SAAT HARUS DI JALAN DAKWAH (ZURRIYATUN TAYYIBAH)



Hal pertama yang terkesan menyedihkan bagi saya adalah ketika saya ditempatkan di batu tepak. Kita ditempatkan berempat 3 cewek dan 1 laki. Satu kamar tidur dan satu ruang tamu. Subhanallah ruma itu memang dekat dengan masjid tapi tempatnya di tengah matahari sehingga kalau siang kita tidak bisa istirahat saking panasnya, dan di sana banyak debunny dan tidak ada air. Setiap kali mau wudhu; perlu diambilkan dulu air. Malu sih haru sdiambilakn terus tapi kita yang mau ambil sendirigak tahu mau ambil kemana. Sumbernya airnya di amna. Dan kalau mandi kita mesti numpang di rumah yang ada tampungannya kaerna rumah yang dengan dengan kita tinggal tidak punya kamar mandi. Hal ini membaut kita benar-benar sedih dan malu karena harus numpang terus unutk madni dan cuci pakaian. Terus menu untuk buka dan sahur kita adalah mie sama telur saja setiap hari, karen atidak ada menu yang lain. Karena di sana cuacanya sangat panas, tidak ada air sehingga tidak ada sayur-sayuran yang bisa tumbuh, kebetulan lagi musim kemarau juga. Sepat kami berbicang-bincang sama rt di batu tepak, di abilang banyak dari anak-anak yang tidak sekolah karena sekolah kemudian sekolahnya jug ajauh katanya. Dan banyak dari mereka yang tidak dikasih sekolah sama kakeknya karena  mereka disuruh bantu kelaurga seperti menggembal sapi dan bantu-bantu kelaurga di sawah.

Memang menyedihka hal-hal yang dialami anak-anak di sini. Diusaia mereka yang masih anak-anak dan snagat butuh dengan dunia pendiidkan yang tidak tahu seperti apa kehdipuan masa akan datang yang akan di alami mereka dan tantangan yang akan semakin ketat dan tidak akan sama dengan dunia yang dihadapinya sekarang.

Yang paling mengherankan adalah suasa di dusun batu tepak yang penuh dengan debu ambapai beberapa senti meter t. Saat dangin datang berhembus langsung  terbang dan memenuhin masjid dan bahkan sampai ke dalam kamar. Yang membaut tidak tennag adalah aktivitas anak-anak yang bermain dengan debu, tidur-tiduran di atas debu, saling lempar debu, seorlah olah debu sudah menjadi bagian permainan seperti layaknya pasir di pantai atau salju. Hampir semua anak-anak tertutupi debu dar ujung rambut hingga ujung kaki. Bahkan makanan yang jaruh dan penuh dengan debu pun mereka angkat dan langsung dimakan tanpa mereka bersihkan terlebih dahulu.. Dari segi kesehatan tentu tidak baik. Bakan mereka tidak memprihatinkan masalah kesehatan sama sekli, debu, kootran sapi dan kotoran anjing bertebaran di halaman rumah mereka dan mengelaurkan bau yang khas., percampuran berbagai macam bau dan kotoran. Aktivitas mandi pun tidak diperhatikan. Cukup dengan satu ember suah cukup untuk mendiidnginkan dan membersihkan badan, dan itu pun karena tidak air juga.

Lingkungan dusun batu tepak memang sangat memprihatinkan, cuaca yang panas dan kondisi masyarakat yang  masih serba kekurangan dalam maslaah ekonomii menyebabkan kondisi ini tetap dari dahulu sampai sekarang. Pekerjaan yang tersedia pun hanya sebagai pengembala ssapi dan kambing. Sedangkan tanah-tanah luas mereka hanya dapat ditanami padi satu kali dalam setahun, itu pun harus menunggu air hujan.

Kedadaan seperti itu juga bberimbas pada anak-anak mereka untuk pertumbuhan mereka juga terbatas karen akonsumsi makanan dan supan gizi yang terbatas juga. Makan saja sudah susah, apalagi untuk sekolah sampai jenjang yang lebih tinggi.

Saya dan teman-teman sebenarnya tidak betah berlama-lama di dusun batu tepak. Apalagi kami hanya perempuan saja, tentu tidak dapat melakukan aktivitas lebih banyak untuk mereka. Akhirnya saya dan teman-teman memutuskan untuk pindah lokasi. Saya sendiri pindah ke Dasan tutul.

Lokasi baru di Dasan tutul lebih menyenangkan daripada di Batu Tepak. Airnya lebih banyak, suasanyana juga lebih asri dan sejuk. Di tambah lagi dengan minat anak-anak  besar untuk mengaji, jumlah mereka sampai 80 orang lebih. Semangat besar mereka tidak hanya sekedar melihat jumlah mereka yang banyak, tapi dari sekian orang yang mengaji, tidak jarang mereka dari luar dusun dsan tutul. Tidak hanya siang dan sore hari, di malam hari pun mereka datang untuk mengikuti kegiatan di dasan tutul.

Kalau dilihat dan beberapa pendapat teman bahwa kebanyakan orang-orang yang berminat untuk mengaji di daerah bayan lebih banyak anak-anak kecil yang masih sekolah di bangku SD dan SMP. Adapun SMA dan orang-orang tua, apalagi lanjut usia merka bilang sudah tua, atau sudah terlanjur percaya dengan adat yang mereka kerjakan. Sehingga ajaran-ajaran syari’at tidak dikerjakan. Apalagi puasa ramadhan kali ini. Shalat lima waktu saja tidak pernah dikerjakan.

Tapi yang menarik di dasan tuutl adalah posisinya yang bedada dekat dengan gunung runjani sehingga suasannya dingin sekali. Airnya saja seperti es. Tidak salah kemudian tanah di dasan tutul subur, banyak sayur mayur, padi, dan hasil pertanian lainnya. Jadi mereka tidak susah dengan bahan pangan, tinggal petik di halaman rumah mereka sendiri. Tidak perlu beli sayuran atau biji-bijian untuk bahan sayur.

Di dasan tutul sendiri ada pembangkit listri tenaga air yang letaknya lumayan jauh dari dasan tutul. Pembangkit listik dibangun di sumber air dalam hutan. Dalam satu kesempatan saya dan teman-teman pernah diajak oleh murid-murid yang mengaji. Bagi mereka yang sudah terbiasa naik turun gunung, lokasi pembnagkit listrik sangat dekat. Akan tetapi bagi kami yang tidak pernah, perjalanan kesana sangat melelahkan. Jalannya yang naik turun membaut kaki kelelahan, sedangkan kami dalam keadaan berpuasa.  Tapi rasa lelah terobati dengan pemandangan indah dan menakjubkan di sekitar areal pembangkit listrik. Untuk mencapai kolam penampungan air, kami harus menaiki anak tangga yang lumayan panjang dan melelahkan kaki. Sesampainya di sana, ternyata kolam penampungan airnya besar sekali dan jernih. Anak-anak langsung mandi sedangkan kami hanya dapat menikmati pemandangan dan seekali memgang air yang lumayan dingin sekali. Ini adalah pengalaman yang tidak bisa dilupakan bersama teman-teman dan anak-anak dasan tutul.

Kegitan yang saya lakukan di dasan tutul lebih difokuskan pada dakwah dengan memperbaiki akhlak serta menfasihkan anak-anak dalam membaca al-qur’an, karena mereka banyak yang belum  bisa bacaan panjang pendek haraokat, dan penyebutan setiap huruf.

Dan kegiatan terakhir kami adalah buka puasa bersama  dan sehabis sholat tarawih kita adalkan pembagian hadisah berupa bolpoint dibagi rata, kecuali beberapa anak yang rajin mengaji dan anak yatim piatu diberikan beberapa lembar uang yang jumlahnya insyallah dapat membahagiakan mereka.

Memang sangat berat rasanya  dalam hati kaerna melihat semangat dan keinginan mereka mengaji dan mempelajari agama Islam. Tapi mau gimana lagi, perasan tidak betah juga menghantui kami, dan bukan tempat tinggal kami. Mereka memang sangat bahagia dengan kedatangan kita dan sangat senang dengan pemberian hadiah buku dan bolpoin saja. Bahkan kami tidak sanggup menahan rasau haru ketika meningglkan mereka yang masih sangat butuh dengan kehadiran kita dan begitu jug adengan mereka yang sedih ditinggalkan oleh kita.

Tapi kami akan selalu mendo’akan dan berharap semoga warga di sana mendapatkan hidayah dari Allah, terutama kepada orang tua mereka yang masih teguh memegang tradisi adat. Sehingga kampung mereka menjadi kampung yang masyaraktny amenjalankan syari’at dan ajaran-ajaran islam secara utuh.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama