SAAT HARUS DI JALAN DAKWAH (BQ. ELLA NURMALASARI)



Hari Kamis tanggal 10 juli 2014 adalah hari keberangkatan KKP sekaligus dakwah di daerah Bayan. Detik-detik keberangkatan, muka teman-teman ada yang terlihat sangat gembira, ada juga yang terlihat sedih, terutama yang akan ditempatkan di Bayan. Sebelum diberangkatkan semua mahasiswa kumpul di depan akademik  untuk mendengarkan arahan-arahan yang disampaikan oleh Ibu Ketua STAI Nurul Hakim dan diahiri dengan doa oleh pak Ahyar Fadli.

Dengan iringan do’a, selesai  pengarahan semua mahasiswa dan mahasiswi bersiap-siap  untuk berangkat ketempat lokasi KKP masing-masing. Mahasiswa yang bestatus sebagai mahasiswa dan mahasantri ma’had aly mendapat lokasi KKP sekaligus dakwah di Bayan. Sedangkan mahasiswa murni STAI Nurul Hakim ditempatkan di daerah Labulie dan Plambik Lombok Tengah.

Sekitar jam 11 semua mahasiswa dan mahasiswi diberangkatkan ke tempat lokasi KKP masing-masing. Dan kebetulan saya ikut ma’had jadi saya dapat KKPnya di Bayan, dan untuk KKP yang di Bayan dirangkai dengan program Ma’had Aly yaitu program da’wah bersama yang tidak ikut KKP.  Semua digabung dengan mereka, setiap tempat ada empat/tiga di tempat lokasi da’wah yang telah ditentukan. Di kelompok saya ada empat orang, satu ikhwan dan 3 akhwat yaitu EM. Iqbal, zuriatun toyyibah, idayati dan saya. 

Kita berangkat bersama-sama dengan satu mobil. Dalam satu mobil ada 3 kelompok dengan yang sama tapi lokasi da’wah berbeda. Saya sendiri dapat di Dusun Batu Tepak Desa  Sukadana. Saya sebenarnya tidak terbiasa menggunakan mobil, apalagi perjalanan jauh. Wal hasil di tengah perjalanan muntah sudah tidak bisa ditahan lagi. Isi perut keluar semua, kepala pusing, badan rasanya sudah tidak karuan. Ingin rasanya keluar dari mobil, tapi apa boleh buat, kami harus secepatnya sampai ke tujuan. Teman-teman yang lain memaklumi keadaan saya. Mudah-mudahan tidak ada yang merasa jijik atau mulas dengan muntah yang sudah saya keluarkan. Mereka ikut membantu memulihkan keadaan saya dengan memijit pundak dan kepala saya.

Perjalanan ke lokasi pun kami semua masih buta. Tidak ada yang tahu persis di mana kita akan ditempatkan. Sesekali bertanya kepada warga nama dusun yang akan menjadi tujuan dakwah. Ustadz yang mengantar kita masih berada di belakang. Agar tidak tersesat semakin jauh, kami pun menelpon ustadz Tauhid yang menjadi penanggungjawab. Akhirnya kami disuruh untuk menemui salah seorang ustad, namanya ustadz Junaidi. Sambil terus berjalan dan bertanya, kami bertemu dengan ustadz Junaidi  yang baru saja pulang dari masjid dan kita disuruh mampir dulu di rumah beliau, setelah itu baru akan diantar ke lokasi dakwah.

Selama dalam, saya berharap agar kita cepat sampai  di lokasi agar bisa beristirahat. Di tengah perjalanan yang berdebu kami menemukan segerobolan anak-anak yang baru saja selesai mandi di lautan debu. Badan dan muka mereka tidak terlihat jelas dengan debu, atau mungkin debu yang kami lalui menghalangi pandangan sehingga anak-anak yang kami lihat seperti tertutupi debu. Sebagian dari mereka ada yang mengenakan pakaian lengkap, ada juga yang hanya memakai celana saja dan bertelanjang dada, dan bahkan ada yang tidak memakai pakaian sama sekali. Iiih, geli melihatnya, seperti tuyul di siang hari dengan debu yang menempel tebal di seluruh badan mereka.

Tidak terasa beberapa menit kemudian kami sampai di lokasi dakwah. Bersama ustadz Junaedi, kami disambut meriah oleh masyarakat Dusun Batu Tepak, dan mengajak kami ke posko serta membawakan sebagian barang-barang kami.  Kami pun diperkenalkan  kepada masyarakat Dusun Batu Tepak,  mereka terlihat antusias dan menyambut kami dengan senang hati.

Waktu hampir menjelang shalat Ashar. Kami membereskan semua barang bawaan dan bersiap-siap untuk shalat Ashar berjama’ah. Tidak ada toilet maupun jeding, yang ada hanya sebuah bong (bejana tanah besar) yang berisikan air untuk berwhudu’. Waduh...ini alamat tidak ada air, atau ada tapi harus mengambil di tempat yang berbeda. Tapi rasa lelah menghilangkan prasangka buruk itu. Selesai shalat kami pun membaringkan badan di masjid. Rasa kantuk dan lelah dalam perjalanan membuat kami harus istirahat walaupun di tempat yang tidak biasa.
.
Jam sudah menunjukkan pukul 6 sore, sebentar lagi waktu berbuka tiba, anak-anak di dusun batu tepak masih saja berkeluyuran kesana kemari dan orang tua mereka pun membiarkan mereka (tidak menghiraukan mereka) dan tidak memanggil anak-anaknya untuk mandi dan bersiap-siap untuk naik ke masjid untuk solat dan belajar ngaji, mungkin itu sudah kebiasaan mereka tidak menghiraukan anak-anak mereka bermain-main sampai jam berapa bermainnya.

Suara sayup-sayup terdengar, “Allahu akbar Allahu akbar”. Ternyata waktu berbuka telah tiba, kita menikmati berbuka puasa apa adanya. Tapi yang mengherankan, aksi berbuka kami menjadi tontonan mereka. Kami pun merasa heran dan  saling lihat sambil senyum.

Seusai berbuka puasa kita rekan-rekan da’wah bergegas ambil air wudu’ dan ke masjid untuk menunaikan solat magrib berjamaah. Sambil menunggu jama’ah, lama rasanya masjid dipenuhi jama’ah. Sudah 15 menit lewat kita menunggu masyarakat untuk sholat magrib berjamaah, namun tidak ada yang kunjung datang. Kami pun melaksanakan sholat magrib berjamaah tanpa masyarakat Dusun Batu Tepak karena belum ada satu pun yang datang ke masjid. 
 
Di Dusun Batu Tepak sebenarnya sudah tidak banyak penganut Islam waktu telu (3 waktu) akan tetapi ternyata masih banyak orang-orang dusun  batu tepak yang masih tidak melakukan solat.

Di hari Sabtu 12 juli 2014 ini kita akan bersilaturahmi ke rumah pak RW Dusun Batu Tepak. Sekaligus ingin mengetahui keadaan masyarakat di sini, baik ekonomi, kehidupan bermasyarakat, maupun keagamaan. Terutama masalah praktek keagamaan seperti puasa di Bulan Ramadhan. Karena secara tidak sengaja pula, di depan rumah pak RW ada salah seorang warga yang membangun rumah, mereka santai saja minum kopi dan tidak berpuasa. Ohhh ternyata kebanyakan dari mereka tidak berpuasa, walaupun mereka Islam semua. Apakah mereka masih memegang teguh paham wetu telu atau tidak?, kami juga tidak tahu persis.

Sejak kedatangan kami sampai beberapa hari ini. Persediaan air sudah semakin menipis. Tidak ada air yang dapat digunakan untuk mandi, nyuci, dan berwudu’. Ditambah lagi dengan cuaca semakin panas, debu pun semakin menebal. Sudah barang tentu kami pun merasa enggan juga untuk mencium tangan kami sendiri.

Keadaan ini menjadikan kami semakin tidak betah tinggal di Dusun Batu Tepak. Kami pun berencana untuk kabur ke tempat lain yang lebih banyak airnya dan cuacanya masih bisa ditolerir badan. Bukan kami mengelak dari tugas tapi untuk kebaikan kami dan kelanjutan tugas agar tidak terbengkalai. Kami pun pindah ke Bayan Beleq di ponpes Babul Mujahidin. Lega rasanya seakan seperti burung yang keluar dari sangkar, tapi masih dalam ikatan. Tapi setidaknya kami bisa mandi tiga kali sehari dan dapat bersolek dengan bedak bukan debu seperti di Batu Tepak.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama