah diberikan kelebihan, hanya saja manusia berada di alam zahir sedangkan jin berada di alam ghaib.
Di antara kelebihan agung yang Allah telah berikan untuk manusia adalah lisan yang dengannya dapat berkata-kata., atau berbahasa sehingga membentuk budaya. Makhluk lain telah diberikan juga lisan, tapi mereka tidak bisa berbahasa dengan lisan, dan tidak ada peradabannya.

Kata-kata atau bahasa dalam kehidupan sehari-hari memberikan peran yang sangat penting dalam upaya berinteraksi dengan orang lain di seluruh dunia. Sehingga Allah pun menciptakan manusia dengan bahasa yang berbeda agar mereka dapat saling mengetahui. Kata-kata kadang memberikan kesejukan dan ketengan bagi orang lain. Tapi kadang-kadang juga, kata-kata bisa memberikan racun dalam hati seseorang. Dalam sebuah kata-kata mutiara disebutkan:
“kadang luka dengan pedang masih bisa dicarikan obatnya, tapi kemana akan dicari obat luka karena lisan

 إن من البيان لسحرا

Dalam mutira yang lain, “ sesungguhnya dalam bayan (penjelsan) itu ada sihir”.
Oleh karena itu agama memerintahkan kita untuk menuturkan kata-kata yang baik. Apabila tidak bisa mengeluarkan kata-kata yang baik, lebih baik diam saja. Dalam sebuah hadis disebutkan:
من كان يؤمن بالله واليوم الآخر ، فليقل خيرا أو ليصمت
Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berbicara yang baik atau diam saja
Dalam kehidupan rumah tangga juga diperlukan kata-kata yang baik dalam membina hubungan suami istri. Ia dapat menjadi penghubung yang baik dan pelanggeng rumah tangga, dan bisa juga menjadi penghancur rumah tangga. Dalam ayat al-Qur’an disebutkan dengan jelas bahwa, “ dan pergaulilah mereka dengan baik”.

Tapi pengetahuan orang yang masih kurang dalam masalah ilmu rumah tangga, membuat orang tidak paham dengan ilmu berumah tangga. Yang mereka tahu bahwa mereka menikah untuk membaut anak, membantu mereka agar tidak susah mencari makan, tidak susah mencuci, dan bahkan menyiapkan segala keperluannya. Istri sebagai pendambing tidak lebih dari pembantu dalam kehgidupannya, sehingga ia ingin lakukan apa saja kepada istrinya tidak apa-apa. Bahkan seorang yang paham agama sering mengancam istri-istri mereka dengan dalil-dalil agama,s eperti kalau mereka kelaur rumah tanpa izin suami, maka itu sudah termasuk nusyuz atau mungkin sebagai ta’liq talaq.

Kata-kata dalam rumah tangga harus menjadi perhatian besar. Karena ada tiga kalimat yang sangat sakti yang membuat segala sesuatu dari halal menjadi haram, dan yang halal menjadi haram, yaitu:

Pertama, kalimat menikahkan. Nikah termasuk ritual yang tidak bisa dimain-mainkan. Dimain-mainkan menjadi betulan, apalagi sungguhan, jatuh mejadi betulan. Ia tidak terikat oleh ruang waktu dan temapat, di mana saja bisa dilakukan. Kalau seseorang  laki-laki dengan sengaja mengatakan, “saya nikahkan kamu dengan anak saya fulanah”. Kalau orang yang diajak bica menjawab, “saya terima nikahnya si fulanah”. Maka nikahnya sudah sah. Tidak boleh seseorang menghalanginya untuk mengambil anaknya, kecuali dengan perceraian atau fasakh.

Oleh Karena itu seseorang tidak bisa bermain-main dengan kata-kata nikah. Karena kata-kata ini adalah kalimat sakti dalam syari’at dan hokum islam sendiri.

Kedua, Kalimat cerai. Cerai termasuk perkara yang tidak bisa dimain-mainkan. Ia pun kalau dilakukan dengan main-main, maka talaknya jatuh. Apalagi dilakukan dengan betul-betul nilai bercerai, maka talkanya jatuh. Dalam keadaan apa pun, selama ia masih mengingat apa yang ia ucapkan, dengan sengaja atau tidak sengaja, hanya bermain-main saja. Kalau ia mempunyai istri dan mengucapkan cerai maka jatuh talaknya.

Seorang muslim yang baik, tidak boleh mempermainkan kata-kata cerai. Segala sesuatu harus dipertimbangkan dengan ilmu. Yang lebih penting adalah komunikasi yang baik dengan pasangan, agar tidak terjadi saling curiga, atau saling berbantah-bantahan dalam masalah sepele. Memang kuasa atau hak cerai ada di tangan suami, tapi jangan sampai suami ringan kata-kata untuk menceraikan istri. Begitu juga istri, ia harus sadar bagaimana melanyani suami dengan baik, tidak menyinggung perasaaannya atau membuatnya marah. Setiap orang harus bisa menempatkan posisinya dengan memandang dan menghargai pasangannya.

Ketiga, kalimat rujuk. Rujuk setelah bercerai juga perkara yang tidak bisa dimain-mainkan. Kecuali setelah talaq tiga. Maka tidak berfungsi lagi kata-kata rujuk, kecuali si perempuan sudah menikah dengan orang lain dan bercerai. Bahkan dengan perlakuan, rujuk juga bisa terjadi, seperti seseorang yang sudah menceraikan istrinya, kemudian ia datang untuk menggaulinya, maka ia sudah dianggap rujuk. Apalagi dengan kata-kata ia kembali, selama tidak ba’in.

Itulah tiga kalimat sakti yang orang tidak boleh bermain-main dengannya, karena dapat berakibat hokum syara’ yang mengikat dan menjadikan sesuatu dari haram menjadi halal dan dari halal menjadi haram. Pertimbangkanlah segala amal perbuatan dengan ilmu agar tidak jauh terjerumus pada hal-hal yang dilarang oleh Allah subhanahu wata’ala. Wallahu A’lam bi al Shawab.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama